Avrora: Water Voice
Chapter 2
\=\=\=\=\=\=\=\=
Kaki-kaki itu berlari ketika mendengar suara bel berdering di setiap sisi akademi. Bel itu tidak berbicara, tetapi semua murid sangat yakin bahwa bel itu meminta mereka semua untuk masuk ke kelas mereka masing-masing. Ada sebagian dari mereka masih bingung mencari kelasnya, ada pula yang sengaja menabrak salah satu dari mereka. Di lorong itu hanya dipenuhi oleh murid kelas satu yang bahkan status murid mereka belum sepenuhnya sah.
Sebelum sepenuhnya menjadi murid Akademi Tessera, murid kelas satu akan di tes kembali selama satu bulan. Hanya berupa tes biasa untuk mengukur keahlian dan keterampilan murid. Selama satu bulan itu, kelas yang ditempati juga belum tetap dan akan terus berganti. Bahkan murid-muridnya juga diacak. Jadwal kelas acak ini tidak diketahui murid kelas satu selain Komite Sekolah. Murid pun akan segera mengetahui jadwal kelas melalui Hp atau TB mereka.
Walau begitu, setiap murid di akademi akan mendapatkan dua jenis kelas. Pertama, kelas pagi yang berisikan mata pelajaran sekolah dasar, teknik kemiliteran, dan tempat bersosialisai dari berbagai 'Alam'. Kedua, kelas malam yang dikhususkan untuk melatih 'Alam' dan biasanya latihan ini hanya ada di asrama masing-masing 'Alam'.
Inna sekarang berada di kelas pertamanya yang penuh dengan peta dunia. Uniknya kelas ini memiliki wangi lemon madu. Seolah-olah menjadi ciri khas tempat ini.
Sayangnya di hari pertama sekolahnya, Inna justru sangat lelah. Wajahnya terlihat mengantuk, tetapi dipaksanya mata biru itu untuk tetap terbuka. Gurunya tidaklah bodoh untuk tidak menyadari itu. Sebenarnya, mata pelajaran sejarah di hari pertama murid kelas satu adalah suatu kebosanan. Jujur saja, guru itu pun juga merasakan hal yang sama, tetapi kamera pengawas terlihat masih setia mengawasinya. Mata Inna sudah siap tertutup dan otaknya mulai menyusun mimpi indah jika saja suara buku yang terjatuh dari belakangnya tidak merusak semuanya. Bukan Inna saja yang menoleh ke belakangnya, tetapi beberapa murid lainnya juga.
Laki-laki yang Inna ketahui bernama Noah Dracred tertidur dengan pulasnya. Wajahnya tertutup oleh buku pelajaran lain yang tidak ada kaitannya dengan sejarah. Justru buku sejarah yang terjatuh di dekat kaki Noah sepertinya bukan alarm yang dapat membangunkan Noah.
Guru sejarah itu menghampiri Noah dengan wajah kesalnya. Awalnya Noah dibangunkan secara lembut, tetapi tidak berhasil membangunkannya. Guru itu melihat ke arah Inna seperti meminta tolong membangunkan Noah. Tatapan guru itu terlihat marah. Inna tidak mau memandang guru itu, tetapi Inna tahu apa yang diinginkannya. Mungkin lebih baik teman sebaya Noah saja yang membangunkannya daripada guru yang sedang menahan emosi itu.
Beberapa murid melihat Inna sambil berbisik dengan teman sebangku mereka. Inna tidak suka cara mereka menatapnya. Inna hiraukan mereka dan diayunkan tangannya hingga membentuk bola air.
Beruntung sekali Inna membaca buku Dasar Teknik 'Alam' yang disiapkan oleh pihak akademi. Buku kecil berwarna hitam itu adalah buku yang digunakan untuk melatih murid mengendalikan 'Alam' mereka. Walau kelas malam belum dimulai, Inna rasa membaca buku itu terasa jauh lebih menyenangkan daripada menonton drama yang berubah alur itu. Inna masih ingat sekali dasar membentuk energi 'Alam' adalah konsentrasi, imajinasi, dan keinginan.
