Avrora: Water Voice
Chapter 4
\=\=\=\=\=\=\=\=
Inna dapat melihat raut muka tidak senang yang sembaritadi ia perhatikan. Laki-laki yang duduk disampingnya adalah Noah. Inna tersenyum palsu ke Noah, mencoba bersikap ramah. Sebaliknya, wajah laki-laki itu mengeluarkan keringat yang cukup banyak. Ia hanya dapat memikirkan nasib yang selalu menimpanya semenjak masuk ke akademi ini. Noah selalu bertanya kepada dirinya sendiri kenapa ia selalu berakhir sekelas dengan Inna? Sebanyak dosa yang pernah Noah buat, ini adalah salah satu hukuman terberat yang pernah ia rasakan.
Noah melirik ke arah Inna berharap gadis air itu berhenti melihatnya. Sayangnya, Inna masih menatapnya. Noah hanya bisa merinding ketakutan ketika Inna tersenyum penuh maksud kearahnya.
Inna melihat Noah memalingkan wajahnya tidak suka dan berpura-pura bahwa Inna hanyalah angin. Inna bersabar menghadapi Noah. Sejujurnya Inna juga tidak mau sok baik dengan Noah, sayangnya ada laki-laki 'Alam' angin yang memohon kepada Inna untuk mendekati Noah.
“Tidak seperti biasanya,” kata Noah.
“Apanya?” tanya Inna seakan tidak tahu apa-apa.
Noah menaikan alisnya karena nada bicara Inna terdengar kasar. Noah menghela nafas tidak suka. “Tidak seperti biasanya kamu tersenyum kepadaku. Kita ini sudah seperti musuh ketika pertama kali masuk kelas,” kata Noah. Inna ingin membalas ucapan Noah, tetapi matanya bertemu dengan sosok yang berada di belakang Noah.
“Kamu pasti ada maunya,” lanjut Noah.
Inna tidak mengatakan apapun dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Inna tahu jika hati dan pikirannya saat ini tidak mau berkerja sama. Biarlah orang yang berada dibelakang Noah melakukan sesuatu.
“Hai,” panggil seseorang di belakang Noah. Noah menoleh ke belakangnya dan mendapatkan laki-laki berambut coklat tua tersenyum ke arahnya. “Rey Heavender, salam kenal,” kata orang itu sambil mengulurkan tangannya.
Noah menatapnya heran. “Ya, salam kenal juga,” ucap Noah sambil membalas salaman itu.
“Kamu tahu pertandingan Tessera Clocear?” tanya Rey.
“Ya,” jawab Noah.
“Kamu harus bergabung bersama kami,” kata Inna tanpa basa-basi. Noah memandangnya bingung. Kami?
Noah menjawab dengan nada kasar, “Tidak,”
“Aku sudah mendengar apa yang kamu lakukan kemarin. Melawan senior itu,” kata Rey. Noah melihat ke arah Rey dan Inna secara bergantian.
“Kalian kenal satu sama lain,” kata Noah yang terdengar kesal.
Rey melihat Noah dan bertanya, “Kamu kenal senior itu? Sepertinya kalian berdua punya masalah sendiri,” Noah kembali mengingat kejadian dimana dia berkelahi ketika ditanya.
“Seniorku sewaktu Menengah Pertama,” ucap Noah.
“Kamu beneran tidak mau bergabung?” tanya Inna sambil tersenyum tidak suka dan Noah hanya bisa mengalihkan pandangannya ke guru yang mengajar. Sepertinya mereka berdua tidak akan berkata satu sama lain lagi.
Inna yang diabaikan Noah hanya bisa menahan kesal. Tatapannya mengarah ke Rey yang duduk paling belakang. Rey yang mengawasi Noah dengan tajam tanpa mengetahui bahwa Noah sudah menyadari hal itu.
....o.O.W.O.o....
Buku pelajaran umum terlihat berantakan di meja belajar Inna. Lingkaran hitam yang tipis kini menghiasi bawah mata Inna. Inna menyesali karena tidak mendengar guru ketika menerangkan pelajaran. Ia sibuk mencari Farre Houses dan kini pertandingan Tessera Clocear.
Beberapa hari lagi akan ada tes ujian kelas tetap. Dari yang didengarnya, kelas tetap akan ditentukan dari hasil tes ujian. Berarti dalam satu kelas akan terdapat kelas yang berisikan anak-anak pintar. Inna adalah manusia egois. Tentu saja, dia ingin mendapatkan kelas terbaik untuk menjadi kelasnya.
