..."Tidak semua makhluk hidup di dunia ini memiliki kehidupan yang sempurna."...
...||||...
Queen berusaha untuk fokus mengerjakan pekerjaan rumahnya agar cepat selesai dan gas itu bisa segera merebahkan tubuh lelahnya ke kasur yang berada di belakang tubuhnya saat ini.
Mata Queen melirik jam kecil yang berada di meja belajarnya, sudah pukul 22.00 malam dan dia baru berhasil mengerjakan lima soal dari lima belas soal yang di berikan gurunya.
"Ngantuk,"gumamnya pelan.
Queen mungkin memang sangat ahli dalam hal musik dan bernyanyi, tapi gadis itu sangat kurang dalam bidang pelajaran. Dia tidak bisa menangkap materi yang di berikan guru secara cepat, dia juga tidak bisa mencerna apa yang di terangkan guru di depan kelas. Dia kurang dalam bidang itu, dan Queen membencinya.
Saat sedang asik menatap jam, tiba-tiba saja suara pecahan berhasil membuat gadis itu tersentak. Queen mematung ketika mendengar suara Mamanya berteriak di lantai bawah.
"Aku capek sama semua ini! Aku muak. Kenapa gak kita pisah aja, huh!?"
Tubuh Queen mendadak nyeri ketika mendengar teriakan Mamanya yang terdengar sangat menyayat hati. Gadis itu berdiri, dia membuka pintu kamar sederhananya dan berjalan ke tepian tangga. Di bawah sana Queen bisa melihat pecahan vas bunga berserakan di lantai dengan seorang wanita yang masih memakai pakaian pabriknya berdiri tidak jauh dari pecahan vas itu.
Yuna, Mama Queen tengah menatap marah seorang pria paruh baya di hadapannya yang juga tengah menatap marah Mama Queen. Pria itu adalah Om Amar, ayah tiri Queen.
"Aku gak akan biarin kamu pergi dari aku! Ngerti!?"
Yuna terduduk di lantai rumah sederhananya, wanita itu menangis dengan tangan yang mengepal kuat di masing-masing sisi tubuhnya.
"Mama,"lirih Queen yang kedua matanya sudah memanas, mungkin sebentar lagi akan mengeluarkan air mata.
"Tidak usah menangis seperti itu kamu! Gak guna tahu tidak!?"bentak Amar marah.
Yuli mendongakan kepalanya, wanita itu menunjuk marah suaminya.
"Kamu yang tidak berguna! Suami macam apa kamu yang tidak sanggup membiayai kehidupan istrinya, huh!? Bahkan kamu itu selalu meminta uang untuk pergi berjudi bersama teman-teman blangsak kamu yang lainnya!!!"seru Yuna sambil menatap tajam wajah suaminya.
Amar terlihat marah, pria paruh baya yang memiliki badan besar serta brewok lebat itu mencengkram dagu Yuna dengan kuat. Queen yang melihat itu hanya bisa mematung dengan mata terpejam kuat, tidak! Dia tidak sanggup untuk melihat apa yang akan terjadi sekarang.
"Apa kamu bilang!? Kalau dari awal tidak ikhlas untuk memberikan uang jangan di paksakan untuk memberi. DASAR WANITA SIALAN!"
Plak!
Bibir Queen bergetar, telinganya berdengung ketika mendengar suara tamparan keras di susul jeritan Yuna yang semakin menyayat hati. Queen yakin Yuna telah di tampar oleh Amar.
"Tolongin Mama,"gumam Queen entah pada siapa.
"BEJAT!"teriak Yuna lalu masuk ke kamarnya.
Queen membuka matanya, gadis yang sekujur tubuhnya bergetar itu segera berlari ke kamarnya lalu mengunci pintu kamarnya dari dalam.
Tangisnya pecah seketika, gadis itu menelusupkan kepalanya ke bantal guna untuk meredam suara tangisnya. Hatinya sakit seperti sedang di remas kuat. Dalam benaknya dia bertanya-tanya, kapan dia tidak akan mendengar suara teriakan Yuna dan Amar di setiap malamnya? Kapan dia tidak akan mendengar suara tamparan di susul jeritan Yuna karena ulah Amar? Sampai kapan? Queen takut, Queen itu gadis lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Mama-nya.
"Papa... Queen kangen,"gumamnya pelan.
Di luar saja Queen terlihat seperti gadis ceria yang tidak memiliki beban apapun. Tapi di dalamnya, gadis itu menyembunyikan juga menyimpan luka parah di hatinya, dan menimbulkan trauma di tubuhnya.
Queen merasa takut jika ada seseorang yang membentaknya, gadis itu takut ketika menonton film yang mengandung unsur kekerasan. Gadis itu menjadi pribadi yang penakut.
...||||...
"Pagi Yah, Bun!"sapa Kenan sambil tersenyum simpul sebelum ikut duduk bergabung di meja makan.
"Keano gak di sapa, Bang?"
Kenan menatap bocah laki-laki yang duduk di hadapannya dengan alis yang di naikan.
"Mau banget ya di sapa sama gue?"tanya cowok tersebut.
"Ken, bicara kamu yang bener! Masa manggil 'lo-gue' sama Adik?"sahut Bagas–Ayah Kenan dengan tegas.
"Ya biar gaul Yah nantinya si Keano ini." Kenan menatap Keano sambil menyeringai. "Lo nanti gak mau jadi anak kurang gaul kan, Kean?"
Bocah berumur lima tahun itu hanya mengerutkan keningnya, merasa tidak mengerti dengan ucapan Abangnya.
"Udah, gak usah di tanggepin ucapan Kenan. Mending sekarang kita semua sarapan, udah jam setengah tujuh!"ujar Kania–Mama Kenan dengan lembut.
Akhirnya keluarga harmonis itu pun memulai sarapan paginya, sesekali mereka tertawa melihat kelakuan Keano yang sangat menggemaskan.
Diam-diam Kenan bersyukur karena mempunyai keluarga yang akur serta damai seperti ini, dia bersyukur karena mempunyai orang tua yang lengkap dan harmonis seperti Ayah juga Bunda tersayangnya.
"Oh iya Ken, kapan Queen mau main ke sini? Bunda udah kangen pengen ngobrol bareng sama Queen,"ucap Bundanya di akhiri bibir yang mengerucut.
"Jangan ngobrol sama Queen, Bun."
"Lah? Kenapa emangnya, Ken?"tanya Kania dengan kening yang mengerut dalam.
Kenan menelan makanannya terlebih dahulu, senyum di bibirnya hadir ketika mengingat Queen. Gadis menggemaskan itu selalu terbayang di pikirannya.
"Dia lemot, Bun."
"Hush! Kamu nih ya, pacar sendiri juga,"timbrung Bagas sambil ikut terkekeh pelan.
Kenan hanya tersenyum sekilas, lalu meminum air putihnya hingga tandas. Cowok itu berdiri sambil menyalami tangan Papa dan Mamanya, dia juga mengelus kepala Keano sekilas.
"Kenan duluan ya semuanya. Asalamuallaikum."
"Waalaikum salam, Bang. Hati-hati!"seru Kania karena Kenan sudah hilang di balik pintu utama rumahnya.
Kenan mengeluarkan mobil kesayangannya, cowok itu masuk ke dalam dan membunyikan klakson untuk meminta satpam rumahnya membukakan pagar hitam yang menjulang tinggi di depan sana.
Di tengah-tengah perjalanan menuju sekolahnya, cowok itu terus-terusan melirik ponselnya sendiri untuk menunggu Queen mengiriminya kabar. Biasanya pagi-pagi seperti ini Queen akan mengiriminya pesan sekedar untuk mengucapkan selamat pagi atau mengingatkan Kenan agar tidak lupa sarapan.
"Queen,"gumamnya sambil tersenyum.
Gadis itu yang menjadi bahagianya sekarang, hanya gadis lemot itu yang selalu berada di pikiran Kenan. Entah apa yang menarik di dalam diri Queen, tapi yang jelas gadis pendek itu sudah menarik perhatiannya sejak Kenan melihat gadis itu bernyanyi.
Tanpa terasa mobil Kenan sudah sampai di sekolahnya, cowok itu keluar dari mobilnya lalu tersenyum ketika melihat teman-temannya sudah menunggu di kursi yang tersedia di koridor utama sekolah.
"Tumben gak bareng pacar lo,"celetuk Tegar sambil merangkul bahu Kenan dan mereka berjalan menyusuri koridor.
"Semalem dia bilang gak usah di jemput."
"Lo gak curiga dia mau di jemput sama cowok lain gitu?"tanya Verrel yang berjalan di belakang Kenan juga Tegar.
Mendengarnya membuat Kenan mendengus kesal, matanya tanpa sengaja melirik Dea yang berjalan untuk masuk ke kelas.
"Ya nggak, lah. Queen gak mungkin di jemput cowok lain,"jawabnya yang membuat Verrel tertawa.
"Jangan jadi kompor lo, Rel. Kayak gak tau Kenan kalau cemburu kayak gimana." Andra bersuara.
Tegar melirik kebelakang sambil menampilkan senyumannya.
"Dia mungkin pengen di jadiin samsak gratis kalau misalnya Kenan cemburu."
Sontak Verrel pun langsung melotot dan menatap ngeri pada punggung kokoh Kenan dari belakang.
"Gila aja! Nggak, lah. Badan gue auto remuk nanti."
...||||...
Ayo, part ini gimana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments