Umi Belum Siap

Beberapa bulan berlalu setelah Abi jatuh sakit dan kabar kebangkrutan Abi diketahui. Tabungan Umi kian menipis. Asiyah, Aisyah dan Ali butuh biaya untuk terus bersekolah. Sementara pengobatan Abi tidak mungkin distop. Belum lagi biaya untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Tidak sedikit uang yang dibutuhkan untuk menutupi semuanya.

Salah satu kesalahan besar yang diperbuat Umi saat ini adalah Umi lupa bahwa perusahaan Abi sudah bangkrut, semua asetnya sudah sirna, hanya tinggal rumah dan uang tabungannya yang tersisa sedikit.

"Umi masih ke salon ya?" tanya Asiyah.

"Iya," jawab Umi sambil meneteskan air matanya.

"Umi habis belanja baju baru lagi?" Asiyah mendelik ke arah kantong cantik berisi belanjaan itu.

"Iya," Umi terduduk di kursi depan TV. Lelah sekali nampaknya habis kesalon dan belanja seharian. Lesu wajahnya. Umi tampaknya tertekan, bukannya malah tampak bahagia atas apa yang barusan dilakukannya.

Asiyah yang melihat Umi seperti ini hanya diam. Tidak ada kata protes sama sekali yang keluar dari mulut Asiyah untuk Umi. Walau jelas sekali Umi bertindak boros, belanja ini dan itu yang sebenarnya tidak dibutuhkan sama sekali, melakukan perawatan tubuh ke salon yang semestinya tidaklah perlu dilakukan, kan Umi sudah cantik, apalagi Abi sekarang sedang terbaring sakit, jadi untuk apa Umi mempercantik diri lagi, pikir Asiyah kala melihat Umi pulang pergi ke salon.

Lagi pula kalau sebelum kebangkrutan perusahaan Abi terjadi, tak masalahlah Umi melakukannya. Karena memang Umi dapat jatah bulanan dari Abi yang memang untuk semua keperluan pribadi Umi. Tapi kalau sekarang, sudah bisa makan enak dan bisa tidur dengan nyenyak saja sudah sangat bersyukur seharusnya.

Kata Abi dulu, tidak apa-apa perawatan tubuh ke salon, toh cantiknya Umi buat Abi juga. Dan tidak apa-apa Umi belanja baju baru, asalkan pakaian lama jangan ditumpuk di lemari, sedekahkan pada yang membutuhkan. Rumus belanja baju baru itu, masuk satu keluar satu, jangan sampai memberatkan diri dengan hisabnya diakhirat kelak, begitu kata Abi.

Umi terduduk lemah di hadapan Asiyah, seperti ada penyesalan atas apa yang dilakukannya barusan, Umi benar-benar khilaf akan perbuatannya.

Kini di kamar Asiyah lah mereka berdua selalu  berdiskusi. Memang hanya Asiyah lah saat ini yang bisa diajak berdiskusi oleh Umi saat ini. Mencari solusi dari setiap permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Asiyah sudah cukup dewasa menurut Umi untuk dijadikan tempat berbagi. Dan Asiyah pun memiliki pola pikir yang memang terbilang cerdas. Lagi pula tidak ada lagi selain Asiyah yang mengerti tentang hal ini. Termasuk sanak saudaranya yang lain. Tidak mungkin rasanya untuk menceritakan tentang kesusahan rumah tangganya kepada mereka, karena biasanya Umi lah orang yang paling bahagia diantara saudara-saudaranya. Apalagi dalam urusan ekonomi, bahkan Umi lah yang paling banyak memberikan materi kepada mereka.

Yaa.. memang Asiyah lah saat ini yang menjadi teman terbaik bagi Umi untuk berbagi keluh kesah, saat pengacara datang waktu itupun, Asiyah lah yang menemani Umi mengakhiri semuanya.

Asiyah telah menjadi saksi bagaimana getirnya jari jemari lentik Umi saat menghadapi berkas-berkas biadap itu. Asiyah lah yang mendengar semua perkataan pengacara waktu itu. Asiyah jugalah yang melihat dengan jelas wajah ketakutan Umi.

