Bab 4 : Mimpi

Sayang, Samudra sudah memilihmu, Atlantica membutuhkanmu.

Nero, Putriku. Altantica menunggumu. Penuhilah takdirmu.

Sudah tiga hari Nero memenuhi janji pada Ivan untuk tidak mengunjungi teluk. Selama itu pula dia selalu bermimpi aneh. Sosok perempuan muda dengan rambut hitam panjang yang tergerai. Wajahnya samar, sehingga Nero tidak bisa melihatnya, tapi bentuknya tampak jelas. Sosok itu memiliki tubuh yang tak biasa. Dia tidak memiliki kaki, melainkan sebuah ekor besar yang cantik. Tubuhnya berkilauan saatu diterpa sinar bulan. Suaranya pun begitu lembut dan nyaman dalam pendengarannya. Dia merasakan sesuatu masuk ke dalam hatinya. Hangat.

Kali pertama makhluk itu muncul dalam mimpinya, hanya dianggap sebagai mimpi biasa yang muncul karena kerinduannya pada laut. Ketika mimpi yang sama berulang dengan suara yang sama, sosok yang sama, dan membisikkan kalimat yang sama, Nero tidak lagi bisa menganggapnya biasa. Tapi dia pun tidak tahu harus berbagi dengan siapa. Nero semakin mengurung dirinya dalam kamar. Dia hanya keluar untuk makan. Wajahnya tampak murung dan tertekan.

Ayah mana yang tidak terenyuh melihat putri satu-satunya seperti itu? Tapi Ivan pun tak bisa berbuat apa-apa. Jika membiarkan Nero terus terhubung dengan laut, dia yakin putrinya akan menghilang seperti Akuari. Tapi jika Nero terus seperti ini, dia pun perlahan kehilangan putrinya.

Ivan mengintip dari celah pintu. Nero sedang berbaring di ranjangnya dengan wajah menatap plafond, tapi pandangannya jauh menembus atap, ia yakin akan hal itu. Gejolak kembali timbul di dadanya, bersamaan dengan ketakutan akan kehilangan yang pernah dia rasakan. Nero adalah buah cinta satu-satunya dengan wanita yang amat dia cintai. Wanita yang menyelamatkan hidupnya, dan kini menghilang tanpa kabar.

Dia tidak ingin hal yang sama terulang kembali. Ivan pun merasa bersalah melihat putrinya seperti mayat hidup. Tidak ada gairah di dalam dirinya. Bagaimana pun, rasa sayangnya lebih besar dan mengalahkan ego serta kekhawatirannya.

"Sayang, Papa mau bicara," ujarnya dari ambang pintu.

"Masuk saja, Pa!"

Hati pria itu semakin remuk, saat melihat dengan lebih jelas anak satu-satunya terbaring dengan tatapan menerawang. Di bawah tempat tidur tergeletak buku peninggalan mamanya. Ia menarik napas panjang dan dalam, berusaha mengatur irama jantungnya.

"Kau marah?" Gadis itu hanya memberikan gelengan kepala sebagai jawaban. Dengan perlahan, Ivan mendekat lalu duduk di sisi tempat tidur, "Maafkan Papa, Nak! Papa ...." Ivan bingung harus berkata apa untuk menghiburnya.

"Pa! Apa Papa tahu apa itu Atlantica?" tanya Nero tiba-tiba.

Ivan bangkit. Air mukanya berubah seketika.

"Atlantica? Siapa yang memberitahumu tentang Atlantica?"

Nero merasa reaksi papanya berlebihan. Semula dia ingin menceritakan tentang mimpi anehnya tiga hari belakangan ini, tapi saat melihat respons seperti itu, muncul banyak pertanyaan di kepalanya. Nero bangun, duduk bersila, dan menatap lekat pada sosok yang berdiri di hadapannya.

"Jadi, Atlantica itu benar-benar ada? Papa tahu soal itu?" tanyanya dengan mata menatap lurus ke mata ayahnya.

Ivan menelan ludah dan mengelap keningnya yang tiba-tiba mengeluarkan peluh. Tatapan gadis kecilnya jelas menuntut jawaban dengan segera.