Tiba-tiba terdengar ketukkan dari pintu kamarnya. Inna segera menghampiri siapa yang mengetuk pintu di malam-malam ini. Di sana, Inna menemukan salah satu teman se-'Alam'nya. Gadis seumuran Inna itu hanya memberitahukan bahwa kelas malam akan segera dimulai minggu depan. Inna tidak terlalu peduli dengan kelas malam karena ia sendiri sudah belajar cukup di kamarnya, tetapi Inna tetap mengucapkan terima kasih kepadanya.
“Kenapa tidak hubungi lewat TB saja sih,” kata Inna kesal.
Inna kembali ke kamar tidurnya dan kembali belajar. Sayangnya, sebelum Inna sempat menutup pintu kamarnya, tiba-tiba Inna merasakan sakit di lehernya dan terjatuh di lantai. Inna bisa melihat beberapa kakak seniornya yang berlari ke arahnya sebelum kesadarannya menghilang.
....o.O.W.O.o....
Perasaan senang dan tenang yang dirasakan Noah dari pagi kini berubah menjadi hari yang mengerikan dalam sejarahnya. Noah kembali mengecek jadwal pelajaran di Hp-nya untuk memastikan bahwa nama Inna tidak tertera di sana. Rasa lega kini membuat hatinya nyaman, tetapi di jadwal itu tertera sebuah nama yang Noah kira bukanlah sebuah ancaman.
Seorang laki-laki berambut coklat tua kini duduk di sebelahnya. Awalnya Noah merasa baik-baik saja ketika mengetahui bahwa teman sebangkunya adalah laki-laki pintar. Sayangnya laki-laki itu bernama Rey Heavender. Masih dalam posisi dengan suasana yang mencengkram, mereka berdua berbisik satu sama lain.
“Kamu belum menjawab pertanyaan Inna, jadi jawabanmu?” tanya Rey sambil berbisik.
Noah sedikit menahan suaranya yang terdengar berat. “Tessera Clocear? Aku memang berencana untuk mengikutinya, tetapi aku tidak mau bergabung satu tim dengan kalian,” jawab Noah.
Kelas yang awalnya ramai dengan bisikan-bisikan, kini berubah menjadi keributan ketika guru memberikan mereka tugas dan pergi dari kelas sebelum jam istirahat. Bahu Rey kini terasa berat ketika Ben muncul tiba-tiba sambil merangkulnya.
Ben melihat ke arah Noah dengan tatapan berbinar. “Kamu Noah Dracred, bukan?” tanya Ben. Noah mengangguk, tetapi bersikap angkuh tanda bahwa Noah tidak ingin berkenalan dengan Ben. Melihat kedekatan Ben dengan Rey membuat Noah waspada.
Ben tidak menyadari posisi angkuh Noah dan berkenalan. “Namaku Ben Wincessor dari 'Alam' angin,” kata Ben. Noah masih diam. “Namamu?” tanya Ben yang tidak mendapatkan balasan dari perkenalan.
“Kamu sudah tahu,” jawab Noah.
Ben merasa malu ketika menyadari itu. “Kalau begitu aku akan bicara langsung ke intinya saja,” kata Ben menatap Noah dan Rey bergantian. “Aku tahu kalau perbuatanku sangat lancang, tetapi demi pertandingan Tessera Clocear,” kalimat Ben yang digantungkan membuat Noah dan Rey penasaran.
“Aku memasukkan nama Noah Dracred sebagai anggota keempat kita,” kata Ben selesai mengatakan apa yang ingin disampaikannya dengan nada berat.
“Dan siapa anggota timmu?” tanya Noah yang mencoba terlihat tenang.
“Rey Heavender dan Innadellona Swan,” jawab Ben spontan membuat Noah melemparkan api kecil ke arah Ben. Ben segera menghindari api itu. Takut jika Noah melemparkannya api yang besar, Ben segera kabur dari tempat mereka. Tepat ketika Ben duduk di tempat duduknya, guru pun masuk ke kalas. Noah hanya bisa terdiam cukup lama. Ia melirik ke arah Rey sebentar yang hanya bisa menahan tawanya.
....o.O.W.O.o....
Inna memandang jam dinding yang menunjukan pukul 8. Malam ini adalah kelas malam pertama 'Alam' air. Murid kelas satu diberitahukan akan belajar di kolam renang utama asrama 'Alam' air. Setibanya di sana sudah berdiri seorang laki-laki dewasa yang sudah dikenal murid-murid di sini sebagai guru pembimbing 'Alam' air mereka.
Mata Inna memandang kalung yang menghiasi leher laki-laki itu. Kalung itu sama seperti yang dilihat Inna sewaktu pingsan di kelas. Ternyata yang menolongnya adalah Sven Steven L'eau, guru pembimbing 'Alam' air. Pelajaran kelas malam pun dimulai.
Inna yang seharusnya fokus dengan pelajaran justru teralihkan dengan memandang kolam renang di depannya. Inna tahu perasaan ini. Lagi-lagi terdengar suara di dalam air itu. Benar-benar membuat Inna terhipnotis. Suara air yang memanggil Luna. Walau Inna terbuai dengan suara itu, kesadaran Inna masih terjaga. Inna harus konsentrasi kepada gurunya, Ben pernah memberitahunya bahwa ia harus merahasiakan Avrora.
Inna merasakan getaran di lehernya. Sepertinya lambang Avrora akan segera muncul kembali. Inna cepat-cepat lari dari sana, membiarkan teman se-asramanya melihatnya dengan aneh.
Mr. L'eau yang sempat ingin menegor Inna teralihkan dengan kalungnya yang bergetar. Di pegangnya kalung itu agar tidak menarik perhatian murid-murid lain. Tidak biasanya kalungnya akan bereaksi seperti ini.
....o.O.W.O.o....
Perih yang dirasakan Inna dari lehernya membuatnya sangat kesakitan. Lambang Avrora itu kini menghilang, begitu juga dengan rasa sakitnya.
“Ini sakit sekali,” kata Inna kepada dirinya sendiri. Inna sudah berada di kamarnya. Dia mengunci kamarnya karena takut jika ada orang yang tiba-tiba membuka pintu sedangkan lambang di lehernya bisa saja muncul kapan saja.
Inna membuka jendela kamarnya agar dapat mendinginkan rasa sakit yang ia rasakan. Sebenarnya arah jendela kamarnya menghadap ke arah taman pusat akademi. Jadi, Inna bisa dibilang beruntung. Ketika Inna merasa baikkan, di taman sana Inna melihat ada seseorang. Dilihatnya secara cermat dan sosok itu adalah Noah Dracred.
Inna tidak ingin berada di kamarnya terus menerus dan akhirnya pergi secara diam-diam dari asramanya untuk menemui Noah. Apa yang dilakukan laki-laki api itu?
Ketika Inna telah sampai di sana, ia justru menemukan Noah sedang tertidur tengkurap di kursi taman. Tiba-tiba lehernya terasa sakit lagi. Inna mundur ke belakang, mencoba menahan rasa perih ini. Inna pun siap kembali melihat kegelapan, tetapi Inna tahu bahwa ada seseorang menangkap tubuhnya yang hendak mencium tanah.
....o.O.W.O.o....
Mata Inna terbuka. Berusaha melihat langit-langit ruangan. Kepalanya terasa sangat pusing, tidak mengerti kenapa ia mengalami hal-hal rumit seperti ini. Kini Inna dapat melihat dengan jelas warna putih di atas sana. Rungan yang sepertinya pernah ia jumpai terasa sedikit panas di sebelah kirinya. Pandangannya mengarah ke kiri dan menemukan Noah sedang duduk sambil memainkan api kecil di tangannya. Duduk di kursi milik dokter UKS ini. Tatapan Noah yang melihat Inna yang terbangun dibalas Inna dengan dingin. Noah memanggil Rey dan Ben segera setelah mendapatkan balasan tatapan itu.
“Inna, bisakah kamu tidak pingsan secara tiba-tiba?” tanya Ben dengan nada kesalnya ketika Noah memanggilnya.
Inna yang masih merasa sedikit pusing mendengar ocehan Ben membuatnya naik darah. “Apa kamu pernah merasakan sakitnya leher hingga ke kepalamu?” tanya Inna.
“Ya, aku tahu. Semua Avrora mengalaminya,” jawab Ben sambil menunjukan lengannya yang mengambarkan Pegasus dan Udara. Pegasus yang terlihat indah itu seakan hidup di lengan Ben. Sama halnya ketika Inna melihat gambar naga di tangan Rey. Mata Inna melihat Noah, berusaha memahami kenapa Ben terus terang mengatakan tentang Avrora di depan Noah.
“Noah salah satu dari kita dan alasan kenapa kita merasakan sakit," kata Rey seakan berhasil menjawab pertanyaan di dalam pikiran Inna. Noah menunjukan punggungnya dengan membuka bajunya. Dimana gambar Phoenix dan Api menjadi lambangnya. Ekspresi wajah Inna terlihat tidak nyaman ketika Noah menunjukan punggungnya yang polos tanpa dilindungi helaian kain, membuat Noah segera memakai bajunya kembali. Inna melihat sekelilingnya. Mencari laki-laki berambut putih perak bernama Yhogi. Inna memikirkan seperti apa lambang Yhogi.