“Umi, apa kita jual saja yaa rumah ini, nanti kita beli rumah kecil saja dulu Mi, menjelang Asiyah mendapatkan pekerjaan, nanti kalau Asiyah sudah mendapatkan pekerjaan, Asiyah akan menabung untuk kita, terus kalau tabungan Asiyah sudah cukup baru in syaa Allah kita beli rumah lagi yang besar Mi,” Asiyah begitu polos dalam kata-katanya.

Asiyah mencoba membantu Umi, memberikan solusi. Asiyah kasihan melihat Umi. Asiyah juga kasihan melihat Abi dan adik-adiknya. Terlalu mudah pikirnya untuk membeli rumah baru.

Asiyah tampak belum paham betul tentang harga properti yang tidak mungkin bisa dijangkaunya dalam waktu yang singkat.

Umi hanya diam mendengar penawaran solusi dari Asiyah. Apalagi saat mendengar Asiyah hendak bekerja, tersayat rasanya hati Umi, Asiyah baru saja masuk kuliah. Asiyah yang sudah terbiasa dengan segala kehidupan mewah, kini mencoba bekerja keras untuk membahagiakannya. Umi tidak tega.

Hancur benar hati Umi mendengar kata-kata Asiyah tadi. Berusaha menyemangati Umi.

Umi tampak rapuh sekali tanpa Abi. Umi menyesal karena sikapnya. Umi lupa kalau perusahaan Abi sudah bangkrut. Umi lupa dengan semua keadaan ini. Umi terkejut dengan semua perubahan ini. Umi butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Tidak bisa langsung berubah gaya hidupnya.

Umi tertekan dengan semuanya. Bagaimana dengan teman-temannya nanti? Arisannya? Bagaimana dengan kehidupannya kedepan? Aahh berat sekali rasanya. Umi pusing.

Tidak ada jalan lain. Rumah yang menjadi harta satu-satunya milik mereka yang tersisa saat ini harus dijual juga. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Rumah ini harus tetap dijual.

Sudah tidak perduli lagi dengan kesedihan yang mengendap di hati. Sudah tidak perduli lagi dengan semua komentar orang-orang. Sudah tidak penting lagi bagaimana dengan kelompok arisan Umi. Sudah tidak ada tawar menawar lagi. Yang terpenting sekarang bagaimana caranya bisa menyambung hidup dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidup yang akan terus mendesak mereka.

Lupakan semua tentang banyaknya kenangan yang sudah tercipta di dalam rumah ini. Buang semua jauh-jauh. Tutup mata. Pejamkan  rapat-rapat. Bismillah..

Pengumuman tentang dijualnya rumah Abi menyebar luas. Dari mulut ke mulut. Dari tetangga ke tetangga. Asiyah pun juga ikut membantu menyebarkan berita melalui media sosial miliknya.

Rumah Abi terletak di komplek perumahan elite. Tidak terlalu sulitlah menjualnya. Kawasannya sangat strategis. Yaa walaupun harga yang ditawarkan terbilang mahal, memang hanya menjangkau untuk kalangan atas saja.

Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Umi mengira akan memakan waktu cukup lama untuk melepaskannya ke tangan orang lain. Ternyata tidak. Tiga pekan saja.

Tidak jauh-jauh dari rumahnya, pembelinya adalah tetangganya sendiri. Qadarullah, tetangganya ingin membelikan rumah untuk anak keduanya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Rezeki memang tidak kemana. Pak Royan membeli rumah itu kontan, setelah satu pekan bernegosiasi dengan Umi. Alhamdulillah.. akad jual beli rumah berjalan dengan lancar.

5 Milyar Rupiah rumah pemberian Abi terjual.

Umi diberi waktu oleh Pak Royan untuk berkemas dan membereskan semua barang-barangnya dalam waktu dua pekan. Cukuplah. Sekalian Umi mau mencari rumah kecil untuk ditempati bersama Abi, Asiyah, Aisyah dan Ali.

