“Alhamdulillah ya Mi, rumah kita cepat terjual,” Asiyah memandang Umi, tersenyum. Umi membalas senyuman Asiyah. Umi mendekap erat anak sulungnya itu. Ada rasa tenang di hati Umi dan Asiyah.
Kini mereka akan memulai hidup yang baru dengan modal yang cukup. Bisa membeli rumah kecil yang lumayan baguslah dengan uang segini. Asiyah dan adik-adiknya juga bisa melanjutkan sekolah dengan tenang. Pengobatan Abi juga akan berjalan dengan lancar.
Aisyah dan Ali baru saja pulang sekolah. Mobil antar jemput sekolah mereka terparkir didepan rumah. Sekolah Dasar Islam swasta elite yang berbiaya mahal memang. Mobil antar jemputnya saja mengkilat sekali, terawat.
“Umiiiiii.. Umiiiii..,” Aisyah dan Ali berteriak memanggil Umi dari pintu depan rumah mereka. Perempuan kecil berhijab dan laki-laki kecil berkopiah itu berlarian masuk kedalam rumah, mengembangkan kedua tangannya siap memeluk Umi dan Kak Asiyah yang sedang duduk di ruang tengah rumah mereka.
"Heii, anak-anak kembar Umi sudah pulang, ganti baju sana, setelah itu cuci tangan, cuci kaki, makan, yaa,” Umi memeluk erat kedua anak kembarnya. Bergantian dengan Kak Asiyah. Asiyah memeluk dan mencium lembut adik-adik kesayangannya itu satu per satu.
“Iya Umi,” Aisyah dan Ali menjawab dengan manjanya.
“Ayoo.. ayoo sana cepatt,” Umi menyuruh mereka segera kekamar.
Lega rasanya satu masalah telah terpecahkan.
Semuanya akan berjalan seperti biasanya, hanya saja rumah mereka akan menyusut ukurannya nanti. Uang jajan juga akan dipangkas. Tidak ada ke salon, jalan-jalan dan arisan lagi untuk Umi. Uang untuk keperluan rumah tangga juga akan dikempeskan.
Ahh ternyata hampir semuanya akan mengalami perubahan. Apa bisa berjalan dengan mudah seperti biasanya lagi? Sulit sepertinya.
Satu pekan sudah akad jual beli rumah berlalu, tiba-tiba datang lagi sebuah berita mengejutkan dari pengacara perusahaan Abi kemarin.
Umi kembali menangis setelah menerima panggilan telepon dari Pak Subroto. Umi terduduk di kursi meja makan. Lemah badannya. Baru saja hatinya sedikit tenang, kini sudah dilanda bencana lagi. Sudah dilanda kesedihan lagi. Kiamat sudah. Tamat sudah semua rencana yang sudah tersusun rapi bersama Asiyah kemarin.
Ternyata ujian yang diterima Umi lebih berat dari perkiraan sebelumnya. Tidak mungkin semua akan berjalan seperti biasanya lagi. Ini sulit.
Asiyah yang baru saja pulang kuliah siang itu mendapati Umi dalam keadaan yang lemah di sudut kamarnya.
Umi tidak mau lagi menampakkan kesedihannya di hadapan Abi. Diam-diam Umi menangis di kamar Asiyah. Berbaring di tempat tidur. Menghadap ke dinding. Berlinang air mata Umi.
“Ujian apa lagi ini ya Allah,” Umi meratapi semua yang terjadi. Keadaannya begitu berat menurut Umi. Umi tidak kuat.
Menghampiri Umi. Duduk disebelah Umi yang sedang berbaring di atas kasur tempat tidurnya. “Umi, ada apa?” tanya Asiyah lembut. Asiyah memegang bahu Umi. Memeluknya.
Umi mengalihkan badannya. Menatap Asiyah. Duduk berhadapan. Menceritakan semua kejadiannya. Tentunya dengan linangan air mata lagi. Umi tidak tahan. Umi tidak bisa memendam semuanya sendirian.
Kata Umi, tadi pengacara perusahaan menelepon lagi dan memberitahukan bahwa masih ada hutang perusahaan yang harus dibayarkan oleh Abi.
Padahal semua aset sudah habis disita. Semua uang sudah habis terkuras. Tetapi ternyata Abi masih harus menanggung kerugian akibat penipuan rekan bisnisnya senilai 5 Milyar Rupiah. Sama persis nilainya dengan angka penjualan rumah yang baru satu pekan ditanda tangani oleh Umi.