"Sebelum Papa jawab pertanyaanmu, jawab dulu pertanyaan Papa. Siapa yang memberitahukanmu tentang Atlantica?"

Nero menceritakan mimpi yang dialaminya sejak dia berhenti ke teluk. Ia menjelaskan dengan rinci sosok yang dilihatnya, suara yang didengarnya, dan apa saja yang dikatakan.

Mata Ivan membelalak. Dia menggeleng sambil menekan puncak kepalanya. Akuari! Itu jelas Akuari, Mamanya. Haruskah kuceritakan tentang dirimu saat ini? pikirnya.

Ivan merasa tak bisa berbuat apa-apa lagi. Sekeras dan sekuat apa pun dia menutupinya, jika takdir menghendaki terjadi, maka terjadilah. Seperti saat ini, lebih dari tiga belas tahun ia berusaha menjauhkan Nero dari Atlantica, namun mereka tetap menemukannya.

Ivan tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Seperti saat Akuari yang tidak pernah kembali, ketika terakhir kali meminta izin mengunjungi negeri asalnya. Meski perang masih berkecamuk di hatinya, dia sadar, cepat atau lambat, Nero harus tahu siapa dirinya.

Aku harus mulai menceritakannya dari mana? Pikir Ivan dan menatap jauh ke arah lampu mercusuar yang tampak jelas dari jendela kamar Nero. Atlantica, Atlantican, Dolp,... DOLP! Ya, aku butuh bantuan lumba-lumba itu, ujarnya dalam hati.

“Baiklah. Papa tahu, Papa tidak bisa menyimpan rahasia ini selamanya. Papa akan menceritakannya suatu hari nanti, dan bukan dalam waktu dekat. Tapi takdir berkata lain.”

Nero terlihat bingung mendengar ucapan Ivan. Dia tidak mengerti sedikit pun apa yang dikatakan papanya.

“Papa tidak tahu harus memulainya dari mana. Tapi Papa rasa, Dolp tahu. Kita ke teluk sekarang untuk bertemu Dolp. Kau tahu cara memanggilnya, kan?”

Mata Nero membesar. Ia masih tak percaya apa yang didengarnya. Orang yang selama ini bersikeras melarangnya menemui Dolp, sekarang justru menanyakan dan meminta untuk bertemu.

“Be-benar, Pa? Papa mau ke teluk? Papa mau ketemu Dolp?”

Ivan hanya tersenyum dan mengangguk, lalu mendekap putrinya.

"Kamu mau terus bertanya atau kita pergi sekarang? "

"Oke. Oke. Kita pergi sekarang. Tapi ... Sudahlah. Yuk, Pa!"

Leon, maaf. Untuk kali ini aku harus pergi sendiri eh berdua Papa untuk bertemu Dolp. Aku harus mencari tahu tentang arti mimpiku. Berikutnya aku janji, kau yang akan kuajak, ujar Nero dalam hati.

Pipi gadis itu bersemu saat melihat bibir pantai di hadapannya. Dia meninggalkan sandalnya lalu berlari,

"Papa, akan kupanggil Dolp. Tunggu kami dekat mercusuar!" serunya setengah berteriak.

Ivan membawa sandal Nero dan berjalan menuju tempat yang dijanjikan. Kakinya melangkah menapaki batu-batu besar, namun matanya tak lepas dari gadis belia yang berteriak-teriak sambil berenang memanggil-manggil Dolp.

Ivan bersedekap sembari memandangi laut. Dia teringat kenangannya dengan Akuari, saat pertama kali mengetahui bahwa ia seorang Atlantican. Karena rasa cintanya, mereka tidak menghiraukan perbedaan besar yang ada, darat dan laut, ekor dan kaki, serta darah panas dan dingin. Yang mereka tahu, hanya cinta dan rasa saling memiliki.

Cipratan air asin membuyarkan lamunannya. Seorang gadis tampak bahagia duduk di punggung seekor lumba-lumba. Ivan mengerjapkan matanya berkali-kali. Gadis kecilnya itu benar-benar melakukan apa yang dia ceritakan. Dia dan Dolp bagaikan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

"Papa! Ini temanku, Dolp."

Ivan melambai pada keduanya, "Dolp, aku butuh bantuanmu!" teriaknya.

Tergambar jelas wajah Nero terkejut dan dipenuhi tanya, “Papa kenal Dolp?” gumamnya.

Dengan cepat Dolp mendekati ujung karang dekat menara, tempat Ivan, sahabat lamanya berdiri. Mamalia laut itu membuka mulutnya dan mengeluarkan suara yang memekakan telinga.

"Dolp, aku masih tak mengerti arti suaramu, tapi aku yakin kau mengerti apa yang kukatakan. Akuari berbicara pada Nero lewat mimpi, bahwa Samudra telah memilihnya untuk mewarisi Atlantica. Apa itu betul?"

Dolp menganggukkan kepala, sementara penunggangnya memandang dengan mulut terbuka.

"Nero bertanya tentang arti mimpinya, tentang Atlantica. Aku tahu tidak bisa menyembunyikan hal ini selamanya, tapi aku juga tak tahu bagaimana menceritakan sesuatu yang dirasa tidak masuk akal pada anak tiga belas tahun." Ivan menunduk saat Dolp semakin mendekat. "Dolp, aku yakin kau adalah satu-satunya yang bisa membantuku saat ini. Ceritakanlah pada putriku, Nero, tentang Atlantica, tentang laut, dan tentang Akuari," ujarnya sambil mengusap lembut mulut mamalia itu.

Lagi-lagi Dolp mengangguk, kemudian ia berenang menjauh bersama Nero yang masih kebingungan.

"Dolp yang akan menceritakan semuanya padamu!" teriak Ivan saat Nero melihanya.

"Dolp! Apa benar yang Papa bilang? Kamu tahu tentang Atlantica? Kamu juga tahu tentang Mama? Atlantica itu apa atau siapa dan kenapa butuh aku?" Nero menghujani mamalia itu dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Aku akan menceritakan semuanya padamu, Nero. Bersiaplah! Kita akan menyebrang ke Atlantica," sahut Dolp.

......**......

Terpopuler

Comments

Caramelatte

Caramelatte

eyo kakak author! Ku balik nih!🤭 Semangat yaa upnya! 🤗

2021-01-11

1

Candy Tohru

Candy Tohru

ternyata Dolp juga bisa ngomong!

2020-12-17

1

reni

reni

Waaaaaw. saya bukan penyuka perualangan tapi cara mu menuliskan kisah petualangan ini sangat menarik 👍👍

2020-12-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Terpilih
2 Bab 2 : Dolp
3 Bab 3 : Buku Harian Mama
4 Bab 4 : Mimpi
5 Bab 5 : Perjalanan ke Atlantica
6 Bab 6 : Permintaan Maaf
7 Bab 7 : Surat Mama
8 Bab 8 : Penjemputan
9 Bab 9 : Sambutan
10 Bab 10 : Sabotase
11 Bab 11 : Pertemuan Pertama
12 Bab 12 : Muslihat
13 Bab 13 : Latihan
14 Bab 14 : Harapan dan Perjuangan
15 Bab 15 : Rindu Papa
16 Bab 16 : Rencana Klirik
17 Bab 17 : Sean, sang Penjaga Perbatasan
18 Bab 18 : Kejujuran
19 Bab 19 : Keraguan
20 Bab 20 : Bantuan Tak Terduga
21 Bab 21 : Elemen Pertahanan
22 Bab 22 : Sihir Laut
23 Bab 23 : Kesepakatan Para Ketua
24 Bab 24 : Makhluk Besar
25 Bab 25 : Membuat Ikatan
26 Bab 26 : Catatan Pengendalian Ombak
27 Bab 27 : Keajaiban Hutan Saint
28 Bab 28 : Pohon Pelangi
29 Bab 29 : Ladang Teripang
30 Bab 30 : Arus dan Gua
31 Bab 31 : Sejarah Freemax
32 Bab 32 : Makhluk Purba
33 Bab 33 : Labirin
34 Bab 34 : Mantra Perubahan
35 Bab 35 : Worm Hole
36 Bab 36 : Mengenali Arus
37 Bab 37 : Berburu
38 Bab 38 : Mutiara
39 Bab 39 : Tipu Daya
40 Bab 40 : Jalan Pulang
41 Bab 41 : Satu Permintaan
42 Bab 42 : Hiu Basking
43 Bab 43 : Inti Freemax
44 Explanation
45 Bab 44 : Meet Max
46 Bab 45 : Bala Bantuan
47 Bab 46 : Pengakuan Klirik
48 Bab 47 : The Deep Sea Rider
49 Bab 48 : Kabar Gembira
50 Bab 49 : Penobatan
51 Bab 50 : Curahan Hati
52 Bab 51 : Jalan Rahasia
53 Bab 52 : Percabangan
54 Bab 53 : Dinding Rahasia
55 Bab 54 : Perpustakaan
56 Bab 55 : Meminta Pertolongan
57 Bab 56 : Devil Sea Weed
58 Bab 57 : Keputusan Besar
59 Bab 58 : Rencana Cadangan
60 Bab 59 : Hiu Pemburu
61 Bab 60 : Siasat Perdana Mentri
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 1: Terpilih
2
Bab 2 : Dolp
3
Bab 3 : Buku Harian Mama
4
Bab 4 : Mimpi
5
Bab 5 : Perjalanan ke Atlantica
6
Bab 6 : Permintaan Maaf
7
Bab 7 : Surat Mama
8
Bab 8 : Penjemputan
9
Bab 9 : Sambutan
10
Bab 10 : Sabotase
11
Bab 11 : Pertemuan Pertama
12
Bab 12 : Muslihat
13
Bab 13 : Latihan
14
Bab 14 : Harapan dan Perjuangan
15
Bab 15 : Rindu Papa
16
Bab 16 : Rencana Klirik
17
Bab 17 : Sean, sang Penjaga Perbatasan
18
Bab 18 : Kejujuran
19
Bab 19 : Keraguan
20
Bab 20 : Bantuan Tak Terduga
21
Bab 21 : Elemen Pertahanan
22
Bab 22 : Sihir Laut
23
Bab 23 : Kesepakatan Para Ketua
24
Bab 24 : Makhluk Besar
25
Bab 25 : Membuat Ikatan
26
Bab 26 : Catatan Pengendalian Ombak
27
Bab 27 : Keajaiban Hutan Saint
28
Bab 28 : Pohon Pelangi
29
Bab 29 : Ladang Teripang
30
Bab 30 : Arus dan Gua
31
Bab 31 : Sejarah Freemax
32
Bab 32 : Makhluk Purba
33
Bab 33 : Labirin
34
Bab 34 : Mantra Perubahan
35
Bab 35 : Worm Hole
36
Bab 36 : Mengenali Arus
37
Bab 37 : Berburu
38
Bab 38 : Mutiara
39
Bab 39 : Tipu Daya
40
Bab 40 : Jalan Pulang
41
Bab 41 : Satu Permintaan
42
Bab 42 : Hiu Basking
43
Bab 43 : Inti Freemax
44
Explanation
45
Bab 44 : Meet Max
46
Bab 45 : Bala Bantuan
47
Bab 46 : Pengakuan Klirik
48
Bab 47 : The Deep Sea Rider
49
Bab 48 : Kabar Gembira
50
Bab 49 : Penobatan
51
Bab 50 : Curahan Hati
52
Bab 51 : Jalan Rahasia
53
Bab 52 : Percabangan
54
Bab 53 : Dinding Rahasia
55
Bab 54 : Perpustakaan
56
Bab 55 : Meminta Pertolongan
57
Bab 56 : Devil Sea Weed
58
Bab 57 : Keputusan Besar
59
Bab 58 : Rencana Cadangan
60
Bab 59 : Hiu Pemburu
61
Bab 60 : Siasat Perdana Mentri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!