Dengan uang 5 Milyar Umi bisa membeli rumah kecil yang sederhana dan masih banyak sisanya.

Rencananya sisa uang pembelian rumah nanti, sebagiannya akan dijadikan modal usaha untuk Umi. Umi akan memulai kehidupannya lagi dari nol dengan uang yang ada.

Terpopuler

Comments

Maminya Nathania Bortum

Maminya Nathania Bortum

ceritanya menarik

2022-10-20

0

Maminya Nathania Bortum

Maminya Nathania Bortum

ceritanya bagus

2022-08-31

1

Dehan

Dehan

semangat terus ya buat asiyah dan umi
akan indah pada waktunya

2022-08-28

1

lihat semua
Episodes
1 Abi!!!
2 Umi Belum Siap
3 Belum Berakhir
4 Rumah Papan
5 Semua Telah Berbeda
6 Kampus Baru
7 Langkah Pertama Asiyah
8 Perhatian Seorang Atasan
9 Ini Tampak Berlebihan
10 Akhirnya Terungkap Juga
11 Pak Kani
12 Taktik Pak Kani
13 Dilema Segitiga
14 Kurasa Ini Telah Berakhir
15 Istri Pak Tomi
16 Lelaki Hitam Gendut
17 Dia Memanggil Dirinya "Abang"
18 Uang Itu adalah Sogokan
19 Boncengan
20 Es Krim
21 Aku Tidak Sanggup di Poligami
22 Hadiah Putih
23 Saksi Kisah
24 Kue Yang Jatuh
25 Istana Kecil
26 Abi Sudah Tenang
27 Langkah Senyap
28 20.00
29 Untuk Kali Ini Mungkin Aman
30 Tes Kerja
31 Gedung Biru
32 Prasangka
33 Selendang Asiyah
34 Teka-teki Pak Kasrun
35 Mungkinkah
36 Ashar
37 Restu
38 Detak Hati
39 Cincin
40 CCTV
41 Online Shop
42 Harapan Baru
43 Keraguan
44 Bintang Berhijab
45 Khianat
46 Desa Hijau
47 Jalan Setapak
48 Lantunan Adzan Itu...
49 Senja
50 Panen Sayur
51 Petir di Terik Matahari
52 Patah Sebelum Berkembang
53 Ada Apa?
54 Aku Pamit
55 Pulang
56 Deg-degan
57 Konferensi Meja Bundar
58 Musim Semi
59 Tragedi Kuah Rendang
60 Cacaaaaaaa!!!
61 Asisten yang Teliti dan Ceroboh
62 Dua Asisten Pribadi
63 Cita Sang Asisten
64 Abang Rujak
65 Akhirnya Semua Beres
66 Musyawarah
67 Kampung Sebelah
68 Rumah Pak RT
69 Breafing Pertama
70 Kembali ke Penginapan
71 Malam Terakhir di Korea
72 Kembali ke Rumah
73 Koper Siapa Ini?
74 Bongkar Oleh-oleh
75 Menanti Kabar
76 DIA?
77 Hanya Diam
78 Entahlah
79 Assalamu'alaykum Dunia
80 Tabrakan Mobil
81 Di Penghujung Malam
82 Persimpangan Jalan
83 Segitiga Berpijak
84 Menelusuri Kenangan
85 Telepon Misterius
86 Boneka Berayun
87 Bucket Bunga
88 Penyatuan Darah
89 Ali Menghilang
90 Siapa Lelaki itu?
91 Mencari Wasilah Ta'aruf
92 Sampai di Pondok Pesantren
93 Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Siddiq
94 "Pintu Surga" di Pondok Pesantren
95 Dia Telah Kembali kepada Allah
96 Calon Jodoh ke Dua
97 Sudah Jalan-Nya Begini
98 Mendambakan Keturunan
99 Sisi Lain Suamiku
100 Kecemburuan
101 Sandiwara
102 Aku Lebih Berhak
103 Mobil Untuk Mama
104 Keputusan Asiyah
105 Kecurigaan Umi
106 Pakaian Memalukan
107 Dibalik Amarah Pak Sendi
108 Aku Salah Menilai
109 Bukan Perempuan Mandul
110 Di Balik Peristiwa
111 Hadiah Rahasia
112 Telah Hilang
113 Adam dan Hawa
114 Perjodohan yang Tertunda
115 Teman Hidup
116 PENGUMUMAN
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Abi!!!
2
Umi Belum Siap
3
Belum Berakhir
4
Rumah Papan
5
Semua Telah Berbeda
6
Kampus Baru
7
Langkah Pertama Asiyah
8
Perhatian Seorang Atasan
9
Ini Tampak Berlebihan
10
Akhirnya Terungkap Juga
11
Pak Kani
12
Taktik Pak Kani
13
Dilema Segitiga
14
Kurasa Ini Telah Berakhir
15
Istri Pak Tomi
16
Lelaki Hitam Gendut
17
Dia Memanggil Dirinya "Abang"
18
Uang Itu adalah Sogokan
19
Boncengan
20
Es Krim
21
Aku Tidak Sanggup di Poligami
22
Hadiah Putih
23
Saksi Kisah
24
Kue Yang Jatuh
25
Istana Kecil
26
Abi Sudah Tenang
27
Langkah Senyap
28
20.00
29
Untuk Kali Ini Mungkin Aman
30
Tes Kerja
31
Gedung Biru
32
Prasangka
33
Selendang Asiyah
34
Teka-teki Pak Kasrun
35
Mungkinkah
36
Ashar
37
Restu
38
Detak Hati
39
Cincin
40
CCTV
41
Online Shop
42
Harapan Baru
43
Keraguan
44
Bintang Berhijab
45
Khianat
46
Desa Hijau
47
Jalan Setapak
48
Lantunan Adzan Itu...
49
Senja
50
Panen Sayur
51
Petir di Terik Matahari
52
Patah Sebelum Berkembang
53
Ada Apa?
54
Aku Pamit
55
Pulang
56
Deg-degan
57
Konferensi Meja Bundar
58
Musim Semi
59
Tragedi Kuah Rendang
60
Cacaaaaaaa!!!
61
Asisten yang Teliti dan Ceroboh
62
Dua Asisten Pribadi
63
Cita Sang Asisten
64
Abang Rujak
65
Akhirnya Semua Beres
66
Musyawarah
67
Kampung Sebelah
68
Rumah Pak RT
69
Breafing Pertama
70
Kembali ke Penginapan
71
Malam Terakhir di Korea
72
Kembali ke Rumah
73
Koper Siapa Ini?
74
Bongkar Oleh-oleh
75
Menanti Kabar
76
DIA?
77
Hanya Diam
78
Entahlah
79
Assalamu'alaykum Dunia
80
Tabrakan Mobil
81
Di Penghujung Malam
82
Persimpangan Jalan
83
Segitiga Berpijak
84
Menelusuri Kenangan
85
Telepon Misterius
86
Boneka Berayun
87
Bucket Bunga
88
Penyatuan Darah
89
Ali Menghilang
90
Siapa Lelaki itu?
91
Mencari Wasilah Ta'aruf
92
Sampai di Pondok Pesantren
93
Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Siddiq
94
"Pintu Surga" di Pondok Pesantren
95
Dia Telah Kembali kepada Allah
96
Calon Jodoh ke Dua
97
Sudah Jalan-Nya Begini
98
Mendambakan Keturunan
99
Sisi Lain Suamiku
100
Kecemburuan
101
Sandiwara
102
Aku Lebih Berhak
103
Mobil Untuk Mama
104
Keputusan Asiyah
105
Kecurigaan Umi
106
Pakaian Memalukan
107
Dibalik Amarah Pak Sendi
108
Aku Salah Menilai
109
Bukan Perempuan Mandul
110
Di Balik Peristiwa
111
Hadiah Rahasia
112
Telah Hilang
113
Adam dan Hawa
114
Perjodohan yang Tertunda
115
Teman Hidup
116
PENGUMUMAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!