Sebelum Inna melemparkan bola air itu, Inna sempat melirik ke gurunya sebentar karena ia curiga. Entah kenapa tatapan laki-laki itu sama sekali tidak terkejut ketika melihat 'Alam' Inna, sedangkan beberapa murid melihat ke arah Inna dengan terkejutnya. Pasalnya bola air yang Inna buat bisa terbilang sempurna untuk seseorang yang baru mengetahui jenis 'Alam'nya.
Tidak mau menjadi pusat perhatian, Inna segera melemparkan bola air itu ke arah Noah dengan sedikit amarah. Noah terbangun dan segera berdiri dengan rambut dan baju yang basah. Noah melihat Inna dengan kesal karena beraninya melemparkan air kepada seseorang yang baru ditemuinya. Guru sejarah itu menyentuh bahu Noah untuk menyadarkannya. Walau Noah memang bersalah karena tidur di jam kelas, tetapi tatapan matanya terlihat tidak merasa bersalah sama sekali. Akhirnya, mulut pedas guru itu keluar. Inna dan beberapa murid lainnya hanya bisa diam dan melihat mereka sebagai hiburan. Noah diberi hukuman untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, tetapi kali ini Inna terdiam bukan karena melihat mereka. Melainkan rambut dan baju Noah yang sudah sepenuhnya kering tanpa jejak lembab dari airnya.
....o.O.W.O.o....
Kantin luas itu dipenuhi murid kelas satu yang bercanda tawa di meja masing-masing. Makanan sehat dan enak terasa meleleh di mulut. Beberapa robot penjaga kebersihan dan Helper terlihat tidak terlalu banyak, membuat murid di sini merasa lega dan tidak merasa seperti berada di penjara. Walau terkadang beberapa anak laki-laki yang siap membuat keributan berakhir dengan diam di tempat ketika melihat tatapan Helper yang dingin.
Di meja dimana Rey dan Inna duduk telah tersedia makanan hangat dan sederhana. Nasi putih, daging kemerahan yang dilapisi saus mentega, beberapa sup yang berisikan sayuran hijau dan wortel, serta buah apel sebagai makanan penutup terlihat tinggal sedikit. Mereka makan dengan pelan karena Inna harus menelan makanannya sebelum bercerita kembali dengan Rey.
Suara Inna bagaikan angin buat Rey. Ketika Inna bertanya, Rey hanya mengangguk tanpa mengetahui apa yang Inna bicarakan. Inna mulai bercerita tentang hal-hal yang membuatnya merasa kesal, dan malangnya Inna menyadari bahwa Rey tidak mendengarkannya. Sekali gerakan, Inna tarik makanan Rey. Helper yang melihat Rey dan Inna bertengkar dengan suara pelan hanya dapat terkekeh kecil dan membiarkan mereka bertengkar kecil.
“Hey!” Rey berteriak kesal ketika makanannya direbut oleh Inna.
Inna mengecilkan suaranya, tetapi terdengar menekankan kalimatnya. “Salahmu sendiri tidak mendengar ceritaku, Rey,” kata Inna yang akhirnya membiarkan Rey menarik kembali piringnya.
Rey melihat jadwal pelajaran di Hp-nya yang dimana pada jam pelajaran berikutnya tidak sekelas dengan Inna. Entah Rey harus senang akan hal itu atau tidak. Rey memasukan Hp-nya di saku dan secara bersamaan ia melihat Glenda Moonlight menatap ke arah meja makannya. Rey menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mengetahui siapa yang dilihat kepala sekolah itu karena rasanya tidak mungkin jika Glenda Moonlight sedang mengawasi mereka.
“Apa kamu mendengarkan Rey?” tanya Inna dengan nada hampir marah ketika melihat Rey menoleh ke kiri dan ke kanan. Rey yang mendengar pertanyaan Inna hanya dapat mengangguk saja dan kembali melihat kepala sekolah, tetapi sudah pergi entah kemana. “Kamu kenapa?” tanya Inna melihat tingkah aneh Rey.
“Tidak ada apa-apa kok,” jawab Rey.
Mereka berdua selesai makan dan hendak kembali ke kelas masing-masing sebelum bel masuk berbunyi. Rey yang berdiri dengan memegang piring kosong dijatuhkan oleh seseorang yang tidak sengaja menabraknya.
