Chocoholic Cafe

SEMINGGU kemudian, saat menjelang hari H, latihan perdana teater.

Di kelasnya Kochi, Tiar sedang main disitu....

"Tiar mau cokelat nggak??" Kochi menawarkan sebatang cokelat "𝐂𝐎𝐙" yang sudah digigitnya separuh.

Tiar menatapnya dengan pandangan "𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 dong, Chi!" Semua orang juga tau, Kochi nggak bakal ngasi cokelat yang lagi dia makan. Tiar juga nggak bakalan mau dikasih 1 truk cokelat sekalipun. Gara-gara Kochi, Tiar suka ilfil ngeliat cokelat. Gimana nggak? Kochi selalu terlihat seperti cokelat berjalan.

"Heh, tuh Lexi dibelakang lo!" Tiar menunjuk dengan kepalanya.

"Yang bener? Lo pasti boong." jawab Kochi nggak percaya takut Tiar membalasnya. Posisi Kochi juga membelakangi pintu kelas jadi dia nggak tau itu beneran atau tipuan semata. Untuk membuktikannta hanya dengan menengokkan kepalanya... Dan bener saja, maksudnya Tiar nggak bohong, malahan yang dicari Lexi juga Kochi.

"Ada apa nih? Tumben banget nyari gue."

Walaupun dari kata-katanya agar ge-er, tapi Kochi tetap pada gayanya yang santai.

"Besok kan latihan perdana, tapu sampai sekarang gue belom 𝑟𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔. Lo bilang kalo lo mau bantuin gue...."

Dengan terpaksa, Lexi minta bantuan sama si cokelat satu ini karena akhir-akhir ini dia sibuk dan sama sekali nggak inget sama naskah itu. Kasihan naskahnya sampai sekarang masih perawan, beda banget sama punya Kochi yang udah blekutek (berantakan).

"Tapi nggak bisa sekarang. Nanti pulang sekolah ditempat terakhir kita ngobrol itu aja."

Kochi jadi inget tampang lucu Lexi yang panik waktu itu karena mengira Kochi nembak Lexi.

"Oke, thanks banget ya...." Lexi segera pergi, tapi ditahan oleh Kochi.

"Tunggu... nggak gratis lho! Lo harus traktir gue malem ini," ujar Kochi minta imbalan.

"Eh... gue pikir-pikir dulu deh. Tapi nanti jadi kan?"

Lexi ragu menerima tawaran Kochi, tapi dia tetap butuh cerita tentang teater itu karena Lexi males baca setumpuk kertas itu. Kochi mengangguk dengan cepat dan mengacungkan jempolnya.

\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_

"JADI gitu ceritanya..." Kochi menyelesaikan ceritanya dengan tersenyum.

"Ooo...," jawab Lexi malas.

"Menurut lo gimana?" Kochi penasaran, apakah pendapatnya dengan pendapat Lexi sama mengenai cerita itu.

"Mmm... lumayan juga. Gue suka bagian 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔-nya."

Menurut Lexi, sekali-kali nyenengin cewek ini nggak ada salahnya. Toh dia sudah berbaik hati mau menceritakan drama panjang yang terlalu berlebihan dan sok dramatis itu.

"OH... ya?! Gue malah nggak suka 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔-nya. Masa 𝑠𝑎𝑑 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 gitu?!" wajah Kochi langsung berubah. Tanpa Lexi sangka, ternyata Kochi justru nggak suka sama ceritanya, cewek aneh, nggak bisa ditebak.

"Lho bukannya kebanyakan orang suka yang 𝑠𝑎𝑑 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔? Kan bikin penasaran dan nggak biasa? Kalo ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 kan biasa." Lexi berusaha membela pendapatnya sendiri.

"Yaa... itu kan orang lain. Kalo gue justru suka ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔. Habisnya itu realita. Setiap orang, walaupun sesedih apapun akhir kisah hidupnya, pasti orang yang bijak nyikapinnya bisa menemukan sebuah titik kebahagiaan dan kepuasan dibalik itu semua. Cerita yang sedih pun seharusnya tetap dikasih akhir yang bahagia supaya orang yang selesai nonton bisa dapet sesuatu yang bisa diterapin dalam kehidupannya kalo ada masalah kayak gitu. Kadang hidup nggak bisa ditebak, kadang nggak sesuai sama keinginan kita. Tapi gue yakin banget, setiap orang bisa punya akhir cerita yang ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦!" Kochi mulai berkata-kata bijak.

Lexi sempat terbengong, "Wow....? Tapi jujur, gue masih nggak ngerti maksud lo."

"Wow?! Kayaknya lo mesti belajar banyak tentang kehidupan sama gue deh, Lex." sahut Kochi menatap Lexi serius, seperti dokter melihat pasien yang sakit kronis.

"Apa mau lo sih?! Lo itu mau sok ngguruin gue ya? Emangnya lo udah punya anak banyak pengalaman sampai ngomong gitu?!" Posisi Lexi yang duduk langsung berdiri karena merasa diremehkan.

"Lho... lho... lho! 𝐶𝑎𝑙𝑚𝑑𝑜𝑤𝑛! Gue nggak bermaksud menggurui, gue cuma ngasi pendapat aja. Pengalaman gue tentang hidup emang nggak ada, tapi gue mempelajarinya. Lagipula, maksud gue tadi, intinya, kalo saja semua orang punya prinsip hidup kayak gue yang selalu ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦, walau ada masalah segede apapun, pasti mereka akan tetep ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦 dan menghadapinya dengan tersenyum." ujar Kochi memberi contoh senyuman nyengirnya.

"Terserah lo deh!" Lexi membuang muka sambil melipat kedua tangannya di dada. Cewek ini tadinya sempet serius, tapi sekarang nyengir-nyengir lagi. Aneh banget!!!

Kochi berdiri sambil menarik-narik tangan Lexi, "Yaaa, jangan marah gitu dong? Ntar cepet tua lho. Eh... jangan lupa ntar malem lo harus traktir gue. Jadi nggak?" Kochi mulai merajuk.

Lexi duduk lagi, berpikir sebentar lalu menjawab, "Ok, gue nggak marah, tapi lo mau ditraktir dimana?"

Lexi punya rencana licik untuk Kochi. Ini satu-satunya cara supaya Kochi kapok nggak deketin dia lagi. Habisnya Lexi nggak bisa marah secara langsung ke Kochi.

Kochi memberikan alamat, tapi tepatnya sih peta. Kochi nggak tau nama jalan, tapi dia tau tempatnya. Jadilah gambar peta letak sebuah kafe.

\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_

DI RUMAH Kochi yang asri...

Kochi melihat Maminya sedang merawat tanaman-tanaman kesayangannya. Sesuatu yang paling disayang oleh Kochi. Kochi bersiap-siap untuk merayu Maminya.

"Mi, ntar malem aku pergi ya ke kafenya Kak May. 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒, ya!" Kochi mulai membuat senjata ampuh untuk Maminya.

"Ngapain kamu kesana? Malem-malem lagi. Kamu kan besok sekolah?" jawab Maminya langsung menatap Kochi.

"Ada janji, Mi. Sekalian curhat-curhat lagi sama Kak May. Kochi udah lama nggak kesana. Kan udah seminggu nggak kesana. Boleh dong, Mi?" Kochi masik merajuk.

"Itu sih belum lama. Tempatnya kan jauh, siapa yang nganterin kamu pulang nanti?" Mami masih berusaha mencari jalan supaya Kochi nggak pergi hari itu.

"Ya... temen Kochi itu. Pokoknya tenang deh, kan ada Kak May yang jagain Kochi," jawab Kochi, enteng.

"Pasti temennya cowok. Jangan-jangan cowok yang kamu suka itu, Chi?" Mami langsung menebak.

Kochi mengangguk dengan cepat dan tersenyum malu. Lalu Kochi menggigit-gigit jari tengah kirinya, "Jadi boleh kan?!"

"Masih pake nanya lagi. Mami bilangin ya, Chi. Nanti kalo udah ketemuan sama cowok, jangan gigit jari gitu. Malu atuh! Kamu teh jorok pisan euy." Logat Sunda Mami keluar. Kochi tertawa puas karena senjatanya cukup ampuh sampai saat ini.

\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_

SESAMPAINYA di Chocoholic Cafe, Kochi langsung menemui Kak May. Kak May adalah sepupunya yang sudah Kochi anggep kakak kandung sendiri. Umurnya baru 20 tahun, tapi sudah punya kafe. Itulah yang bikun Kochi bangga banget sama dia. Apalagi mereka sama-sama suka cokelat. Bedanya, Kak May lebih ahli soal merek dan rasa cokelat, sedangkan Kochi nggak terlalu mentingin kedua ciri khas cokelat itu.

Kochi merada agak ****, kenapa dia nggak minta dijemput sama Lexi aja ya dirumahnya. Sekarang kan jadi nungguin dia deh.

Sudah hampir 2 jam Kochi nunggu, tapi kepalanya Lexi nggak nongol-nongol juga. Jangankan kepala, batang hidung aja nggak nongol. Apa Lexi nyasar ya? Hanya Lexi yang tahu kenapa dia begitu telat.

Untungnya, Kochi nggak terlalu bosen karena dia selalu nyaman di kafe itu. Tempatnya 𝑐𝑜𝑧𝑦 abis dan didominasi warna cokelat. Bentuknya agak lapang dengan bermacam-macam sofa berbentuk cokelat yang berbeda dan agak berantakan, lalu diberi sekat-sekat yang agak pendek untuk menjaga privasi masing-masing tamu yang datang. Di sekeliling tembok dan sekat terdapat banyak lukisan cokelat dan pigura bergambar atau foto cokelat. Pokoknya, tempat ini sesuai dengan namanya.

Apalagi ada Kak May temen ngobrol yang enak banget plus 𝐻𝑜𝑡 𝐶ℎ𝑜𝑐𝑜𝑙𝑎𝑡𝑒 bikinan Kak May yang selalu Kochi tunggu-tunggu, bikin dia ngiler dan pengen kesana terus. Tapi kali ini dia agak khawatir karena Lexi belum datang juga. Kochi tetap berpikiran positif dan terus menanti nggak peduli malam makin larut....

"Chi, lo mendingan pulang, gih! Nyokap tadi nelpon gue katanya Hp lo ketinggalan trus lo disuruh pulang. Pulang sana, lagian dah malem nih! Bentar lagi kafe gue mau tutup. Temen kamu itu mungkin nggak dateng. Atau nggak kamu telpon ke Hp-nya aja?" Kak May kasihan melihat wajah Kochi yang terlihat sangat capek dan ngantuk itu.

"Eh... iya, aku **** banget. Kok nggak nanya nomor Hp-nya ya? Ntar lagi deh, Kak. Nanggung. Bentaarrrr lagi ya?! Kochi yakin dia pasti dateng kok, Kak." Kochi masih betah nungguin Lexi. Dia nggak peduli seberapa capeknya nungguin Lexi.

Kochi menyandarkan kepala diatas kedua tangannya yang dilipat diatas meja. Dia menatap kaca jendela yang menghadap ke arah jalan raya, sambil berharap-harap dan berdo'a supaya Lexi ada disana. Kapan Lexi akan datang...?

Terpopuler

Comments

instagram @shy1210

instagram @shy1210

lanjut Thor😉

2020-11-26

1

Yuniar

Yuniar

Semangat terus kak
Salam dari terpaksa menikah dengan tuan muda sombong

2020-11-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!