“Twwiitt..twwiitt.. twwiitt..” suara burung berkicau di pagi hari. Asiyah terbangun dari tidurnya. Ribut sekali suara kicau burung itu.
Seberkas sinar matahari masuk melalui lubang-lubang dinding papan rumahnya. Menyinari wajahnya cantiknya yang masih terlelap. Membelai mata indahnya yang masih tertutup.
Seketika Asiyah sadar.
Dilihatnya cahaya yang masuk ke kamarnya. Silau. Dilihatnya Aisyah dan Ali yang tidur satu kasur dengannya. Kasur lusuh yang dipinjamkan pemilik kontrakan. Mereka masih terlelap.
Dibukanya jendela kamarnya. Asiyah terperanjat. Langit sudah terang. Ia belum sholat subuh. Secepat mungkin Asiyah pergi ke sumur belakang rumah. Berwudhu.
Secepat mungkin pula Ia membentangkan sajadahnya untuk menunaikan sholat subuh yang terlewat waktunya itu. Gak apa-apa lah terlambat, daripada tidak sama sekali, ini namanya udzur, Asiyah benar-benar tak sadarkan diri dalam tidurnya tadi.
Selesai sholat Asiyah langsung membangunkan adik-adiknya.
Aisyah dan Ali hari ini mulai bersekolah di sekolah baru.
“Aisyah, Ali, ayoo banguunn, ini sudah jam setengah tujuh, kalian bisa terlambat nanti,” Asiyah sedikit berteriak, menggoyang-goyangkan tubuh Ali dan Aisyah, membangunkan mereka dengan paksa.
Asiyah agak marah, karena sebenarnya Ali sudah bangun dari tadi, matanya tampak mengintip berulang kali. Ali malas sekali sekolah di sekolah barunya, soalnya kemarin Ali sudah pernah ke sana melihat keadaan sekolah itu, bersama Pak Subroto. Ali tidak suka. Apalagi harus berjalan kaki pulang pergi sekolah. Tidak ada mobil antar jemput sekolah lagi. Ali capek. Begitu kata Ali, dengan wajah masamnya.
Umi yang mendengar kegaduhan Asiyah dan adik-adiknya juga ikut terbangun.
Abi dan Umi tidur berdua dikamar belakang.
Cuma ada dua kamar kecil di kontrakan ini. Itupun tak berpintu, hanya ditutupi tirai kain, lusuh pula warnanya.
Umi buru-buru menyiapkan sarapan seadanya untuk pagi ini. Ada roti tawar sisa kemarin yang dibawa dari rumah mewah mereka yang lama.
Subuh tadi Umi sudah bangun, lalu sholat subuh. Tapi karena semalam terlalu capek beres-beres rumah bersama Asiyah jadi Umi langsung tidur lagi, sampai lupa membangunkan Asiyah untuk sholat subuh.
Sampai jam setengah tiga pagi Umi dan Asiyah berbenah. Membersihkan kontrakan.
Banyak sekali sampah di dapur. Berserakan. Banyak tikus. Bau busuknya menusuk sekali.
Ternyata ada bangkai tikus di kamar mandi. Kamar mandi letaknya di belakang rumah, lumayan berjarak dari rumah. Bertutupkan seng seadanya, di sekelilingnya.
Sumurnya ada di sebelahnya. Airnya harus ditimba dulu kemudian dialirkan melalui pipa, nanti airnya akan mengalir melalui pipa tersebut dan masuk ke dalam bak kamar mandi.
Capek memang. Tapi kalau tidak begitu bagaimana bisa mandi, buang air kecil dan buang air besar, mencuci pakaian juga disana, kamar mandinya cukup besarlah untuk melakukan segala aktivitas rumah tangga. Di satu tempat.
Yaa benar-benar di satu tempat.
Sebenarnya Umi dan Asiyah agak risih mencampur adukkan segala kegiatan rumah tangga di satu tempat. Agak jijik.
Tapi yaa sudahlah.
Inilah adanya. Inilah keadaannya. Inilah takdir mereka. Tidak apa-apa. Nanti setiap harinya biarlah Asiyah dan Umi yang menimba air secara bergantian untuk memenuhi bak air di dalamnya.
Ali dan Aisyah tidak mungkin melakukannya. Mereka masih terlalu kecil.