Inna melihat lambang Ben yang kini memudar. “Kenapa lambang ini tiba-tiba muncul dan menghilang?” tanya Inna yang sebenarnya mencoba menutupi keterkejutannya karena memikirkan Yhogi.
“Kita akan terus merasakan sakit dari lambang kita hingga Avrora terakhir muncul,” kata Yhogi dengan suara beratnya. Inna membelalak kaget ketika melihat sepasang mata yang pernah dia temui kini datang. Inna jauh lebih terkejut ketika Primrose berada di belakang Yhogi, tetapi kehadiran Primrose seolah-olah menjaga jarak. Apa hubungan keduanya?
Yhogi memandang keempat murid kelas satu di hadapannya. “Bagaimana dengan malam kemarin?” tanya Ben.
Inna juga baru menyadari bahwa malam kemarin ia juga merasa kesakitan. Jika Inna benar menyusun kronologinya, kemungkinan besar Yhogi adalah Avrora pertama selanjutnya Ben diikuti Rey kemudian Inna dan terakhir Noah.
“Kemarin malam bisa saja menjadi pertanda bahwa ada Avrora lain di luar sana yang tidak kita ketahui keberadaannya,” kata Yhogi.
Suara berdecit yang dikeluarkan oleh kursi membuat semua pasang mata melihat ke arahnya. “Sebentar,” kata Noah seakan meminta semuanya untuk melihat ke arahnya. “Kemarin malam, aku sudah mendapatkan lambang ini. Itu berarti aku sudah menjadi Avrora,” kata Noah.
Yhogi memandang ke arah Primrose sebentar. Inna juga melihat ke arah gadis bermata hijau itu, dimana tatapannya terlihat sangat dingin. Tidak. Itu tatapan tidak suka.
“Kalau begitu, hari ini kemunculan Avrora baru,” kata Yhogi yang segera berjalan ke arah pintu dengan Primrose yang kini bergegas mengikuti Yhogi.
Selintas Inna melihat punggung kedua orang itu terasa seperti ada suatu beban yang amat berat. Inna melihat Primrose yang melirik ke arahnya sebentar. Kemudian Yhogi yang juga menoleh ke arah Inna. Mata mereka berdua terlihat mirip sekali.
“Kalian semua kembalilah ke asrama,” kalimat Yhogi membangunkan Inna dari lamunannya. Yhogi pun melanjutkan kalimatnya. “Dan semoga berhasil di tes nanti,”
Tiba-tiba jendela UKS terbuka setelah Yhogi dan Primrose pergi dari sana. Angin-angin terasa hangat, tetapi langit-langit berwarna gelap sambil mengeluarkan suara gemuru marah.
....o.O.W.O.o....
Lembaran putih yang dipenuhi oleh pertanyaan menyulitkan kini menjadi pemandangan biasa untuk Inna. Beberapa kamera pengawas terlihat setia mengawasi mereka. Jika Inna akui, ia tidak tahu alasan mengikuti tes ini. Tepat setelah Inna lulus Menengah Pertama, ia dan beberapa lulusan dari sekolahnya langsung diterima di Akademi Tessera. Dan sekarang, dia dan murid-murid yang lain diwajibkan untuk mengikuti tes dengan gaya zaman dahulu. Menjawab dengan pensil biasa disebuah kertas. Norak sekali.
Dengan mudahnya Inna menjawab lembaran itu. Soal-soal yang dikeluarkan bisa dibilang sudah sering dibahas oleh guru. Inna tidak perlu menoleh ke arah Ben yang pusing sendiri atau Noah yang hanya tertidur di kelas. Sedangkan Rey sudah tidak ada di sana, karena telah lebih dahulu menyelesaikan tesnya.
Hasil tes yang menentukan kelas tetapnya akan diumumkan satu bulan kedepan.
Setelah Inna selesai menyelesaikan tesnya, ia segera menuju meja depan. Bersamaan pula dengan laki-laki di sampingnya. Sungguh Inna tidak menyadari akan kehadiran laki-laki yang duduk di sampingnya itu. Inna melirik ke arah laki-laki itu, dimana mata biru nan sejuk terlihat indah dipandang. Laki-laki itu sepertinya tidak menyadari tatapan Inna karena ia langsung pergi terburu-buru setelah mengumpulkan tesnya. Inna sendiri terbangun dari hipnotis itu. Menahan malunya dan segera keluar dari sana untuk mencari Rey.
