Tolong Aku SuamiKu
Panasnya matahari, seakan membakar bumi dan isinya, tak terasa oleh para penumpang di sebuah mobil travel yang sedang melaju dengan kecepatan masih standar menembus jalanan kota. Mobil berwarna hitam metalik itu terlihat mulai menuju keluar dari batas kota.
Di dalam travel terlihat seorang pria dan wanita yang duduk bersebelahan. Di mana pria tampan itu terlihat ingin beramah-tamah dengan gadis muda yang terlihat sedang tidak bersahabat. Gadis muda itu bernama, Alcenna.
"Mau ke mana Dek?" tanya pria yang duduk di sebelah gadis tersebut memancing percakapan.
"Pulang kampung!" jawab gadis itu singkat dan terdengar ketus. Suasana hatinya sungguh terlihat tidak baik saat ini.
"Sombong sekali Dek," kata pria tampan itu masih dengan nada lembut. Namun si gadis tidak terpengaruh sama sekali. Wajah kusut tergambar jelas didampingi sikap acuh tak acuh darinya.
"Masalah buat situ!" jawab Alcenna masih ketus. Tiada keramahan apapun dari gadis itu.
Mendengar jawaban yang tidak bersahabat, membuat pria di samping gadis tersebut akhirnya diam seribu bahasa.
"Rasakan situ, mau sok kenal sok dekat," batin gadis itu.
"Lagian, sudah tua masih saja ganggu anak gadis orang," hati gadis itu masih membatin.
Sebenarnya pria itu tidak juga terlalu tua, karena Alcenna gadis berusia 22 tahunan, sehingga ia merasa di atas angin. Namun itu bukan alasan sepenuhnya dia bersikap ketus. Pikiran ruwet membuat dia tak ingin diganggu. Apalagi mereka tak saling kenal.
Tak terasa mobil telah jauh keluar dari kota. Satu jam sudah berada di perjalanan. Alcenna ingin memejamkan mata untuk tidur sejenak. Melepaskan beban pikiran yang mengganggu beberapa hari ini, tapi ternyata matanya tak bisa sinkron dengan pikirannya. Hingga Alcenna mendengar kembali suara pria di sampingnya berkata, "Mau minum?"
"Tidak, terima kasih!" Lagi-lagi Alcenna bersuara dengan nada sinis. Tak ada manis-manisnya nada bicara yang terdengar. Herannya, pria itu tak juga jera untuk beramah tamah.
"Percaya diri sekali mengasih air minum bekas bibirnya. Dia kira siapa dia rupanya." Alcenna berkata dalam hati dan semakin geram pada pria tampan itu.
"Tenang saja, tak ada virus kok." Sekali lagi dia menjawab, seakan tahu jalan pikiran Alcenna. Jelas pikiran pria itu salah duga dengan penolakan gadis tersebut.
Alcenna diam dan tidak meladeni ucapannya, sungguh hati kecil Alcenna tersulut emosi juga pada akhirnya dengan sok kenal sok dekatnya itu. Alcenna memejamkan mata, pura-pura ingin tidur. Alih-alih ingin tidur, yang ada pikiran dia mengembara dengan pembicaraan ibunya di telfon dua hari yang lalu.
***
Kilas balik ...
"Assalamu'alaikum Nak, kamu bisa izin kerja satu atau dua hari Nak?" terdengar suara ibu di seberang sana.
"Wa'alaikumussalam, ada apa ya Bu? Kenapa mendadak?" tanya Alcenna sambil menduga-duga ada apa gerangan.
"Ibu ingin kamu pulang kampung sebentar, ada yang ingin ibu bicarakan dengan kamu tapi tidak lewat telepon ini, dan cukup kamu saja yang pulang, tidak dengan adik-adikmu."
"Apa sepenting itu Bu? Sehingga harus dalam waktu dekat ini juga Alcen izin kerja?" tanya Alcenna pelan.
"Iya Nak, ini mendesak sekali. Usahakan Nak, besok pagi minta izin dan sorenya langsung berangkat pulang." Terdengar suara lembut Ibunya di seberang sana, walau lembut tidak bisa untuk dibantah.
