Dibalik Sebuah Nama

...Selamat membaca!...

...*****...

"Ngomong-ngomong, kita belum tahu masing-masing nama kita berdua hehe."

Setelah keduanya tertawa geli, gadis bersurai coklat itu kini duduk tegak, tangannya bersidekap dan netra madunya menyorot datar iris hitam kelam pemuda berambut pirang itu.

"Deket-deket lo ternyata..." Gadis itu menjetikan jari-jemarinya tepat di wajah kebarat-baratan pemuda itu. Membuat sang pemuda terkesiap. "....bikin otak gue bodoh seketika."

Pemuda itu terdiam kaku, mulutnya membeo. Sedetik kemudian decakan sebal terdengar, namun ekspresi wajahnya menunjukkan gemas yang tertahan.

"Lo itu, cewek apa bukan sih? Pedes amat ucapannya, neng." Tangannya melayang hendak mencubit pipi chubby di depannya yang tampak sangat menggoda namun secepat angin berhembus, secepat itu pula gerakan pemuda itu dibaca oleh gadis indigo itu.

"Jangan coba-coba sentuh gue!" tegasnya tanpa mau dibantah.

Pemuda itu mengangguk, bibirnya menyunggingkan senyum miring hingga deret gigi putihnya nampak. Ugh, cewek di depannya ini memang ganas tapi cantik, sangat. "Oke, sorry. Kembali ke awal, kita belum tahu nama kita masing-masing." Katanya serius.

Sang pemuda mengulurkan tangan kanannya sebagai simbol perkenalannya secara resmi seraya melayangkan senyum seratus juta pesonanya. "Kenalin, kembarannya Leonardo Dicaprio sewaktu muda. Gue, Seifried Osric Gideon. Panggil aja Osric." Katanya penuh percaya diri.

Gadis cantik itu mendengus jengah. Dengan malas, gadis itu balas menjabat tangan pemuda di depannya tanpa segaris senyum pun. Tanpa diperintah, sesuatu hangat itu menjalar di rongga dada keduanya. Mencipta ribuan kupu dalam dada, merambati kegembiraan tiada tara.

"Adora Odelia Aloysius. Biasa dipanggil Odelia." Balas sang gadis memperkenalkan namanya, kali ini nada bicaranya tidak datar namun halus dan hangat.

Osric tersenyum kian lebar. Namun, euforia bahagia keduanya tak berselang lama. Tiba tiba saja—

—keduanya tersentak kaget tatkala sepasang netra madu dan netra kelam itu berhasil menyorot kilat petir yang menyambar ganas, menciptakan lantai keramik menjadi berwarna hitam layaknya benda yang terbakar. Diluar kelas gelegar suara petir yang sedang saling adu suara, bergaung hebat. Tanpa sadar tangan keduanya saling bertaut. Menggenggam tanpa kata yang terucap.

Cuaca diluar gelap gulita. Angin berhembus kencang seolah tengah murka. Padahal, beberapa saat yang lalu matahari tengah sombong sombongnya, bersinar terik. Panas, tidak berawan hitam. Tetapi, entah bagaimana ceritanya kekacauan ini terjadi.

Ada apa?

Jeritan siswa siswi bergaung menjadi satu. Menciptakan nada suara yang memilukan. Kaca kaca jendela pecah. Sebagian siswa terluka akibat pecahan kaca tersebut.

Odelia, gadis bermata coklat madu itu hampir saja menjadi target kaca selanjutnya jika saja, Osric pemuda berambut pirang itu tidak dengan cepat mendekap sang gadis. Menjauhkannya dari goresan luka. Beruntungnya.

"Ini kenapa sih, ada apa?" Tanyanya seraya menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Osric. Gelenyar suara ketakutannya terdengar jelas sekali.

Odelia lantas terdiam. Shock di tempat, tubuhnya kaku. Wajahnya pucat pasi, kulitnya yang putih bersih semakin putih. Kini justru kulit gadis itu layaknya vampire dalam cerita kuno. Gadis itu juga membiarkan Osric mendekapnya. Sesuatu yang bukan Odelia sekali. Jika dalam situasi normal, ia pasti enggan diperlakukan sedemikian rupa oleh orang baru.

Osric menunduk, menghidu aroma surai Odelia dalam. Matanya terpejam, namun pendengarannya awas. "Gak akan ada apa apun yang terjadi sama lo. Lo aman sekarang. Ada gue, pokoknya jangan jauh jauh dari gue mulai sekarang."

