Bab 2 : Dolp

Butuh lima belas menit untuk sampai di rumah Leon. Nero tiba di sebuah rumah besar dengan halaman depan yang cukup luas. Pagar tempat itu dibiarkan tanda pintu. Nero yakin, halaman itu bisa dipakai untuk bermain bola.

Nero memarkirkan sepedanya di samping pilar paling pinggir, lalu menekan bel di dekat pintu. Terdengar alunan musik yang merdu sesaat setelah tombol ditekan. Tak menunggu lama, pintu pun terbuka.

"Hai, Nero! Apa kabar? Ayo masuk!" sapa seorang gadis muda, yang langsung menarik tangan Nero. Dia Marine, adik sepupu Leon. Usianya dan Nero hanya terpaut setahun. "Leon sudah menunggumu dari tadi. Dia ada di halaman belakang bersama Papa," ujar Marine tanpa henti dan terus menggandeng tangan Nero.

Tercium aroma yang sedap. Semakin mendekati area belakang rumah, aroma itu semakin kuat, lalu terlihat asap putih mengepul ke udara.

"Sore, Om!" sapa Nero, saat melihat seorang pria yang seumuran dengan Papanya menoleh.

"Sore, Sayang! Kemarilah! Pas sekali, kami baru saja membuat ikan bakar. Kau pasti sudah mencium aromanya, kan?" seru Jhon sembari membetulkan kaca matanya.

Nero memperhatikan sosok Leon yang masih diam, sama seperti Papanya di rumah. Leon sengaja memunggunginya dan terus mengipasi beberapa sosis di panggangan. Nero mendengar suara samar dari dalam rumah, "Sepertinya itu suara tante Lucy, biar aku yang ke dalam," ujar Nero menawarkan bantuan dan langsung masuk lagi ke dalam rumah.

Tak lama gadis berambut hitam itu keluar dengan membawa setumpuk piring. Marine menghampiri dan membantunya membawa sebagian, lalu menatanya di atas sebuah meja kayu besar di bawah pohon.

Biasanya Leon yang membantuku. Apa dia marah karena kemarin? ujar Nero dalam hati.

"Om tinggal dulu, ya. Marine, sini bantu Papa!" ucapnya sambil melambaikan tangan.

Dalam sekejap halaman belakang itu menjadi lengang. Hanya terdengar suara letupan-letupan kecil dari panggangan dan daun-daun yang bergesek karena hembusan angin.

Nero mendekati Leon dengan perlahan, "Leon! Aku minta maaf soal kemarin. Aku nggak bermaksud meninggalkanmu di sana." Nero membuka suara dengan wajah tertunduk.

Pemuda itu masih diam. Biasanya dia selalu ceria dan cerewet.

"Leon, kau masih marah?" ujarnya sambil terus mendekat.

Baru dua langkah ia berjalan, tiba-tiba Leon membalik badannya dan berteriak "AAAAAAA."

Nero kaget hingga tubuhnya terjerembab ke tanah. Pemuda berambut cokelat itu bukannya menolong, tetapi malah terpingkal sembari memegangi perutnya. Ia melempar topeng badut ke tubuh Nero yang masih terduduk di rumput.

"Aku pulang!" seru gadis itu jengkel.

"Satu sama,” sahut Leon. “Gitu saja marah, terus ngambek mau pulang."

Nero tak menggubris ucapan Leon, dia tetap melangkah menuju pintu.

Setengah berlari, Leon mengejarnya, "Oke. Oke. Maaf! Jangan pulang, ya! Aku udah capek-capek masak nih," ucapnya lesu.

Nero menghentikan langkahnya, ia berbalik, "Dua-satu," katanya, lalu terkekeh.

Leon mengacak rambut hitam Nero. Mereka tertawa dan kembali menuju pemanggang. Nero membantu Leon menyelesaikan masakannya. Setelah siap, Leon memanggil keluarga lainnya untuk bersantap. Mereka berlima menikmati makan malam di bawah hamparan cahaya bintang di halaman belakang.

Topik perbincangan malam itu tentang Leon yang menunggu Nero berjam-jam di mercusuar, sedangkan yang ditunggu tak kunjung datang. Marine menunjukkan raut wajah Leon yang ditekuk karena kesal sesampainya di rumah. Sontak semua terawa. Tapi yang paling lucu adalah bintik-bintik merah yang memenuhi wajah Leon, karena gigitan nyamuk.

Untung saja tante Lucy langsung mengoleskan gel pengurang gatal, jadi Leon tidak menggaruknya terus, atau akan menimbulkan bekas di kulitnya.

Nero semakin merasa menyesal telah melupakan janjinya, "Maaf ya. Aku terlalu asyik berenang dengan Dolp, jadi aku lupa padamu."

"Dolp? Siapa Dolp? Apa Rudolf anaknya tetangga kita yang rumahnya di ujung jalan?" potong Marine.

“Ng, itu. Bukan. Bukan dia,” sanggah Nero gugup.

