Tak sulit mendapat rumah sewaan. Hanya berbekal uang muka 2 juta, Rea sudah bisa menempati rumah kecil di sebuah perumahan. Tak masalah ia akan mengeluarkan uang tiap tahunnya hanya untuk membayar tempat tinggal. Karena nanti, ia ingin rumah kecil tersebut berbalik menjadi miliknya.
Menaiki taksi online sekitar 45 menit, pada akhirnya Rea sampai di bangunan tempatnya nanti akan menjalani hari. Rasa takutnya hilang begitu saja, setelah sadar Bapak-Ibu selama ini tidak mendukung langkahnya. Ia sendirian. Regina Athalia tak lagi punya pegangan dan tali yang kuat untuknya hidup.
Satu koper besar ia tarik memasuki halaman yang hanya berukuran 2x5 meter. Menurut temannya, rumah tersebut sudah berisi perabotan, tinggal Rea menambahkan sedikit saja. Terutama peralatan masak, mandi dan tidur. Beruntung uang tabungannya masih ada, bisa dibilang cukup. Bahkan mungkin sangat cukup karena tanggungannya berkurang. Ia hanya akan mencari uang untuknya seorang.
Pah, Rea sementara jauh dari rumah ya. Papa pasti tahu apa yang aku rasain saat ini. Sakit. Rea butuh ruang untuk menyembuhkan diri. Semoga waktunya ngga lama.
Dalam hatinya Rea meminta ijin. Papahnya bukan lah seorang pemaksa, jika beliau masih ada pasti akan memahami perasaan anak perempuan satu-satunya ini. Lima tahun hidup dengan Bapak/Ibu baru yang hingga saat ini tak bisa membuatnya nyaman tinggal lebih lama.
Ada banyak hal yang belum Rea selesaikan setelah Hari H pernikahan. Salah satunya adalah pertanyaan teman-temannya yang datang ke resepsi pernikahan. Grup Whatsapp yang ramai oleh chat penuh kekepoan mereka. Serta ratusan WA pribadi dan DM mampir ke akunnya. Belum satupun ia buka. Ia takut tidak bisa mengendalikan diri dan akhirnya justru tertekan.
Tok tok tok
Rea yang baru saja membereskan kamar, kaget mendengar pintu rumahnya diketuk. Siapa? Rasanya Rea tak mengundang seseorang, bahkan ia tidak memesan barang secara online. Jadi tak mungkin ada tamu di hari pertamanya menyewa rumah.
Sebelum membuka pintu, lebih dulu Rea mengintip siapa gerangan orang yang ada di balik pintu.
Ternyata. Anak kecil?
"Tante?" Panggil anak kecil berusia kira-kira 8 tahun itu saat pintu terbuka.
"Ya?"
"Ada titipan kunci gembok tambahan dari Mamah."
Kepala Rea mengangguk, bersamaan dengan itu tangannya terulur menerima titipan Mamah sang anak. "Rumah kamu dimana?"
"Itu." Katanya sambil menunjuk rumah tepat berseberangan dengan rumah Rea. Rumah yang cukup megah dengan dua lantai, bercat putih dan dihiasi tumbuhan hijau dimana-mana.
"Makasih ya."
"Iya."
Tak berlama-lama, anak lelaki yang sudah ditunggu temannya di depan gerbang itupun berlari dan pergi. Sementara Rea, dia sendiri bingung gembok tambahan itu untuk apa. Ternyata pemilik rumah sewaan ini ada tepat di hadapannya. Itu lebih baik, setidaknya ia sudah mengenal satu tetangga.
...***...
Menjelang sore hari, wanita manis yang modis ini pergi menuju supermarket terdekat. Ia harus membeli bahan makanan dan barang tambahan lain untuk keperluan bersih-bersih. Sudah ia list apa saja yang harus dilakukan di hari pertamanya, membersihkan dapur, ruang tamu, dan kamar mandi. Selanjutnya, untuk urusan halaman rumah Rea akan usahakan besok.
Banyak waktu yang dia miliki sebelum waktu cutinya habis. Ada lebih dari 5 hari, dan ia sendiri bingung apa saja yang akan dia lakukan. Untuk bepergian jauh rasanya tidak mungkin. Harusnya, jika pernikahannya terlaksana, sisa 5 hari ini adalah waktunya bulan madu. Sudah disiapkan paket liburan ke Pulau Seribu atas nama Arka dan Rea. Namun lagi-lagi, Rea harus pasrah menerima kenyataan. Liburan itu ternyata bukan untuknya. Itu milik adiknya.
"Kita perlu daging. Ayo Mas ke sana."
Jantung Rea langsung berdebar keras begitu mendengar suara yang begitu familiar. Manja dan menuntut, ia kenal betul suara itu.
"Mas Arka!"
Siapa? Arka? Nama calon suaminya? Mendadak Rea dilanda kegelisahan,ia masih mempertahankan posisinya yaitu menghadap rak yang tersusun mie instan. Tidak salah lagi, itu suara Rena-adik tirinya. Kenapa mereka ada disini?
Akibat rasa ingin tahu yang membumbung tinggi. Perlahan kepala Rea terangkat dan menoleh ke arah kanan.
Deg
Nafasnya benar-benar berhenti. Matanya reflek melebar, terkejut dengan apa yang dia lihat barusan. Lidahnya kelu, tak bisa mengucapkan kata sedikitpun.
"Kamu belanja juga?"
Rea diam. Hanya mampu memberikan respon dengan kedipan mata. Tanda ia sendiri tak yakin siapa yang berdiri di sampingnya dengan sangat dekat. Diam bukan berarti tenang. Di balik itu, dada Rea benar-benar bergemuruh, seperti ingin meledak namun tertahan.
"Aku pikir, rencana pernikahan kita adalah hal yang benar. Tapi ternyata, ada hal yang lebih benar lagi untuk aku dari Nya."
Ya, orang yang bersebelahan dengannya adalah Arka-mantan calon suaminya. Atau mungkin lebih tepatnya adalah adik ipar Rea saat ini. Tak ingin berlama-lama mengagumi, Rea langsung memutuskan kontak mata. Ia kembali menunduk ke arah keranjang belanjaannya yang hampir penuh. Apa barusan dia bilang? Hal yang lebih benar untuknya. Lalu apa kabar dengan Rea? Mana yang baik dan benar untuk anak yatim piatu itu?
Sebenarnya Rea ingin membantah, ia ingin langsung menanyakan kenapa seperti ini? Kenapa kamu tidak perduli? Tapi kenyataannya, dia masihlah terlalu syok karena bertemu dengan pengantin baru ini.
"Jangan tanya kenapa ini bisa terjadi ya Re. Ini takdir kita. Kamu bukan untuk aku. Intinya itu aja. Belajar buat menerima dan ikhlas."
Lagi, Rea hanya bisa bungkam. Ia tak percaya orang seperti Arka bisa mengucapkan kata-kata seperti itu untuk seorang wanita yang hampir menjadi pasangan hidupnya. Dengan sangat mudah dan tenang Muhammad Arka menasehati Rea seperti seorang teman. Manusia tidak punya hati, bagaimana mungkin Rea tak ingin tanya kenapa?Tiba-tiba harus ikhlas, bukankah itu sulit? Dibagian mana Rea harus menerima?
"Aku lihat kamu baik-baik aja. Lanjutkan belanja kamu. Istri aku sudah memanggil."
Dimana bagian yang terlihat aku baik-baik saja Mas?
"Mas Arka!!"
"Ya!" Teriak lelaki di samping Rea memberi jawaban. Rena memanggil pria itu dengan begitu manjanya. Sementara Arka tanpa rasa risih atau bahkan canggung balik membalasnya dengan manja.
Apa sebenarnya ini sudah terencana?
Apakah ini bagian dari permainan Arka? Secara Rea sadari, dia pernah menolak Arka di awal perkenalan. Apa benar seperti yang Rea pikirkan? Lelaki itu membalas sakit hatinya??
"Permisi Mba!"
"Eh iya Maaf." Reflek Rea bergeser memberikan jalan. Ia tak sadar jika setelah Arka pergi, kakinya melangkah mengikuti pria itu ke bagian sisi supermarket yang lain. Dalam jarak 10 meter ini, dia bisa melihat interaksi dua manusia itu yang sangatlah akrab. Mereka seperti sudah lama mengenal, saling melempar candaan, seperti sepasang kekasih.
Bruk
Keranjang belanja yang Rea bawa mendadak terlepas dari pegangannya. Pikirannya langsung terbawa masa-masa dulu saat pendekatan. Arka begitu dekat dengan Rena. Ia berpikir, itu hanyalah sebuah cara untuk menjalin keakraban. Ia pikir.
Apa mereka bermain di belakang aku?
Tak perlu mendekat dan bertanya, akhirnya dalam hitungan detik Rea mendapatkan jawabannya. Sepasang manusia yang sudah disatukan itu saling bergandengan, memeluk, dan mencium tanpa tahu malu.
Kristal bening yang sudah terkumpul di pelupuk mata akhirnya turun. Perlahan membasahi kedua pipinya. Ia sadar sekarang, ia ditusuk dari belakang. Menggunakan cara halus yang pelan-pelan menyiksa. Belum selesai Rea membereskan hatinya, kenyataan tadi seperti sebuah siraman air garam yang makin membuat luka terasa perih. Ia tersiksa sendiri. Dan itu ulah keluarganya. Jahat.
"Mba belanjaannya jatuh."
Suara lelaki di hadapan Rea membuatnya kembali ke dunia nyata. Ia segera mengambil keranjang belanja yang ada di tangan pria itu kemudian pergi.
"Makasih Mas." Serunya parau saat sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan pria tadi.
...***...
"Wanita dan tangis. Keduanya sama-sama sulit dimengerti." Ujar Jordi pada Bosnya di sebuah ruangan besar bergaya modern.
Usai seminggu pengintaian, ia akhirnya memiliki waktu untuk memberikan laporan. Tak cukup penting. Tapi setidaknya sudah menggugurkan tugasnya sebagai keeper.
"Ada lagi?"
"Tidak ada Mas. L masih setia di dalam rumah. Jarang bersosialisasi. Dia aman."
Dret dret
Getaran ponsel di saku celana Jordi bergetar, begitu nyaring hingga Aero mengernyitkan keningnya.
"Hallo?"
"Lo dimana?"
"Laporan."
"Buruan dateng ke lokasi! Something happened." Jawab pria di seberang sana dengan nada perintah.
"Hallo! Ar-Mas Ardi!!" Teriak Jordi tertahan saat tahu panggilan sudah diputus sepihak. Walaupun ingin mengumpat, tapi Jordi tak bisa. Ia masih tahu sopan santun sedang ada di hadapan siapa dia berada.
Kling. Suara notifikasi pesan masuk terdengar. Dengan cepat Jordi membuat karena tahu itu dari Ardi-partnernya yang entah ada dimana.
Dateng ke IGD RSUD. Buruan!!
"Mas! Saya harus ke RSUD!" Baru saja Jordi mengangkat kepala untuk pamitan.
Brak.
Suara pintu terbanting terdengar dan ternyata tidak ada lagi orang yang duduk di kursi kebesaran ruangan ini. Bosnya ternyata sudah kelaur dari ruangan lebih dulu-tanpa dia sadari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
anggita
rea 2jt-…🏡
2021-02-26
0