Odelia mengangguk patuh. Hatinya mulai digandrungi ketakutan dan kekhawatiran. Ia pun melepas pelukan pemuda itu kala dirasakannya permukaan kelas yang ia pijak bergetar hebat. Dinding kelas mulai retak. Sontak saja, para siswa siswi berhamburan keluar kelas. Berusaha menyelamatkan dirinya masing masing.

Gadis itu merintih kesakitan kala volume kebisingan terus meningkat. Telinganya sangat sakit. Ia berusaha meredam suara dengan menutup telinganya dibantu kedua tangannya. Namun, gagal. Volume suara suara itu tidak berkurang sedikit pun. Justru semakin keras. Osric panik, namun raut wajahnya lihai. Ia nampak begitu tenang.

"Odelia lo–"

"—OSRIC AWAS?!"

Tanpa menoleh, pemuda itu menggerakan telunjuknya ke arah bingkai kaca jendela yang hendak jatuh menimpa ke arahnya, hingga bingkai kaca jendela itu hancur menjadi beberapa kepingan kecil seperti partikel halus.

"Kita harus keluar sekarang." Tangannya menuntun gadis itu menuju pintu kelas. Namun langkah keduanya terpaksa terhenti, tatkala Odelia mencengkram erat tangan Osric.

"Tunggu. Sebentar saja, gue mau mastiin beberapa hal dulu." Katanya, dengan suara pelan.

Garis wajah gadis itu berubah tajam, matanya awas. Sorot matanya menajam, menghujam setiap sudut kelas yang kini hampir roboh. Memandang curiga, menyadari ada sesuatu yang janggal, yang hampir saja terlewatkan.

Odelia menoleh, menatap Osric dengan raut wajah penuh tanda tanya. "Osric, lo liat *******mereka*******? Kenapa mereka gak terlihat satu pun, Ric?"

Osric terhenyak. Ia kalah cepat menyadari hal itu. "Lo bener. Disaat seperti ini, setan selalu merasa senang."

Gadis itu benar, mereka tak tampak barang sesosok pun. Kemana mereka? Kenapa mereka tak tampak? Osric mulai bergelut dengan pikirannya. Mulai larut memikirkan berbagai hal. Hingga menyadari posisi mereka yang kini berbahaya.

Odelia memekik kesakitan. Telinganya berdengung. Bunyi kretek-kretek berkumandang, alarm tanda atap di atas mereka semakin rapuh. Dalam hitungan menit, dipastikan atap itu akan roboh.

"Osric." Rintihnya.

Gadis itu mulai kehilangan gravitasi buminya. Tubuhnya terasa ringan, samar samar, suara Osric yang terus memanggilnya bergaung dan menggema. Setelahnya, kegelapan berhasil menguasai sang gadis.

"Odelia. Delia, Delia!"

Pemuda berambut pirang itu menghentakkan kepalanya. Matanya membulat. Netra gelap itu berkedip, raut wajahnya tajam tatkala melihat darah menetes dari hidung Odelia diiringi teriakan kesakitannya sebelum tak sadarkan diri.

Pemuda itu yang tak lain Osric menangkap tubuh mungil itu dengan posesif. Di ruangan itu kini hanya tersisa dua orang, hanya dirinya dan Odelia yang tak sadarkan diri. Sedangkan siswa siswi yang lainnya berhasil keluar kelas. Walau beberapa ada yang terluka.

Osric memejamkan matanya rapat. Bibirnya bergerak tanpa suara. Sebuah cahaya biru terang berpendar, bersamaan dengan atap kelas yang runtuh.

Semuanya kacau. Kekacauan itu dimulai sejak keduanya saling memberitahu nama keduanya. Tapi–

–Kenapa bisa demikian? apa yang terjadi?

*****

Osric, pemuda itu kini tengah menjelajahi bangunan sekolahnya, yang rasanya, sudah tak pantas di sebut bangunan sekolah setelah terjadi kekacauan besar. Puing puing bangunan berserakan. Semua fasilitas sekolah rusak. Tak ada sisa.

Beberapa tim medis tengah melakukan tugasnya, mengobati sebagian siswa siswi yang luka dan sebagian lainnya dipulangkan karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Dalam benak Osric ia bertanya tanya, akan seperti apa reaksi Daddynya nanti saat tahu dan melihat bangunan sekolah kesayangannya sekarang. Ia berharap jantung Daddy nya akan baik-baik saja. Setidaknya, Daddynya tidak akan sinting dalam waktu dekat. Semoga, ya, semoga saja.

Namun anehnya, semua kekacauan tadi hanya terjadi disini. Diluar sekolah tampak seperti biasa. Tidak ada satu jejak pun yang dapat ditemukan dari insiden mengerikan beberapa saat lalu. Ini terlalu aneh bukan? Dan bagaimana ini bisa terjadi?

Ia juga sudah mengecek dan mencari berita terbaru mengenai bencana alam di internet. Barangkali memang baru baru ini, sebagian wilayah Indonesia mengalami gempa bumi. Atau dilanda fenomena alam lainnya yang imbasnya mengenai wilayah sekolahnya.

Namun, nihil. Tiada berita apapun yang ia temukan mengenai fenomena yang terjadi pada sekolahnya. Atau informasi bencana alam di sekitar wilayahnya pun tidak ada sama sekali. Oh, come on! sekarang era digital, segala sesuatu dapat diperoleh dengan mudah.

Tak sampai disitu, ada sebuah tempat bagian sekolah ini yang seolah tak tersentuh. Seperti tidak terkena guncangan besar beberapa saat lalu. Yaitu taman belakang sekolah. Setelah ia berhasil membawa dirinya dan seorang gadis keluar dari keadaan membahayakan, Osric membawa Odelia yang tak sadarkan diri ke taman belakang. Dan untuk sementara waktu, gadis itu ia tinggalkan sendirian disana.

Oh, wait! Something happen. Sepertinya ia melakukan kesalahan. Gadisnya—

—Osric terpaku. Matanya tiba tiba saja menatap kosong pemandangan di depannya, lalu ia menutup kelopak matanya, mencoba memusatkan penglihatan mata batinnya. Indra keenamnya.

Disana! di dunia yang berbeda, ia melihat, Odelia masih dengan seragam sekolahnya, nampak kebingungan. Ia–

—di dunia Astral. Dunia yang memisahkan antara hidup dan mati. Dunia yang saling berdampingan, walau tak tampak oleh mata biasa, karena perlu keistimewaan untuk dapat melihat dan berinteraksi dengan mereka yang sudah mati.

Secara seksama, gadis itu baru akan memasuki ke dunia astral. Ibarat sebuah rumah, ia baru sampai di pelataran rumah, belum melewati pintu utama rumah. Sama halnya dengan Odelia, gadis itu baru sampai di gerbangnya.

Sepanjang lorong, suasana disana berwarna merah terang. Semua pintu astral tertutup rapat. Keadaan sunyi, senyap. Tak ada tanda tanda kehidupan. Tetapi, keberadaan mereka, dirasa sangat kuat. Dan jumlahnya, tak terhitung. Mereka bersembunyi. Tetapi–

–Why? Dan bagaimana gadis itu bisa sampai disana secara tiba tiba? yang mengherankan lagi, kenapa semua pintu astral tertutup rapat. Jika memang ia terpanggil untuk menyelesaikan misi, biasanya seorang petualang akan langsung masuk ke dunia mereka tidak seperti sekarang.

Selain itu, biasanya, jika ada sebuah misi atau seorang petualang terpanggil, ada sebuah pintu yang terbuka dan menyala terang. Tapi, ini? Apa mungkin, sukma gadis itu keluar dengan sendirinya?

Atau, mungkinkah, gadis itu belum dapat mengendalikan kemampuan Astralnya? Sungguh, benarkah seperti itu?

Osric mengepalkan tangannya erat, geram rasanya. Tubuhnya ia putar, dan dengan kesetanan berlari menuju taman belakang. Dapat ia lihat pula dengan mata terbuka, di depan gadis itu kira kira berjarak lima meter, sosok pria dengan jubah hitam seukuran orang dewasa dengan rantai besi panjang ditangannya, berdiri menjulang seolah memang sedang menunggu kedatangan Odelia. Sosok itu begitu mencolok diantara keadaan disana yang serba merah.

Sedangkan Odelia, ia hanya mampu terdiam. Dirinya kaku, ingin berlari menjauh namun seluruh syaraf di tubuhnya seolah mati. Ia tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Sedangkan, peluh bercucuran deras. Gadis itu panik.

Oh, tolong aku! Apa yang terjadi?

Dan kemungkinan terburuknya, gadis itu berada dalam bahaya.

Tolong!

Terpopuler

Comments

Om Rudi

Om Rudi

tiga like dari Alma Fatara

2022-01-14

0

Hanna Devi

Hanna Devi

jangan sungkan untuk mampir ya 🤭🤭

2021-02-21

1

Twitria

Twitria

enak bacanya, tulisanmu keren thor ..

2021-02-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!