"Rudolph. Dengan P dan H, bukan F. Namanya memang mirip tapi bukan anak itu. Dia saudara Nero yang baru datang dari jauh. Iya kan, Nero?" sela Leon.

"I..iya sodaraku," timpalnya.

“Saudara?” kali ini Om Jhon yang bertanya dengan serius.

“Ya, saudara dari Mama,” sahut Nero perlahan.

“Pantas aku tak mengenalnya. Tapi, mengapa tidak kau ajak sekalian ke sini?” tukas Om Jhon.

Nero mengarang cerita, bahwa Dolp, saudaranya itu hanya mampir sebentar dan tidak menginap. Jadi, dia tidak bisa mengajaknya berkunjung. Untung saja penjelasan Nero bisa diterima, dan tidak ada pertanyaan lebih lanjut tentang Dolp. Sisa percakapannya diisi oleh lelucon Om Jhon seperti biasanya, walau tak lagi lucu karena ia kerap kali mengulang joke yang sama.

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Jam dinding sudah menunjukan pukul tujuh lewat empat puluh, ia pun berpamitan pada keluarga Om Jhon dan berterima kasih atas makan malamnya. Om Jhon, tante Lucy, dan Marine, mengantar Nero hingga halaman depan, Leon akan menemaninya pulang dengan bersepeda.

“Aku yang jarang bertemu dengan Om Jhon saja bingung setiap kali dia menceritakan lelucon. Saat kali pertama, aku bisa tertawa, bahkan untuk yang kedua. Setelah mendengarkannya lebih dari tiga kali, rasanya sulit untuk tertawa,” tutur Nero membuka obrolan.

Leon mengamini apa yang dikatakan Nero. “Seringnya aku kabur saat melihat tanda-tanda Om Jhon akan mencoba melucu,” timpalnya. “Anehnya, tante Lucy masih bisa terpingkal setiap kali Om Jhon bercerita. Padahal mungkin saja dia sudah mendengarnya ratusan kali.”

“Kau lihat bagaimana wajah Marine saat Om Jhon meledeknya begitu dekat dengan Rudolf?”

Leon menyeringai. “Mukanya seperti kepiting asap.”

Keduanya tertawa mengingat kejadian itu. “Tadi terima kasih, ya!” ucap Nero pelan. Leon melemparkan tatapan bingung. “Soal Dolp.” Leon menganggukkan kepala tanda mengerti. “Jika tersudut, mungkin aku akan menceritakan yang sebenarnya. Lalu mereka akan menganggapku gila karena berteman dengan lumba-lumba, atau yang terparah, mereka akan menyangka semua itu halusinasi.”

Nero melirik ke Leon yang masih tidak mengucapkan apa-apa. “Aku masih ingat janji itu. Aku akan mengenalkannya padamu. Secepatnya.”

Leon mengulum senyum mendengarnya. Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Keduanya memusatkan perhatian pada jalanan kecil di depan mereka, yang disinari cahaya bulan.

“Mau masuk?” tawar Nero begitu sampai di depan pagar rumahnya.

Leon menggeleng. “Lain kali saja. Aku masih ada tugas yang harus diselesaikan. Sampaikan salamku untuk Om Ivan.” Leon langsung memutar sepedanya, setelah memastikan gadis yang diantarnya masuk rumah.

...*...

Setelah mandi dan berganti pakaian, Nero menghampiri Ivan yang sedang menonton tayangan TV. Meski masih kesal dengan kejadian kemarin, tapi dia juga tidak tahan terus perang dingin dengan Papanya.

"Nero, sini!” ujar Ivan sambil menepuk sofa di sebelahnya.

Nero menurut tanpa membantah.

“Papa ingin menunjukkan sesuatu." Ivan menyodorkan sebuah buku bersampul biru kehijauan yang tampak usang. "Ini buku harian Mama.”

Dengan cepat Nero menyambar buku itu. Dia membuka halamannya satu per satu, lalu gurat kecewa muncul di wajahnya. Dia melihat Ivan dengan tatapan penuh tanya. "Papa bercanda, ya? Buku ini

kosong!"

**

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

hai kak😊

asisten dadakan masih setia berkunjung kembali😉

mampir yuk

semangaaatt ya💪

2020-12-25

1

Caramelatte

Caramelatte

semangat thorrr jangan kasi kendorrr

2020-12-18

1

Candy Tohru

Candy Tohru

kebayang betapa hangatnya persahabatan mereka. 😊

2020-12-17

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Terpilih
2 Bab 2 : Dolp
3 Bab 3 : Buku Harian Mama
4 Bab 4 : Mimpi
5 Bab 5 : Perjalanan ke Atlantica
6 Bab 6 : Permintaan Maaf
7 Bab 7 : Surat Mama
8 Bab 8 : Penjemputan
9 Bab 9 : Sambutan
10 Bab 10 : Sabotase
11 Bab 11 : Pertemuan Pertama
12 Bab 12 : Muslihat
13 Bab 13 : Latihan
14 Bab 14 : Harapan dan Perjuangan
15 Bab 15 : Rindu Papa
16 Bab 16 : Rencana Klirik
17 Bab 17 : Sean, sang Penjaga Perbatasan
18 Bab 18 : Kejujuran
19 Bab 19 : Keraguan
20 Bab 20 : Bantuan Tak Terduga
21 Bab 21 : Elemen Pertahanan
22 Bab 22 : Sihir Laut
23 Bab 23 : Kesepakatan Para Ketua
24 Bab 24 : Makhluk Besar
25 Bab 25 : Membuat Ikatan
26 Bab 26 : Catatan Pengendalian Ombak
27 Bab 27 : Keajaiban Hutan Saint
28 Bab 28 : Pohon Pelangi
29 Bab 29 : Ladang Teripang
30 Bab 30 : Arus dan Gua
31 Bab 31 : Sejarah Freemax
32 Bab 32 : Makhluk Purba
33 Bab 33 : Labirin
34 Bab 34 : Mantra Perubahan
35 Bab 35 : Worm Hole
36 Bab 36 : Mengenali Arus
37 Bab 37 : Berburu
38 Bab 38 : Mutiara
39 Bab 39 : Tipu Daya
40 Bab 40 : Jalan Pulang
41 Bab 41 : Satu Permintaan
42 Bab 42 : Hiu Basking
43 Bab 43 : Inti Freemax
44 Explanation
45 Bab 44 : Meet Max
46 Bab 45 : Bala Bantuan
47 Bab 46 : Pengakuan Klirik
48 Bab 47 : The Deep Sea Rider
49 Bab 48 : Kabar Gembira
50 Bab 49 : Penobatan
51 Bab 50 : Curahan Hati
52 Bab 51 : Jalan Rahasia
53 Bab 52 : Percabangan
54 Bab 53 : Dinding Rahasia
55 Bab 54 : Perpustakaan
56 Bab 55 : Meminta Pertolongan
57 Bab 56 : Devil Sea Weed
58 Bab 57 : Keputusan Besar
59 Bab 58 : Rencana Cadangan
60 Bab 59 : Hiu Pemburu
61 Bab 60 : Siasat Perdana Mentri
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 1: Terpilih
2
Bab 2 : Dolp
3
Bab 3 : Buku Harian Mama
4
Bab 4 : Mimpi
5
Bab 5 : Perjalanan ke Atlantica
6
Bab 6 : Permintaan Maaf
7
Bab 7 : Surat Mama
8
Bab 8 : Penjemputan
9
Bab 9 : Sambutan
10
Bab 10 : Sabotase
11
Bab 11 : Pertemuan Pertama
12
Bab 12 : Muslihat
13
Bab 13 : Latihan
14
Bab 14 : Harapan dan Perjuangan
15
Bab 15 : Rindu Papa
16
Bab 16 : Rencana Klirik
17
Bab 17 : Sean, sang Penjaga Perbatasan
18
Bab 18 : Kejujuran
19
Bab 19 : Keraguan
20
Bab 20 : Bantuan Tak Terduga
21
Bab 21 : Elemen Pertahanan
22
Bab 22 : Sihir Laut
23
Bab 23 : Kesepakatan Para Ketua
24
Bab 24 : Makhluk Besar
25
Bab 25 : Membuat Ikatan
26
Bab 26 : Catatan Pengendalian Ombak
27
Bab 27 : Keajaiban Hutan Saint
28
Bab 28 : Pohon Pelangi
29
Bab 29 : Ladang Teripang
30
Bab 30 : Arus dan Gua
31
Bab 31 : Sejarah Freemax
32
Bab 32 : Makhluk Purba
33
Bab 33 : Labirin
34
Bab 34 : Mantra Perubahan
35
Bab 35 : Worm Hole
36
Bab 36 : Mengenali Arus
37
Bab 37 : Berburu
38
Bab 38 : Mutiara
39
Bab 39 : Tipu Daya
40
Bab 40 : Jalan Pulang
41
Bab 41 : Satu Permintaan
42
Bab 42 : Hiu Basking
43
Bab 43 : Inti Freemax
44
Explanation
45
Bab 44 : Meet Max
46
Bab 45 : Bala Bantuan
47
Bab 46 : Pengakuan Klirik
48
Bab 47 : The Deep Sea Rider
49
Bab 48 : Kabar Gembira
50
Bab 49 : Penobatan
51
Bab 50 : Curahan Hati
52
Bab 51 : Jalan Rahasia
53
Bab 52 : Percabangan
54
Bab 53 : Dinding Rahasia
55
Bab 54 : Perpustakaan
56
Bab 55 : Meminta Pertolongan
57
Bab 56 : Devil Sea Weed
58
Bab 57 : Keputusan Besar
59
Bab 58 : Rencana Cadangan
60
Bab 59 : Hiu Pemburu
61
Bab 60 : Siasat Perdana Mentri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!