"Baiklah Bu, Alcen usahakan besok pagi minta izin dari kantor ya, assalamu'alaikum Bu" jawabnya mengakhiri pembicaraan yang cukup membuat hati penasaran. Hanya saja ia tak mendapat izin waktu itu. Bos memberinya izin baru hari ini. Alcenna menelepon ibu, dan meminta menunggu.
"Kampungnya di mana Dek?" Kembali si makhluk reseh di samping buka suara. Heran, begitu tidak jeranya dia dengan sikap judes Alcenna.
Aakkkkhhhh ... sungguh gadis itu dibuat senewen oleh pria di samping, tetapi Alcenna tetap menjawab, "Aku tinggal!!"
Alcenna mendengar dia tertawa. Dasar aneh dijuteki berulang kali malah tertawa, lalu dia kembali diam. Beberapa penumpang memperhatikan interaksi mereka. Alcenna masa bodoh, bodoh amatlah. Mereka kembali berdiam diri.
Setelah 3 jam perjalanan, pak supir mengantar sampai ke alamat rumah orang tua Alcenna. Dia turun tanpa permisi pada pria yang menyapa tadi, sedikitpun tak ada niat di hati akan beramah-tamah dengan pria tersebut. Alcenna hanya mengucapkan terima kasih pada supir.
"Assalamu'alaikum Bu ...." ucap Alcenna sambil mengetuk pintu rumah.
Merasa tak mendapatkan jawaban, sambil jari tangan lentiknya mengetuk pintu, dia mengulangi mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum Buuu ...."
"Buuu ... Ayaaah ... ohhh BuuAyaaah ...." ujarnya kemudian sedikit iseng.
Krieeettt ... terdengar pintu rumah yang sudah dimakan usia berbunyi, tanda seseorang telah menyadari dia telah sampai.
"Bukannya mengucapkan salam, malah memanggil buaya pada orang tuamu Nak," ujar ibu lembut tapi tidak dengan cubitan yang terasa di pinggang Alcenna. Alcenna merasa lumayan perih rasa digigit semut, itu pun semut gambir.
"Sudah loh Ibu, sudah dua kali Alcenna ucapkan, tapi yang Ibu dengar yang Alcenna panggil dengan iseng. Assalamu'alaikum Ibu," ucapnya kemudian mengulangi salam.
"Wa'alaikumussalam, ayo Nak kita ke dalam. Mandilah dulu, Ibu akan membuatkan kamu teh hangat."
"Baik Bu, terima kasih. Ayah mana Bu?" tanyanya sambil celingak-celinguk memindai keberadaan ayahnya.
"Ayah masih pergi bersama temannya."
"Ohhh."
Alcenna langsung menuju ke kamar, kamar yang sudah enam tahun dia tinggalkan, karena pada awalnya dia memilih melanjutkan Sekolah Menengah Atas di ibu kota provinsi, inginnya ke ibu kota negara, tapi dia gadis lugu dari kampung. Dia takut dijual. Itu alasannya jika ada yang bertanya. Padahal dia tak ingin membebani orang tuanya terlalu besar.
Alcenna sudah enam tahun di kota P. Dia pulang ke desa hanya sekali setahun. Bertepatan dengan hari raya. Saat bersekolah, hari-hari libur dia akan pulang. Hanya tiga tahun setelah dia bekerja dia tak bisa pulang seperti dulu.
Dia anak pertama dari tiga bersaudara, adik-adik menyusul sekolah di kota ketika masing-masing mereka telah menamatkan Sekolah Menengah Pertama di desa.
Waktu telah menamatkan SMP, Alcenna datang pada ayahnya dan sengaja meminta pada ayahnya untuk melanjutkan SMA di kota. Dia merasa jika di desa nantinya akan sedikit kesulitan mencari kerja setelah tamat sekolah.
Jika sekolah di kota, akan banyak kenalan dan akan lebih mudah mencari kerjaan setelah tamat. Itulah perkataan yang diucapkan Alcenna untuk meyakini hati ayahnya. Memang, dia tak berniat langsung melanjutkan kuliah, karena ingin meringankan beban orang tua.
Walau anak seorang guru, tapi pada zaman itu, gaji seorang guru tidaklah makmur yang dibayangkan, apalagi ayahnya bekerja serabutan. Hanya banyak bersyukur saja.
Sambil berbaring sejenak melepas lelah, dia teringat ketika meminta izin sekolah ke kota pada ayah-ibunya. Ibunya sedikit keberatan. Maklum hati seorang ibu, tapi sang ayah mengizinkan setelah dia katakan dengan jelas alasan sekolah ke kota.
"Ayah tanya padamu, apakah kamu yakin sekolah di sana dan bisa menjaga kepercayaan ayah, tidak membawa aib dan malu pulang ke kampung ini?" Suara ayah yang lembut namun penuh ketegasan meminta kepastian Alcenna.
"Yakin Yah," jawabnya mantap. Dia yakin tak akan membawa malu untuk ayah-ibunya, karena ia berniat sekolah ke sana untuk masa depan yang lebih baik dan ada nama ibu yang akan diperjuangkan sebagai profesi guru, di mana beliau mendidik generasi bangsa.
Apa kata dunia nanti jika anak seorang pendidik generasi bangsa membuat malu. Bisa-bisa ibunya dihujat karena gagal mendidik anak sendiri. Alasan itu menjadi motivasinya untuk melangkah hati-hati.
Namun manusia banyak yang lupa atau banyak tahu salah manusia lain saja. Anak guru sekalipun hanya anak manusia. Gudang salah gudang dosa.
"Kalau sudah yakin, baik ayah izinkan. Sekali lagi jaga diri baik-baik setibanya di sana, dan satu lagi pesan ayah kurangi sifat keras hati kamu Nak. Tidak baik terlalu keras hati, bisa menghancurkan diri sendiri. Besi saja yang keras bisa hancur karena panas dan air hujan," kata ayah panjang lebar.
"Tapi aku bukan besi, ayah. Aku manusia." Tentunya kalimat itu dia ucapkan dalam hati saja, yang dia lakukan hanya menganggukkan kepala. Namun bukan berarti dia setuju dengan ucapan ayahnya yang mengatakan keras hati bisa menghancurkan diri sendiri.Maklumlah gadis remaja berusia 16 tahun.
***
Tok ... tok ... tok ....
Alcenna bangkit ketika mendengar pintu kamar diketuk. "Loh belum jadi mandi?" tanya ibunya.
"Belum Bu. Sebentar lagi ya Bu, tadi meluruskan pinggang dulu. Rasanya ini pinggang sedikit tidak lurus," dia menggoda sang ibu.
"Ya sudah, tapi jangan lama ya. Nanti tehnya keburu dingin dan lagi ibu sudah buatkan mie goreng kesukaanmu Nak."
"Iya Bu. Terima kasih Ibu sayang. Ini langsung mandi, tapi sebelum itu, Alcen penasaran ada apa Ibu menyuruh pulang? Apa tak bisa mengasih tahu intinya saja sekarang, jadilah." Dia merayu ibunya.
"Hmm nanti ya Nak kita cerita, mandi dulu terus minum teh dan makan mienya dulu. Nanti malam ibu cerita." Sang ibu menolak dengan lembut.
"Baiklah Bu, Alcen mandi dulu." Akhirnya gadis keras kepala itu menuruti perkataan ibunya. Alcenna menuju lemari, membuka lemari usang tersebut dan mengambil handuk lalu melangkah ke luar kamar. Dia masih sempat mendaratkan ciuman sayangnya pada pipi ibunya.
**//**
Haii Readers yang terkasih ... ini novel author yang pertama ya. Author sengaja buat cerita ringan dikalangan biasa saja.
*S**emoga ada manfaat dan bisa memotivasi kita bersama* dalam hidup sehari-hari dan bisa sebagai hiburan pikiran kita yang sama penat heheee.
***Kritik dan saran nya author harapkan ya, biar bisa membuat author lebih berkembang, gak badan aja ni yang author kembangkan heheee ....
Selama ini sebagai readers author rajin kritik dan saran, tetapi ternyata setelah mencoba ngarang author menyesal banyak kritik ... mengarang itu tak segampang mengkomen 😂😂***
...Alcenna Moswen
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Dylan Sokoy
visualnya cantik banget thor/Rose/
2024-11-22
0
Tionar Linda
aku mampir dulu Thor 🤗 visual nya mirip aku remaja Thor hehehe 🙈🙈🙈
2021-04-29
1
Mei Shin Manalu
Aku mampir...
2021-03-29
0