Berakhirnya tes tidak membuat keempat remaja itu bersantai. Pertandingan Tessera Clocear dijadikan sebuah pertandingan pembukaan untuk murid-murid baru Akademi Tessera. Noah telah mengatakan bahwa ia setuju mengikuti pertandingan Tessera Clocear setelah mendengar alasan yang sebenarnya dari Rey.
Mereka berada di atas atap sekolah yang sama ketika Inna diberitahu Ben mengenai pertandingan. Langit biru dan angin musim semi terlihat menakjubkan melalui sana.
“Sekarang kita hanya perlu mengisi formulir,” kata Rey sambil menunjukan kertas selembar. Inna memandang kertas itu. Awalnya Inna kira formulir itu hanyalah kertas biasa, tetapi jika dilihat secara dekat, kertas itu memiliki alat sensor di setiap ujungnya. Di sebelah kiri kertas itu terlihat sebuah kamera kecil. Inna tidak tahu seberapa tipisnya kamera itu sehingga dapat merekam mereka. “Di sini ada kolom nama tim dan ketua yang wajib diisi,” lanjut Rey.
“Kalau begitu Rey menjadi ketua,” kata Inna. Rey segera menatap Inna dengan tatapan melas yang dibalas Inna dingin. Raut wajah laki-laki 'Alam' petir itu kini berubah seperti menantang Inna ketika mengetahui bahwa Inna tidak mengubrisnya.
“Aku memilih Noah,” kata Rey menyeringai.
“Kenapa? Jangan tersinggung Noah, bukannya aku tidak setuju kamu menjadi ketua,” kata Ben yang berusaha agar Noah tidak marah kepadanya.
“Keluarga Dracred adalah bangsawan yang terkenal ahli strategi,” kata Rey. Inna melirik Noah sebentar. Menunggu responnya.
“Terserah kalian saja,” kata Noah. Ben mengatakan nama Noah sebagai Ketua di kertas itu. Otomatis kertas itu menampilkan nama panjang Noah.
“Bagaimana dengan nama tim kita?” tanya Ben.
Noah dan Inna saling menundukan wajah mereka. Noah terlihat sedang mencoba menerima kenyataan. “Kekanak-kanakan sekali,” ucapnya. Inna mengangguk setuju. Sejujurnya Inna malu, karena kesannya seperti main pahlawan siang bolong.
Rey menghela nafasnya. “Nama ini agar mudah disebut oleh panitianya. Ayolah jangan seperti itu! Aku jadi malu memikirkannya,” kata Rey.
Inna melihat Ben yang terlihat sangat fokus. Ada rasa geli yang ingin Inna keluarkan, tetapi ia mencoba menahannya. “A-apa pun idenya aku setuju saja,” kata Inna seakan mengatakan kalimatnya kepada Ben.
“Aku sama dengan Inna,” kata Noah cepat.
“Kamu punya ide Ben?” tanya Rey yang sepertinya menyadari keseriusan Ben.
“Beruntunglah kalian memilikiku di tim ini,” kata Ben menyombongkan dirinya. Ben pun berkata, “Sol Azul,”
Sol Azul? Ketiga remaja lainnya memandang Ben bingung. Matahari Biru? Apa maksudnya? “Warna asramaku dan Inna adalah biru, kalian berdua berwarna merah dan jingga seperti matahari–”
“Dan kamu menggabungkannya menjadi Matahari Biru,” kata Noah memotong kalimat Ben.
“Tepat sekali,” kata Ben. “Bagaimana menurut kalian?” tanya Ben meminta kepastian dari teman timnya. Alasan yang sangat sederhana membuat Inna sedikit tertawa kecil. Rey hanya tersenyum sedangkan Noah tetap diam.
“Singkat saja sebagai Soul,” kata Inna. Kertas itu pun memunculkan nama Soul di kolom nama tim. Ben hendak mengatakan sesuatu, tetapi Inna menghentikannya. “Jangan kesal dulu Ben. Soul adalah singkatan dari Sol Azul dan memiliki arti jiwa. Singkat kata, Soul berarti jiwa matahari biru. Bagaimana?”
“Itu keren Inna,” jawab Ben cepat dengan tatapan yang bersinar dibalik matanya. Rey dan Noah tertawa keras mendengar alasan Inna. Inna hanya bisa menahan malunya, sedangkan Ben terdiam karena tidak mengerti melihat teman-temannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments