Bel pintu pun berbunyi, mereka sudah menebak bahwa itu adalah Intan. Ferdian membukakan pintu untuk putrinya. Wajah lelah Intan terlihat jelas, mukanya kusut seperti baju yang kumel. Intan masuk ke dalam rumah.
"Ma, Pa, aku ke kamar dulu yah. Lelah," ucap Intan dengan suara pelan.
"Iya, habis itu makan, terus duduk di sini. Papa mau bicara penting." Ferdian duduk di sofa, Intan hanya menganggukan kepalanya, kemudian melangkah menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Setelah sampai di kamarnya, Intan meletakan tas yang selalu ia bawa dan mengambil handuk, kemudian langsung menuju kamar mandi. Intan berpikir, apa yang akan papanya bicarakan. Penting dalam hal apa?
"Nyaman sekali memakai kacamata tebal itu. Dengan berpenampilan cupu yang sesuai dengan sifatku yang pemalu," gumam Intan sambil menatap wajahnya di cermin meha rias.
Ah, aku melupakan sesuatu. Papa bilang, ia akan berbicara penting. Intan langsung keluar dari kamarnya tanpa membawa kacamatanya dengan rambut terurai.
Sebelum menuju ke tempat mama papanya berada, Intan menuju meja makan terlebih dahulu. Karena perutnya meminta jatah untuk diisi. Dan ternyata hanya ada tahu dan tempe serta telur dadar yang ada di meja makan. Tanpa menunggu waktu lama, Intan langsung menyidukkan nasi untuk mengisi perutnya.
Setelah dirasa kenyang, Intan langsung menghampiri kedua orang tuanya. Pikirannya selalu bertanya-tanya, kemana bibi yang bekerja sebagai asisten rumah tangga? Kenapa cuma ada tahu dan tempe serta telur dadar? Apa yang akan dibicarakan papanya? Semua pertanyaan selalu berputar di pikirannya.
"Ma, Pa," sapa Intan saat tiba di ruangan yang bernuansa klasik. "Katanya Papa mau ngomong penting." Intan duduk di samping mamanya.
"Iya, tapi Papamu sedang memasukan mobil ke bagasi sebentar," jawab Nie, Intan menganggukan kepalanya. Tak lama pun Ferdian datang dan duduk di sofa single.
"Ada apa, Pa?" tanya Intan yang penasaran.
"Kamu tidak ingin menikah?" tanya Ferdian yang langsung ke intinya, membuat Intan melototkan matanya.
"Kenapa Papa nanyanya gitu?" Bukannya menjawab, Intan malah balik bertanya.
"Papa hanya ingin tahu," jawab Ferdian dengan tangan yang sudah memegang secangkir kopi, kemudian meminumnya.
Nie yang menunggu jawaban putrinya sambil memakan cemilan kripik pisang yang ada di meja. Intan diam tak bersuara, membuat Mama Papanya penasaran. Sebelum menjawab, Intan menarik napasnya panjang-panjang.
"Pa, aku tidak pernah menginginkan pernikahan mewah. Tapi Intan masih ingin kuliah. Aku mohon, Papa mengertilah," ucap Intan yang memasang wajah sedihnya.
"Apa kamu mau mama menjodohkanmu?" tanya Nie, mata Intan langsung mengarah kepada sumber suara.
"Tidak! Intan tidak ingin dijodohkan!" Intan benar-benar tidak habis pikir dengan orang tuanya yang menginginkan agar ia cepat-cepat menikah. Padahal kedua kakaknya sudah memiliki anak. Ya, kedua kakak Intan sudah menikah saat lulus SMA.
Tak menunggu lama, Intan langsung meninggalkan kedua orang tuanya yang sedang frustasi. Intan masih ingin menggapai cita-citanya, tapi kenapa kedua orang tuanya selalu menanyakan tentang pernikahan. Masuk ke dalam kamar, memutar lagu yang ada di ponselnya, kemudian menenggelamkan wajahnya pada bantal-bantal yang empuk itu.
Sungguh tidak habis pikir, Intan yang masih remaja tidak mau kehilangan masa-masa kebebasannya meskipun dihabiskan dengan pekerjaan. Tak menunggu lama, Intan pun terlelap dalam mimpi indahnya. Karena rasa lelah dan rasa pusingnya akan kejadian hari ini.
"Bagaimana sekarang? Intan tidak ingin dijodohkan," ucap Nie yang mulutnya masih penuh dengan kripik pisang.
"Habiskan dulu makananmu yang ada di dalam mulutmu, baru berkata," ujar Ferdian yang sebenarnya tidak mendengarkan ucapan Nie.
***
Sementara itu, Rifal masih mencari tahu tentang siapa sebenarnya koki yang membuat kue red valvet seenak itu? Namun ia masih belum bisa menemukan siapa koki itu, hingga akhirnya ia memutuskan pulang ke rumahnya.
"Bunda, Ayah, tumben masih melek?" tanya Rifal kepada kedua orang tuanya, karena biasanya ketika ia pulang kerja, kedua orang tuanya sudah tidur.
"Ayah pengen ngomong penting," ucap Rubin, Ayah Rifal.
Rifal Rubin Syahputra, laki-laki narsis yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Gagah dan berwibawa, memiliki kisah cinta yang selalu kandas di tengah jalan. Setiap berencana ingin menikah, entah kenapa mempelai wanitanya selalu membatalkan pernikahan itu secara sepihak. Karena bukan untuk yang pertama kalinya, Rifal berpikir untuk mencari pasangan yang sederhana dan tidak akan memandang dari fisik.
"Ayah mau ngomong apa?" Rifal duduk di samping Bundanya, Nahla. Rifal meletakan ponselnya di meja yang ada di depannya.
"Sudah makan?" tanya Rubin kepada anaknya karena baru pulang kerja. Rifal menganggukan kepalanya, pertanda bahwa ia sudah makan. Sebenarnya perutnya masih kenyang karena memakan kue red valvet yang ada di depan kantornya.
"Bunda pengen deh, sekali-kali beliin kue yang ada di depan kantormu," ucap Nahla kepada putranya, agar sesekali membelikan kue untuknya.
"Nanti aku beli yah, Bun." Rifal mengusap tangan Bundanya dengan halus. "Katanya Ayah mau ngomong?" Rifal menatap ke Ayahnya yang sedang meminum kopi.
"Oia, ayah lupa. Rifal, apa kamu tidak mau mencari pendamping hidup lagi?" tanya Rubin. Rifal menarik napasnya sebentar, kemudia ia keluarkan.
"Ayah enggak bosen ya? Yang ditanya itu mulu," kata Rifal yang menatap wajah Ayahnya dengan tatapan jengkel.
"Bunda sudah menginginkan cucu, kamu anak bunda satu-satunya, Sayang." Nahla memegang tangan Rifal, "Bunda sudah tua, biarkan bunda merasakan indahnya menimang cucu."
Rifal memikirkan setiap perkataan bundanya, melihat usianya yang sudah layak untuk memiliki keluarga sendiri membuat dirinya frustasi. Aku takut, dan aku trauma. Sudah berapa kali merencanakan pernikahan dan itu selalu gagal, batin Rifal. Kemudian ia menenggelamkan wajahnya di bantal kesayangannya.
***
"Intan," kata Nie sambil sesekali mengetuk pintu kamar putrinya.
"Masuk aja, Ma. Tidak dikunci kok," Intan sedikit berteriak, karena ruangan kamarnya sedikit kedap suara.
Mendengar putrinya sudah memperbolehkan dirinya masuk, Nie pun masuk tak lupa menutup pintunya kembali. Intan ternyata sedang memakai masker wajah sambil memainkan ponselnya di atas kasur. Nie berjalan mendekati Intan.
"Intan," katanya lagi memanggil putrinya.
"Hm," jawab Intan. "Mama, Intan enggak mau dijodohkan!" sambung Intan penuh penekanan.
Belum berbicara, Intan seakan-akan bisa menebak tujuan Mamanya datang ke kamarnya. Nie menarik napas panjang, lalu menggelengkan kepalanya. Melihat putrinya asik memainkan ponselnya, ia berpikir agar Intan mau segera menikah.
Walaupun Nie beralasan ingin memiliki cucu itu tidak mungkin, karena Kori kakak pertama Intan sudah menikah dan sudah memiliki anak perempuan. Begitu pula dengan kakak kedua Intan, Rudi. Istri kakak kedua Intan sedang mengandul, usia kandungannya masih tiga bulam.
Nie terus berpikir dengan keras. Alasan Nie ingin segera menikahkan putrinya adalah, ia ingin putrinya mendapatkan sosok suami yang baik. Banyak patner bisnis papanya yang ingin menikahi putri satu-satunya dari keluarga Ferdian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
L.S.PELAWI
garasi cin....bukan bagasi
2021-11-22
0
Bunga Syakila
semangat
2020-12-31
1
Srisumarni
sama" berontak
2020-12-29
2