Asiyah hanya diam mendengar cerita Umi. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Asiyah terkejut. Asiyah bingung. Asiyah belum bisa memberikan solusi untuk permasalahan yang tingkat kesulitannya kali ini memang benar-benar rumit.
Apa yang harus Asiyah lakukan kali ini untuk membantu Umi. Asiyah belum bekerja. Bahkan tabungan Asiyah pun sangat jauh dari kata cukup untuk menutupi semua hutang perusahaan Abi.
Umi dan Pak Subroto janjian sore ini di rumah. Pertemuan yang memang sudah diatur waktu teleponan tadi. Tidak bisa ditunda-tunda lagi. Cek berisi uang 5 Milyar sudah disiapkan oleh Umi.
Pak Subroto sudah menyiapkan berkas untuk ditanda tangani oleh Umi. Lagi. Berulang kali menandatangani berkas tetapi hanya untuk menambah kesedihan di dalam hati Umi.
Kali ini tangis Umi menjadi-jadi karena harta satu-satunya yang di milikinya saat ini hanyalah uang ini.
Bagaimana Umi bersama keluarganya dapat menjalani hidup kedepannya, sementara untuk pegangannya saja saat ini tidak tersisa lagi?
Bagaimana dengan sekolah anak-anaknya? Biaya pengobatan Abi?
Untuk kontrakan rumah dan biaya makannya sehari-hari? Bagaimana?
Umi benar-benar bingung. Ingin pecah rasa kepalanya memikirkan semua ini. Semuanya terjadi mendadak. Bertubi-tubi.
Kali ini Umi berkeluh kesah pada Pak Subroto tentang keadaannya. Umi meminta keringanan pada Pak Subroto. Memohon dan memelas pada Pak Subroto untuk menolongnya.
"Bagaimana Pak, bisakah Saya meminjam uang pada Bapak?"
Pak Subroto diam. Menundukkan kepalanya. Sesekali melihat wajah Asiyah dan Umi.
Tidak tega. Sungguh Pak Subroto kasihan pada Umi.
Umi terus memelas agar Pak Subroto mau meminjamkannya sejumlah uang dan mengurus semuanya. Mulai dari tempat tinggalnya nanti hingga masa depan pendidikan anak-anaknya setelah ini.
Pak Subroto menyanggupi semua permintaan Umi. Pak Subroto meminjamkan uang 100 Juta Rupiah pada Umi yang boleh dicicil pembayarannya, kapan pun sesuai kesanggupan Umi.
Pak Subroto segera memberikan cek 100 Juta Rupiah pada Umi untuk dicairkan. Pak Subroto juga menyanggupi membantu Umi untuk mencarikan kontrakan rumah dengan harga yang murah.
Kata Umi tidak apa-apa rumahnya papan yang penting bisa untuk tempat berteduh.
Pak Subroto juga membantu Umi mengurus segala keperluan pemindahan sekolah anak-anaknya ke sekolah yang murah saja. Yang penting Aisyah dan Ali bisa tetap bersekolah. Sementara Asiyah pindah ke kampus biasa yang juga murah biayanya.
Pak Subrotolah yang mengurus semuanya, atas permintaan Umi.
Umi berjanji akan mengembalikan uang Pak Subroto suatu saat nanti, bagaimanapun caranya. Walau sebenarnya Umi tidak tahu kapan waktu itu akan datang. Kapan Ia akan mampu membayarnya. Tidak terbersit sedikitpun di kepala Umi kapan waktunya.
Pak Subroto memang orang yang baik. Tidak terlalu sulit baginya untuk membantu Umi karena menurutnya selama ini Abi telah banyak berbuat baik padanya. Abi adalah rekan kerja yang sangat peduli padanya. Abi sudah dianggapnya seperti saudaranya sendiri. Pak Subroto sudah banyak membantu Abi dalam menangani berbagai kasus sengketa lahan yang akan dijadikan proyek pembangunan oleh Abi, semasa kejayaan Abi dulu.
Abi seringkali memberikan bonus dan berbagai hadiah untuknya dan juga keluarganya. Hal itu tidak bisa dilupakannya begitu saja oleh Pak Subroto. Kini roda kehidupan sedang berputar 180°, giliran Pak Subroto yang menyenangkan Abi dan keluarganya. Mencoba meringankan sedikit kesulitan yang sedang dihadapi oleh Abi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Vinoya Chan
bacanya nyicil ya kak 🙏
2022-12-11
0
💞Amie🍂🍃
Sabar banget sih umi, kalau aku mungkin udah gantung diri dah masalhanya datang bertubi- tubi
2022-10-07
0
Dehan
yg sabar ya umi
ya Allah nyesekkk 😭
2022-08-28
1