Waktu telah menunjukan jam 20.00 WIB. Setelah menyelesaikan makan malam bersama, Alcenna pamit ke kamar. "Alcen ke kamar duluan ya Bu ... Ayah," yang dibalas dengan anggukan kepala oleh kedua orang tuanya.
"Oh ya Bu, bila Ibu tidak lelah. Maukah Ibu ke kamar mendengar sedikit keluh kesahku di kota," kata Alcenna memancing agar ibu ke kamar. Dia penasaran ada apa sebenarnya.
"Iya, nanti ibu menyusul."
Alcenna berlalu meninggalkan kedua orang tuanya. Tak lama terdengar pintu diketuk. Tok ... tok ... tok ... Alcenna pun berdiri membukakan pintu, lalu menutup pintu kamar.
"Ada apa Bu?" kata dia to the point. Dia tak sanggup membendung rasa ingin tahunya.
"Nak, ibu mau minta tolong kamu berbicara kepada ayahmu, tolong batalkan niat ayahmu yang ingin berpisah dari ibu."
"Apa Bu? Berpisah?," ia ulangi kata itu dengan dahi berkerut. Sungguh sesaat gadis itu seakan tak mengerti dengan kata berpisah, karena melihat hidup orang tuanya. Dia tak yakin benar mendengar kata berpisah.
Walau mereka tidak termasuk kaya harta tetapi di mata gadis tersebut, mereka berdua orang tua yang kaya hati. Selama ini tak pernah melihat mereka bertengkar atau setelah 6 tahun tak didekat mereka ada hal yang mungkin dia lewatkan. Itulah pikiran sang gadis.
"Ibu tak bisa meminta tolong yang lain Nak. Ibu sudah usahakan bicara ke ayahmu, tapi ayahmu berkeras mau meninggalkan ibu. Ibu kemarin memberi pisau kepada ayahmu," ucap ibunya terbata-bata.
"Untuk apa Bu?" tanya Alcenna sedikit seperti orang linglung. Tadi pisah sekarang pisau.
Ibu katakan pada ayahmu, "jika ingin pergi ... langkahi dulu mayat aku Bang ... aku ini hanya seorang diri Bang. Orang tua tak punya, sanak famili jauh. Bahkan anak-anak tidak ada dekatku ...."
Alcenna tak bisa lagi menahan air mata, ibu juga tertunduk dan menangis. Alcenna tak bisa berkata apapun, hanya menangis dan menumpahkan sesak yang tiba-tiba memenuhi rongga dada.
Begitu juga dengan ibunya, bahu ibu terguncang pelan tanda dia menahan pedih hatinya.
Beberapa saat setelah itu, Alcenna membuka suara pada ibu. "Ada apa sebenarnya Bu? Bolehkah Alceena tahu dan bisakah Ibu ceritakan?"
"Ibu saat itu baru pulang dari sekolah. Ibu melihat tas yang berisi baju ayahmu. Terletak disudut lemari. Ibu kurang paham Nak apa yang jadi penyebabnya. Ibu sudah bertanya tapi ayahmu tidak menjawabnya. Ayahmu cuma mengatakan biarkan aku pergi."
"Terus, ibu tidak bertanya ayah mau ke mana?"
"Sudah Nak. Ibu tanyakan ke ayahmu, ke mana Abang mau pergi? Di usia kita yang sudah tua ini kenapa Abang malah mau meninggalkan aku?"
Saat itu ayahmu menjawab, "Ke mananya liat nanti saja, yang penting aku ingin pergi dulu dari rumah ini, kalau aku pergi setidaknya berkurang bebanmu."
"Aku tak pernah terbebani dengan semua ini, kita ini cuma hidup berdua lagi. Anak-anak sudah tak didekat kita, kalau pun Abang mau pergi ke tempat anak-anak tidak masalah bagiku, tapi kalau Abang mau pergi karena meninggalkan aku, aku tak rela! langkahi mayatku dulu! Itu ibu katakan pada ayahmu."
"Ibu ambil pisau dan beri ke ayahmu Nak," ujar ibunya kemudian.
Kembali gadis tersebut dan sang ibu terdiam. Dia berpikir, apa karena sekarang ayahnya tidak bekerja. Maka kepercayaan diri ayah jadi menurun, tapi dia dan ibunya tak pernah mempermasalahkan selama ini. Rezeki Allah yang mengatur, selagi hambanya mau berusaha dan berdoa. Lalu kenapa sampai ayah mempertaruhkan rumah tangganya di usia senja," gadis tersebut membatin sambil menatap ibunya dengan pandangan tak mengerti.
"Bu ... biar besok Alcenna tanya ke ayah, ketika ibu di sekolah. Mana tahu ayah mau lebih jujur ke Alcenna dan sekarang Ibu bawa tenang dulu, jangan terlalu berpikir jauh. Semoga ada jalan untuk kita tentang ini ya Bu." Dia meyakinkan ibunya.
Alcenna mencoba memberi ketenangan sedikit kepada ibunya, padahal jauh di dalam hati, dia sangat merasa sesak dan nyeri memikirkan rumah tangga orang tuanya yang tiba-tiba di ujung tanduk tanpa ada tanda-tanda.
"Ibu balik ke kamar dulu, kamu istirahat ya Nak. Namun ibu minta yakinkan ayahmu. Ibu tak ingin berpisah hidup dengannya, andai pun berpisah hanya maut yang memisahkan kami." Pesan ibunya.
Setelah ibu menutup pintu kamar, Alcenna berbaring sambil menyanggah kepala dengan kedua tangan, dia termangu memandang langit-langit kamar.
"Sebelum aku bertanya sendiri, aku tak mau berpikir yang buruk tentang ayah. Ayahku bernama Moswen, laki-laki yang kini berusia 55 tahun itu bukanlah lelaki yang buruk dalam bersikap pada anak istrinya." Alcenna menggumam.
"Dia seorang ayah yang sangat kami hormati. Ayah yang memang tidak melimpahkan kami dengan harta benda, tapi melimpahkan kami kasih sayang yang lebih. Seorang ayah yang sangat memperhatikan putra-putrinya." Gadis itu masih meneruskan gumamnya.
drttt ... drrrrttt ....
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Dia menoleh sepintas melihat ke meja riasnya, memutus gumamnya. Dia bangkit dan berjalan menuju meja rias.
"Halo sayang ...." ujar seseorang di seberang sana yang tak lain adalah kekasihnya yang telah mengisi hati selama 5 tahun ini. Hanya hatinya bukan hari-harinya.
"Ya sayang, halo juga," katanya sedikit tidak semangat. Dia lelah fisik, lalu tiba-tiba lelah hati mendengar cerita ibunya.
"Kok lesu saja suaranya, mau tidur ya?" tanya kekasihnya diujung telepon.
"Belum." Alcenna menjawab dengan irit.
"Hmmm ada masalah apa di kampung? Kemaren semangat pas izin mau pulang kampung, apa mau aku susul ke sana?" tanya si pria dengan beruntun.
"Jangan, tak usah. Cuma masih letih saja." tolak sang gadis dengan cepat.
Di dalam hatinya, "Disuruh menyusul pun paling ada saja alasan. Lagian selama ini dia tak pernah bertanya detail di mana kampungku. Jika ingin pulang, aku hanya bilang pulang kampung tanpa menyebutkan nama kampungku. Alcenna tak ingin berbagi cerita ini.
"Yakin tak ada masalah?" desak si kekasih gadis tersebut.
"Iya," jawaban singkat kembali terdengar.
"Ya sudah, aku mau mengabari besok sudah mulai berangkat berlayar lagi, kamu hati-hati dan jaga hati."
"Ke jepang lagi? Berapa lama?" tanya Alcenna.
Ternyata benar batin Alcenna. Gayanya saja bilang pakai mau menyusul. ini saja pamit karena mau berangkat, Alcenna berkata di dalam hati.
"Ya, pelayaran sekali ini mungkin sekitar 4 bulan atau bisa jadi 6 bulan." Kekasihnya menjelaskan.
Walaupun pikirannya sedang banyak, dia ingin membahas perkembangan hubungan ke depannya. Alcenna bingung, mau dibawa ke mana hubungan mereka selama ini. Apakah mau dibawa ke pelaminan atau akan dibawa ke laut saja.
"Sayang sibuk tak? Ada yang ingin aku bahas sejak lama." Alcenna berusaha menyampaikan isi hatinya.
"Tidak sibuk kok, mau bahas apa?" tanyanya lembut.
"Sayang selalu pergi lama, bahkan yang ini lebih lama lagi. Apa tidak bisa mencari kerja di darat saja, ketika kita sudah menikah nanti. Maksudku kalau bisa jangan jadi pelaut."
"Kenapa hmmm? Apa takut aku berselingkuh?"
"Aku lebih takut dengan diri sendiri, takut tak kuat membina rumah tangga selalu berjauhan begini."
Dia terdiam di ujung sana, tetapi Alcenna tetap berkicau laksana burung murai di pagi hari. "Jika begini terus kapan kita bisa berencana menikah, sekarang usiaku 22 tahun. Aku berencana menikah di usia 24 tahun. Itupun jika Allah meridhoi."
Alcenna memberi waktu beberapa saat ketika dia masih terdiam. Lalu setelah itu dia mendengar jawaban dari kekasihnya, "Beri aku waktu selama 4 bulan aku berlayar ya sayang. Setelah pulang, kita bahas secara langsung tidak lewat telepon, bagaimana?"
"Baiklah, tapi pikirkanlah masak-masak di sela waktu santai. Jangan jadi beban dalam bekerja. Aku istirahat dulu ya, badanku letih sekali rasanya." Alcenna memutuskan sambungan seluler ketika kekasihnya menjawab ok.
Ya ... orang yang mengisi hatinya adalah seorang pelaut. Alcenna dan dia terpisah jarak jauh. Walau pun dia lagi tidak berlayar, mereka pun hampir tak bertemu, tapi walau begitu gadis cantik itu masih setia padanya.
Alcenna kembali berbaring dan teringat kata-kata soal jaga hati, "Jaga hati? Uffh entah siapa yang sekarang harus jaga hati."
Lima tahun pacaran, rasa tak punya pacar. Alcenna selalu pergi dengan teman, waktu hanya habis untuk keluarga dan teman.
Dia semakin lelah dan entah kapan jatuh dalam tidur pulasnya. Dia mulai berlayar lebih dahulu, meninggalkan kekasih yang akan berlayar di pagi hari.
**//**
...Ardhan Barra
...
Alhamdulillah bab dua nya selesai, tapi aku minta kritik saran para readers yang terkasih..
Jika cerita ini terasa menjenuhkan jangan tinggalkan aku yaa ... tapi tinggalkanlah jejak komen readers agar kedepannya lebih menyenangkan 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Tionar Linda
visual nya buat ❤️ Q meleleh Thor 🤗
setahuq klau suami istri jarang manggil suami Abang,, Menurut biasanya ayah atau mas.. kurang srek panggilan nya Abang apalagi Uda berumur,, cuma pendapat pribadi aja boleh kan Thor 😁
2021-04-29
1
Arin Anggraeni
asik jg ceritanya
2021-02-17
1
Aries0480
mmmm 🤔... masih nyimak 😇
2021-02-13
0