Dinding sumurnya lumayan tinggi. Umi dan Asiyah takut kalau-kalau nantinya mereka bukannya membantu meringankan pekerjaan rumah tangga, malah jatuh ke dalam sumur.
Berurai air mata Ali pergi ke sekolah.
Untuk satu pekan pertama Asiyah lah yang akan mengantarkan Aisyah dan Ali pulang pergi sekolah. Berjalan kaki. Asiyah bermaksud mengajarkan mereka pelan-pelan supaya terbiasa berjalan kaki nantinya pulang pergi sekolah berdua. Biar berani. Biar mentalnya terlatih.
Yaa pelan-pelan biar bisa menerima keadaan mereka saat ini. Tidak mewah. Tidak seperti dulu lagi.
Yaa.. tidak apa-apa Kak Asiyah izin dulu dari kuliahnya selama satu pekan. Yang penting adik-adiknya bisa tenang bersekolah.
Kasihan juga Umi kalau harus mengurus semuanya sendirian. Lagi pula Asiyah juga akan berkuliah di perguruan tinggi swasta yang baru, yang murah biaya semesterannya, yang tidak terlalu ketat peraturannya.
Mudah-mudahan tidak ada masalah nantinya dengan absensinya dalam satu pekan pertama perkuliahannya. Yang penting kan nanti tetap kuliah, begitu pikirnya.
Sebenarnya ini juga merupakan ujian bagi Asiyah. Mana pernah Asiyah seumur hidupnya berjalan kaki sejauh ini pulang pergi ke suatu tempat.
Sejak dulu Asiyah selalu diantar jemput menggunakan kendaraan. Kadang Abi yang menjemput. Kadang juga Umi. Kadang kalau Abi dan Umi tidak bisa mengantar jemput Asiyah, Asiyah akan dipesankan kendaraan lain seperti taxi dan yang lainnya. Dan juga dulu Asiyah pernah dibelikan mobil oleh Abi, walaupun Asiyah jarang memakainya. Asiyah lebih suka diantar jemput oleh Abi dan Umi saja.
Memang karunia Allah lah yang membuat Asiyah tabah menerima semua keadaan ini dan menjadi penguat untuk keluarganya.
Asiyah memang sebetulnya bukanlah anak yang matrelialistis, bahkan dengan kemewahan yang kerap diberikan oleh Abi pun dulu, Asiyah hanya bersikap biasa saja, tidak seperti anak-anak remaja kebanyakan yang menghambur-hamburkan harta orang tua mereka, pamer sana sini, jalan sana sini.
Bagi Asiyah, Ia menggunakan harta itu hanya karena harta itu adalah pemberian orang tuanya dan Asiyah cukup memanfaatkan seperlunya saja, tidak untuk berfoya-foya.
Tidak seperti yang diharapkan, semua berjalan tidak selancar yang dibayangkan.
Ali sangat tidak suka dengan sekolah barunya.
Hari pertama dijemput Kak Asiyah pulang sekolah. Ali cemberut saja keluar dari pintu gerbang sekolahnya. Aisyah yang mengikutinya di belakang juga tidak kalah menekuk wajahnya.
Sepanjang perjalanan pulang sekolah, mereka hanya diam saja. Mukanya masam. Memendam amarah.
Tubuh bulat Ali nan gempal berjalan agak cepat. Bergetar-getar pipi cabinya.
Aisyah yang kurus mengimbangi langkah kaki Ali. Tersengal nafasnya. Kak Asiyah mau tidak mau juga cara berjalannya mengikuti Ali.
Ali mau cepat-cepat sampai di rumah. Malas melihat wajah Kak Asiyah. Pokoknya kesal dengan semuanya. Kak Asiyah yang memegang tangan kedua adiknya berada ditengah-tengah. Mereka berjalan berjejer, cepat sekali seperti barisan bebek yang sedang berlari.
Asiyah mengerti betul perasaan Ali dan Aisyah.
Berulang kali Asiyah bertanya pada kedua adiknya di sepanjang perjalanan pulang. Tetapi mereka tetap saja diam. Cemberut terus wajahnya.
Sesampainya di rumah, baru sejengkal kakinya menginjakkan lantai rumah. Ali langsung saja membanting tasnya ke lantai. Ali ngamuk. Badannya terduduk terkulai di lantai.
“Pokoknya Ali tidak mau lagi sekolah di sana Umi, Ali mau pindah lagi ke sekolah yang lama, Ali juga tidak mau lagi tinggal di sini! Rumah ini jelek,” Ali berbicara keras.
