Part 4

Aero mengenakan jam tangan di pergelangan tangan sebelah kiri dengan gerakan elegan. Menyisipkan ponsel di saku jaket kulit bagian dalam, dimana disana adalah tempat teraman dibandingkan saku luar sebelah kanan atau kiri. Terakhir ia mengambil kunci motor dan melangkah pasti keluar dari kamar.

Brak

Suara pintu yang tertutup kasar dan keras seketika membangkitkan kesiapsiagaan para anak buahnya di lantai satu. Tiap kali Bosnya itu tinggal sementara di kantor rahasia ini, maka sudah pasti sebisa mungkin penghuni akan menjaga baik-baik suasana. Mengusahakan agar kondiri ruangan rapi, bersih dan wangi. Tidak boleh ada yang merokok, kecuali Aero itu sendiri.

"Jordi?!" Panggilnya seperti biasa begitu menuruni tangga.

"Iya?" Lelaki yang terlihat siap pergi ke kantor itu muncul dari balik kamar lain.

"Saya pulang." Katanya sambil mengabaikan bagaimana tergesanya Jordi. Bahkan mata Aero tak sedikitpun melirik orang kepercayaanya itu. Ia terus lurus memandang apa yang ada di hadapannya. Padahal semua orang-orangnya sudah berdiri di tempat masing-masing untuk sekedar memberi hormat.

Tak banyak yang tahu, siapa sebenarnya Aero itu. Apa pekerjaannya? Bagaimana kehidupannya? Dari keturunan mana dia berasal. Semuanya masihlah rahasia-jika untuk kamu yang baru bergabung dengannya dua atau tiga tahun.

Jordi, pria itulah yang tahu siapa itu Aero. Menurut penilaiannya sendiri. Big boss-nya adalah sosok pria yang fokus pada tujuannya. Ia mendirikan sebuah organisasi, dimana setiap orang yang membutuhkan bisa datang kepadanya. Tentu masalah yang dihadapi para peminta bantuan harus sesuai dengan kriterianya. Kalian bisa menganggap ini sebagai biro hukum yang ilegal.

Brum

Suara motor yang dipanaskan di dalam garasi begitu menderu. Sangat kencang memekak telinga. Aero sendiri ada di atas motor itu sambil dengan tenang menarik gasnya berkali-kali. Entah untuk tujuan apa.

"Kamu bekerja mulai hari ini!" Perintahnya acuh sambil mengenakan helm. Dan tanpa menunggu jawaban Jordi, Aero langsung memasukkan satu gigi dan menarik gas keluar dari garasi. Motor besarnya langsung membelah jalanan yang masih sepi. Sepi karena masihlah jam 4 pagi.

"Bos bilang apa?"

Suara Ardi yang masuk tepat di sebelah kanan Jordi begitu mengagetkan. Pasalnya tadi hanya Jordi seorang yang mengantarkan Bosnya.

"Lo siap-siap. Kita kerja hari ini."

"Sebenarnya apa tujuan lo bawa gue ke kasus kacang macam ini? Lo ngga bisa? Ngurusin satu L aja ngga bisa. Payah!!"

Wajah Jordi langsung berubah tidak suka, apalagi saat pria yang terpaut 5 tahun di atasnya itu mengatainya payah. Bukannya dia tidak bisa, hanya saja dia tidak mengira jika tugas yang Bosnya berikan adalah masalah sekecil ini. Jordi kira, dia harus mengurusi kalangan kelas atas.

"Lo merasa kaya? Ngga butuh uang saku?" Tanya balik Jordi, yang tahu pasti jika pertanyaannya ini akan membungkam lelaki bersabuk hitam taekwondo itu.

Benar saja, Ardi yang berjalan di samping Jordi hanya mampu menggeram. Untuk kasus special macam ini, biasanya uang saku yang Aero berikan tidaklah kecil. Bisa untuk membeli motor untuk pekerjaan sehari. Hitung saja, apabila ia bekerja selama 1 bulan. Maka sudah pasti akan ada 30 motor di tangannya.

Tidak ada yang bisa menolak kasus special yang Aero tawarkan. Selain sebagai tambahan gaji pokok, hal lain yang terselubung adalah, Aero ingin tahu sejauh mana kemampuan orang-orangnya.

...***...

"Mau kemana kamu?"

Rea mematung di tempatnya.

"Masih cuti kan?"

Suara itu kembali terdengar dan kali ini mendekat, tepat di belakang tubuh Rea pertanyaan tambahan terlontarkan lagi. "Tumben bawa koper gede banget."

Segera Rea melirik koper yang ia bawa di sebelah tubuhnya. Benda berwarna merah menyala peninggalan Papah. Itu adalah kado saat Rea mendapatkan pekerjaannya pertamanya.

Yang Ibu tahu adalah, Rea sering melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Hampir setiap bulan pasti ada satu atau dua kali ia pergi bersama Bosnya untuk berkeliling Indonesia. Entah untuk berlibur atau memang benar-benar bisnis.

Pagi ini-tempat jam 6 pagi-Rea kira tak akan bertemu dengan sosok pengganti Mamah. Tapi ternyata salah, wanita paruh baya yang merawatnya dari umur 10 tahun ini bangun lebih awal-tak seperti biasanya. Apa perkataan orang jaman dulu itu benar? Jika seorang Ibu selalu memiliki firasat terhadap anaknya.

"Kamu pergi karena tahu nanti Arka dan adik kamu mau kesini?"

Masih mempertahankan posisinya, mata Rea membola. Ia tidak tahu akan berita itu sebelumnya. Posisinya masih berdiri membelakangi Ibu, menatap kosong apa yang ada di hadapannya. Padahal tinggal berapa langkah lagi ia bisa keluar dari rumah besar ini.

"Bukan-"

"Ibu bisa paham, kamu merasa ngga enak kan sama Arka?" Potong Ibu dengam suaranya yang seolah-olah penuh perhatian. Tapi apa dia bilang barusan? Tidak terbalik? Harusnya Arka dan Rena yang merasa tidak enak. Mereka sama saja menghianati Rea diam-diam.

"Harusnya kamu bilang dari awal. Kalau kamu ngga cocok sama Arka. Atau ketemu temannya yang lebih klop sama kamu. Pasti kejadian kemarin ngga perlu ada tuh. Kita bingung cari kamu kemana-mana. Eh tahu-tahu Arka kasih liat foto kamu lagi sama temannya. Lagi tidur di atas ranjang, dipeluk lagi. Kamu ngga membayangkan harus bagaimana Ibu sama Bapak menyikapi kelakuan kamu? Malu Reee!!" Jelasnya panjang lebar tanpa Rea meminta.

"Tapi beruntungnya, Arka itu malah meminta Rena sebagai calon pengantinnya. Dia mau menerima. Padahal sudah dibuat malu sama kejadian kaburnya kamu." Imbuhnya lagi dengan menggebu-gebu. Rea sendiri sudah tersayat-sayat hatinya. Tidak ada yang mau menanyakan tentang kabarnya. Tidak yang mau mendengar penjelasannya.

Jika kemarin adalah teman Arka, kenapa Arka tidak marah dan segera mencarinya? Kenapa pria itu begitu saja melepaskan Rea saat tahu ia bersama rekannya? Ada sesuatu yang belum gadis pekerja keras ini ketahui.

"Ibu beneran ngga ingin tahu apa yang sudah Rea alami? Ngga cemas saat Rea tiba-tiba ilang?"

Pada akhirnya Rea mengajukan pertanyaan itu, dengan sekuat tekad. Sampai detik ini, dia tak pernah mempertanyakan kasih sayang Ibunya. Karena tanpa bertanyapun, apa yang dirasakan dan dilihat membuktikan sendiri. Namun entah dapat keberanian dari mana, Rea kali ini bersuara.

"Cemas gimana? Kan kamu sudah jelas sama temennya Arka. Ngapain aja kalian di kamar? Sampai tidur bareng begitu? Kalau kamu hamil, bawa cowo itu kerumah."

"Untuk?"

"Nikahin kamu, apa lagi? Wanita hamil sebelum menikah itu aib Re! Pokoknya jangan sampai ada berita seperti itu. Malu-maluin!! Udah sanah kalau mau kerja. Hati-hati!!"

Satu tetes air mata berhasil keluar, menunjukkan bagaimana terlukanya Regina Athalia. Tidak ada yang peduli di rumah ini. Bahkan tidak ada yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Kecuali Bibi Yul.

"Mba!"

Suara lain kembali menghentikannya, kali ini bukan Ibu. Wanita itu sudah kembali ke kamar.

"Kenapa Bi?" Seru Rea sembari membalikkan badan.

Tanpa bisa berkata-kata, bahkan tanpa melihat lebih dulu Bibi Yul. Rea sudah dipeluk dengan sangat erat. Guncangan di bahu wanita bertubuh gemuk itu sangat terasa, tanda dia sedang menahan tangis dan sesak.

"Hati-hati. Pokoknya kabari Bibi kalau ada apa-apa ya?"

Kedua tangan Rea yang sedari tadi diam akhirnya terangkat, balik melingkari tubuh Bibi sebagai salam perpisahan. Tekadnya sudah bulat, dia ingin hidup sendiri lebih dulu. Menata hidup yang dia inginkan, yang tenang dan nyaman walau hanya dia seorang.

"Jaga rumah ini ya Bi." Pesannya untuk terakhir kali.

...***...

"Itu yang keluar bukan Di?"

"Mana?"

"L."

"Iya!" Jawab Jordi dengan sangat yakin. Kedua pria yang ada di dalam mobil ini langsung menegakkan duduknya begitu melihat target.

"Cantik!"

"Jangan bawa-bawa hal macam itu ke tugas kita!" Ardi yang tegas segera memperingatkan.

"Muji aja jadi kesalahan." Balas Jordi yang tak suka saat mulutnya mengeluarkan kata pujian tadi malah dibalas oleh Ardi dengan peringatan.

"Jam kerja kita sampai jam berapa ini?" Tanpa memperdulikan kekesalan Jordi, Ardi melajukan mobil mengikuti si L.

"24 hour, khusus untuk L."

"Gampang!"

Senyum miring di bibir Ardi seketika membuat Jordi menepikan duduknya. Jika sudah menampakkan wajah macam itu, ia pun ngeri. "Laporannya setiap hari atau perminggu?" Tambahnya lagi, terlihat sangat antusias menjalankan tugas ini.

"Kenapa gue merasa lo tiba-tiba bersemangat Bray? Ngga ada niatan aneh-aneh kan?"

"Jawab aja pertanyaan gue."

"Setiap minggu."

"Ok. Simple."

Dan detik itulah, dua orang keeper akan melakukan tugasnya. Tugas yang awalnya mereka anggap mudah. Let see.

Sosok L ada yang bisa menebak?

Jangan lupa Vote, Comment ya Guys.

2 Desember 2020

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

like lgi👍,

2021-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!