Umi langsung menghampiri Ali, terkejut.
“Ali kenapa sayang? Ali makan dulu yaa Nak?” ucap Umi lembut pada Ali yang duduk menggelepok di lantai. Berderai air matanya.
“Aisyah.. Aisyah makan dulu yaa Nak, ganti baju dulu gih,” sambung Umi.
Umi melihat Aisyah yang juga merengut saja dari tadi. Diam saja. Berdiri di dekat Ali. Tidak mau bicara. Aisyah memendam sesuatu di hatinya.
Asiyah yang dari tadi berdiri di depan pintu, hanya diam memperhatikan adik-adiknya.
Umi pun juga sangat paham akan perasaan anak-anaknya. Ali dan Aisyah masih belum menerima keadaan mereka sekarang. Walaupun sebenarnya Umi juga begitu.
Sementara Abi belum juga mengalami perkembangan. Abi masih saja terbaring di atas kasurnya. Hal ini membuat Umi semakin sedih.
Asiyah kemudian membujuk Ali dan Aisyah untuk masuk ke dalam kamar. Merayu mereka untuk menceritakan kejadian apa yang sebenarnya telah terjadi di sekolah.
Perlahan Asiyah mendekati mereka.
Kata Aisyah pas masuk kelas tadi, teman-teman barunya melihat dirinya seperti aneh saja.
“Ehh badan Kamu tuh kok putih banget ya? Aneh, dasar anak putih, hahahaaa kayak hantu,” kata salah satu teman sekelas Aisyah. Tertawa. Mencubit tangan Aisyah. Seolah-olah Aisyah adalah anak yang tidak normal.
Aisyah hanya diam menerima perlakuan mereka.
“Kamu anak orang kaya ya? Kenapa sekolah disini? Apa Kamu sudah jatuh miskin sekarang?!” teman sekelasnya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan anak perempuan yang membully Aisyah.
Jam istirahat ini sungguh menyebalkan bagi Aisyah.
Begitu cerita Aisyah.
Di sekolah yang lama dulu, Aisyah memiliki banyak teman yang baik dengannya, sama-sama putih kulitnya. Nggak ada juga yang bilang Aisyah anak orang kaya yang jatuh miskin, semuanya sama.
Sementara Ali bercerita, katanya tadi pas di sekolah waktu Ali mau membeli jajanan, Ali lihat makanannya tidak ada yang enak, pas mau ke toilet, toiletnya bau dan kotor sekali, Ali mual. Ali terpaksa harus menahan pipisnya selama satu jam.
Tidak tahan lagi menahan pipisnya, Ali langsung saja pipis di tembok pagar sekolah di pinggir kelas. Ketika selesai pipis dan mengancingi celananya, Ali terkejut. Ternyata teman-teman laki-laki sekelasnya mengintipnya beramai-ramai dari sudut tembok itu. Mereka membuntuti Ali dari tadi.
Penasaran dengan apa yang akan dilakukan Ali di luar kelas. Ali si anak baru.
Ali diteriaki “Si anak gendut bau”. Mereka berteriak. Tertawa bersama-sama. Ali malu sekali. Ali kembali kekelasnya.
Menahan amarahnya hingga pulang sekolah.
Aisyah yang cantik memang tampak berbeda dengan teman-temannya di sekolah yang baru ini.
Sedangkan Ali yang gempal, yang sangat suka makan, memang merasa sekolah ini tidak cocok untuknya karena jajanannya tidak ada yang sesuai dengan seleranya, toiletnya juga kumuh, jorok. Ali tidak tahan dengan semuanya.
Tidak seperti sekolahnya yang lama, begitu bersih dan wangi toiletnya. Belum lagi di sekolah yang lama dulu jajanannya enak-enak. Uang jajan Ali juga banyak. Tetapi sekarang kenapa banyak sekali pengurangannya oleh Umi. Umi pelit.
Ali kesal dengan semuanya. Ali kesaalllll.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Dehan
Ya Allah sedihnya kisahmu aisha..
penjahit cantik sudah mampir thor, sudah di favoritin juga ya..
2022-09-18
0
Itoh Masitoh
Hai ka aku mampir lagi bawa hadiah bunga juga
2022-08-29
1
Buna_Qaya
aku masih suka salah sebut nama kedua adik kakak ini
2022-08-23
2