Laki-laki berparas tampan dengan rambut dan mata seterang matahari itu bernama Venus Lockhart. Ketiga remaja itu terlihat terkejut dan terdiam di sana. Mereka semua sedang memikirkan sesuatu, tetapi mereka kembali ke alam sadar ketika mendengar suara gadis memanggil nama Venus.
Gadis yang memanggil Venus adalah Primrose. Sepertinya Primrose habis mengejar Venus, terlihat dari mimik wajah Venus yang menyebalkan ketika melihat Primrose yang kelelahan.
Inna melihat beberapa gerombolan cowok yang terlihat tidak bersahabat sedang melihat ke arah mereka. Venus yang juga sadar dengan kumpulan orang-orang itu pun pergi bersama mereka. Primrose sepertinya menyerah mengejar Venus dan memilih membantu Rey untuk merapikan beberapa makanan yang jatuh, walau sebenarnya ada robot pembantu di sana. Primrose melihat bekas luka di tangan Rey. Rey yang menyadari arah tatapan mata Primrose segera Rey tutupi lukanya.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Inna yang tidak menyadari apa yang Rey sembunyikan.
“Ya,” jawab Rey.
Inna kenal Venus Lockhart. Sangat kenal. Venus itu dari dulu hingga sekarang selalu dianggap hampir semua orang sebagai anak populer. Terakhir kali Inna dan Rey mendengar kabar dari Venus adalah saat dia dikenal sebagai geng motor, walau pun sebenarnya ia sudah tidak ada hubungan lagi dengan geng itu.
Primrose yang melihat keanehan dari kedua sahabat itu tidak mengatakan apa-apa. Inna yang sadar ada Primrose jadi merasa tidak nyaman. Gadis itu menolongnya di upacara dulu dan Inna belum sempat mengucapkan terima kasih. Primrose tersenyum dan pamit kepada mereka berdua ketika suara bel terdengar lagi. Sebelum itu Primrose sempat berpesan kepada Rey dengan nada hampir berbisik.
“Kenapa tidak ke UKS saja? Mungkin lukanya bisa disembuhkan.”
....o.O.W.O.o....
Entah sebuah kemalangan atau bukan. Inna bukannya tidak suka dengan posisi meja yang mengharuskan adanya dua orang, hanya saja dengan menjadikan teman sebangku sebagai pasangan kerja kelompok adalah bencana. Walau pun Inna tahu murid kelas satu masih berada di kelas acak, tetapi ia tetap tidak suka jika Noah adalah teman partnernya. Ketika itu, Noah terlambat datang ke kelas. Sayangnya, kursi kosong di sebelah Inna seakan sudah menandakan bahwa itulah hukuman Noah atas keterlambatannya.
Beruntunglah mata pelajaran ini tidak sebosan seperti yang sebelumnya, membuat hampir seisi kelas fokus. Membuat Inna melupakan bahwa partnernya sedang mengambil earphone hitam kecil di sakunya secara diam-diam. Suara tawa yang terdengar hingga luar kelas tidak menghentikan Noah untuk melakukan pelanggaran.
Guru biologi itu berhasil melihat apa yang dilakukan Noah, tetapi diabaikannya dan melanjutkan acara mengajarnya asalkan Noah tidak berisik. Apapun yang sedang Noah dengarkan, suaranya masih dapat terdengar.
Suara yang menganggu konsentrasi murid untuk belajar itu berhasil mengundang guru untuk menegur Noah. "Ehem! Dracred,"
Inna melihat Noah dengan geram. Inna tidak ingin menegur Noah, tetapi semua mata tertuju ke arah mereka dan Inna harus menghentikan aksinya. Inna menyentuh bahu Noah meminta untuk segera menyadari sikapnya. Noah hanya melirik ke arah Inna dan kembali melanjutkan aktifitasnya. Dengan nada kesal yang ditahan, Inna memberanikan diri untuk mengatakan apa yang dipikirkannya. “Noah Dracred! Apa kamu sadar kita berada di kelas?” bisik Inna yang sebisa mungkin menahan marahnya.
Noah melihat Inna dengan tatapan benci sebagai jawabannya.
“Dracred, berikan Hp dan earphone-mu sekarang,” kata guru itu. Noah berikan semuanya kepada guru itu. “Lain kali perhatikan apa yang akan saya sampaikan,” lanjutnya sambil menatap Noah dengan tenang.
Inna dan Noah melirik bersamaan dengan tatapan saling membenci satu sama lain. Kelas kembali sepi walau beberapa dari mereka ada yang masih melihat mereka. Ruangan yang sangat terang oleh sinar matahari itu tiba-tiba menjadi gelap oleh mendungnya langit.
Luna
Terdengar bisikan dari arah jendela. Inna spontan menoleh ke arah jendela, tetapi dia hanya dapat melihat awan putih berubah menjadi abu-abu kotor dengan angin-angin kencang bertiupan. Di luar jendela itu sebenarnya mengarah ke arah taman belakang akademi, dimana kolam ikan terlihat dari sana.
Guru itu kembali melihat ke arah meja Inna dan mendapatkannya sedang tidak memperhatikan pelajaran. Inna tidak terkejut ketika namanya dipanggil oleh guru, tetapi yang terkejut justru Noah. Noah melihat ke arah Inna, tetapi yang di dapatkannya bukanlah sosok Inna, melainkan orang lain. Seorang wanita yang sepertinya pernah Noah lihat sebelumnya. Noah menggelengkan kepalanya dan kembali melihat ke arah Inna yang kini menjadi Inna yang sebenarnya.
“Jawab pertanyaan yang ada di papan tulis,” kata guru biologi itu. Inna maju ke depan kelas dan menjawab dengan mudah. Entah kenapa Inna merasakan sesuatu yang aneh. Sekilas Inna melihat sosok gurita besar.
Pena hologram untuk papan tulis itu terjatuh dari tangan Inna ketika kepalanya terasa sangat sakit. Inna melihat ke arah murid lain di kelas yang meleleh sedikit demi sedikit. Perlahan-lahan meleleh membiarkan kulit mereka bercampur dengan bau amis darah. Inna hanya melihat mereka dengan horor. Ketika kepalanya yang terasa sakit Inna pegang dengan kuat, secara bersamaan pula lehernya terasa perih. Inna terjatuh dan kembali mendengar satu kata yang barusan ia dengar.
Luna
Luna
Luna
Luna
...na
..nna
“Inna!” mata Inna terbuka dengan cepat. Dia melihat seorang gadis cantik dengan tatapan cemas di hadapannya. Inna menyadari posisinya saat ini sedang tertidur di lantai. Guru dan beberapa murid lainnya melihatnya dengan tatapan khawatir. Kemudian salah satu Helper mengangkat Inna yang sepertinya akan dibawa ke UKS. Semar-semar Inna melihat kalung yang dikenakan laki-laki Helper itu. Inna ingin melihat sosok wajah yang menolongnya dan ia menyadari bahwa laki-laki itu bukanlah Helper dan gadis yang memanggilnya barusan adalah Primrose. Primrose datang bersama beberapa murid kelas tiga lainnya. Apa yang sedang mereka lakukan di kelasnya?
....o.O.W.O.o....
Primrose meminta kedua murid kelas 3 yang bersamanya untuk segera membagi buku hologram khusus yang sebelumnya belum sempat dibagikan kepada murid kelas satu.
Guru itu melihat Primrose sambil memijit kepalanya. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Primrose?” tanyanya. Primrose tidak menjawab.
Kedua murid kelas 3 yang selesai melakukan tugasnya segera pamit keluar, begitu juga dengan Primrose. Ketika Primrose keluar dari kelas, Noah melihat gadis cantik itu dengan tatapan dingin.
Kelas pun kembali dilanjutkan. Noah yang kini mulai bosan tiba-tiba menyadari sesuatu. Noah pun tahu siapa sosok yang dia lihat ketika melihat Inna.
“Luna Mermaid.”
....o.O.W.O.o....
Mata Inna terbuka sedikit demi sedikit. Langit ruangan itu adalah langit kamarnya. Inna sadar bahwa ia berada di kamarnya. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit sekali. Semua ruangan berputar seperti air. Inna mencoba berdiri, tetapi jatuh lagi di kasurnya karena kepalanya pusing. Matanya tidak berkedip, tetapi Inna merasakan tatapan matanya seperti kosong. Inna pun mencoba duduk di lantai dan menundukan wajahnya di kasur.
Primrose datang bersama makanan di tangannya. Masuk ke dalam kamar Inna dan melihat Inna sedang duduk di lantai dengan wajahnya yang ditundukan di kasur membuat Primrose berpikir bahwa Inna pasti merasa pusing. Primrose meletakkan mangkuk berisi makanan itu di meja belajar Inna kemudian menghampiri Inna untuk membantunya tidur di kasur.
“Jangan!” kata Inna yang merasakan kehadiran Primrose. “Aku nyaman seperti ini, aku hanya sedikit pusing,” lanjut Inna.
Primrose mengangguk paham saja. “Seharusnya aku membiarkanmu beristirahat di UKS saja,” kata Primrose merasa sedikit menyesal.
“Tidak apa-apa,” kata Inna yang akhirnya bisa bertatapan langsung dengan Primrose sebelum mengatakan yang ingin dikatakannya. “Terima kasih,”
Primrose tersenyum ramah. “Namamu Innadellona Swan, kan?” tanya Primrose. Inna mengangguk.
“Kamu bisa panggil aku Inna saja,” kata Inna gugup. Sejujurnya Inna sangat gugup berbicara dengan Primrose. Dari kecil Inna tidak punya teman perempuan karena bisa dibilang Inna adalah anak penyendiri. Semasa kecilnya, Rey adalah satu-satunya teman yang dia punya.
“Kalau begitu kamu bisa panggil aku Prim,” kata Primrose.
“Maaf jika merepotkan. Aku tidak tahu kenapa bisa-bisanya pingsan di saat belajar,” kata Inna. Primrose tertawa kecil mendengarnya.
“Kamu hanya kelelahan kok,” kata Primrose terdengar berbeda. “Selain itu kamu tidak perlu meminta maaf, sudah sepatutnya teman saling menolong satu sama lain," lanjutnya.
Mendengar hal itu membuat Inna menjadi senang. Pertama kalinya Inna memiliki teman selain Rey, tetapi secara bersamaan pula Inna terbayang dengan salah satu sahabatnya yang pergi dari sisinya tanpa alasan.
Primrose pun segera pamit pergi setelah melihat Inna sudah sehat. Setelah Primrose pergi, Inna pun mendengar suara sunyi yang sangat tidak disukainya. Inna pun bersiap-siap untuk menemui Rey karena dia ingin membicarakan mengenai apa yang terjadi kepadanya. Inna hendak pergi, tetapi melihat makanan buatan Primrose membuat perutnya berbunyi. Mau tak mau Inna harus makan dahulu.
....o.O.W.O.o....
Ketika Inna mencari Rey di asrama 'Alam' petir, beberapa senior melarangnya untuk masuk karena masih kelas satu. Inna sudah mengatakan bahwa ia hanya ingin bertemu dengan Rey dan salah satu dari mereka mengatakan bahwa Rey berada di UKS.
Inna sekarang berada di luar ruang UKS sekolah. Inna hendak masuk, tetapi berhenti ketika mendengar suara bukan milik Rey berasal dari sana.
“Tanganmu Rey,” terdengar suara asing yang memanggil nama Rey. Inna reflek menjadi penasaran. “Ya, aku tahu–” suara Rey pun terdengar, tetapi kalimatnya tidak terlalu jelas. Bukannya masuk, Inna malah mencoba mengintip di balik pintu yang sebenarnya tidak tertutup rapat.
“Sama sepertiku. Kamu lihat lenganku ini?” kembali suara asing itu yang berbicara.
“Apa ini?” kali ini suara Rey terdengar lagi. Inna dapat melihat Rey yang menunjukan tangannya yang terdapat gambar Petir dengan Naga di sana. Tato?
Tiba-tiba Inna kembali merasakan sakit, tetapi kali ini di lehernya. Inna merasa sakit sekali hingga kesadarannya tidak dapat ditahan. Terakhir yang Inna ingat hanyalah kaki seseorang yang berdiri di depan pintu UKS.
....o.O.W.O.o....
Ketika Inna membuka matanya, dua remaja laki-laki melihat ke arahnya dengan tatapan cemas. Salah satu dari mereka ada yang Inna kenal sejak kecil. Namanya Rey Heavender, sahabat kecilnya. Di samping Rey terdapat laki-laki berambut pirang dengan mata biru yang secerah langit.
Rey segera membantu Inna untuk duduk di kasurnya. “Kamu tidak apa-apa? Tadi kamu pingsan di depan UKS,” kata Rey dengan nada khawatirnya.
“Ya, sudah kedua kalinya aku pingsan hari ini,” Inna menjawab sambil menyentuh kepalanya. Inna tidak melihat Rey yang dimana tatapannya sangat terkejut.
Inna pun memegang lehernya yang masih sakit. Rasa sakitnya berhasil membuat Inna meringis kesakitan.
“Maaf, bukannya ingin membuatmu kaget,” kata laki-laki asing itu membuat Inna bingung. “Lehermu,” laki-laki itu memberikan cermin kepada Inna. Inna melihat lehernya dimana terdapat gambar Air dan Putri Duyung di sana. Gambar itu terlihat seperti tato, tetapi Inna yakin sekali bahwa gambar itu lebih mirip seperti sebuah bekas luka. Gambar itu perlahan-lahan menghilang.
“A-apa ini?” tanya Inna dengan nada gemetar.
“Tanda Avrora,” kata laki-laki itu menjawab pertanyaan Inna. Inna melihatnya dengan tatapan penuh pertanyaan membuat laki-laki itu sedikit canggung. “Sebelumnya perkenalkan, namaku Ben Wincessor dari 'Alam' angin,” kata laki-laki bernama Ben itu.
“Innadellona Swan dari 'Alam' air,” kata Inna dan mereka saling berjabat tangan. Inna masih dengan tatapan kebingungannya.
“Baiklah, aku harus kembali. Aku harus menyampaikan hal ini kepada Yhogi,” Ben pun pergi dari UKS.
Suasana menjadi cukup sunyi setelah Ben pergi. Bahkan angin-angin tidak ada yang bertiupan melalui jendela yang terbuka. Inna dan Rey masih terdiam, mungkin sedang memikirkan sesuatu yang membuat mereka merasa tidak nyaman satu sama lain. “Jadi, tadi kamu bilang kamu pingsan dua kali?” tanya Rey seperti mencairkan suasana daripada bertanya karena khawatir.
Inna melihat ke arah Rey dengan tatapan serius. “Aku mendengar suara,” kata Inna dengan suara yang pelan.
“Suara?” tanya Rey bingung.
“Ya, suara air yang berbicara,” kata Inna. Rey hanya memasang muka datar. Sebisa mungkin tidak membuat Inna marah.
Rey tidak percaya dengan apa yang dikatakan Inna. “Apa yang dikatakannya?” tanya Rey memastikan secara rinci apa maksud dari perkataan Inna barusan.
“Luna,”
Inna masih terlihat bingung, sedangkan Rey ingin mengatakan sesuatu kepada Inna hanya saja dia tidak tahu harus memulai darimana. “Ada sesuatu yang harus aku jelaskan,” kata Rey memberanikan diri. Inna melihat ke arah Rey berharap dia bisa menjelaskan semuanya.
“Tanda yang ada di lehermu adalah tanda seorang Avrora. Berarti kamu adalah Avrora,” kata Rey dengan nada yang terdengar berat. Entah kenapa Rey merasa sangat berat untuk mengatakannya. Rasanya ia juga tidak mempercayai hal ini. Sedangkan Inna yang mendengar cerita tersebut tidak berbicara apa-apa.
“Apa itu Avrora?” tanya Inna.
“Bagaimana menjelaskannya, ya?” tanya Rey kepada dirinya sendiri. Rey bahkan tidak tahu asal mula dari Avrora itu sendiri. “Nanti Ben akan membicarakan hal ini kepada Yhogi, jadi kamu bisa tanyakan apa saja kepadanya,” lanjut Rey.
“Siapa Yhogi?” tanya Inna.
“Laki-laki berambut perak yang menegurmu di upacara,” jawab Rey. Inna membelalakkan matanya. Apa hubungannya dengan laki-laki itu. Rey sedikit merasa bersalah karena menyebut nama laki-laki yang hampir membuat Inna malu. “Menurut dari Ben, Yhogi adalah salah satu dari Avrora,” kata Rey sedikit pelan.
“Ben sempat memberitahu ada delapan Avrora yang terpilih,” tambah Rey. Inna melihat Rey yang tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Sepertinya apa yang dikatakan Ben berasal dari Yhogi.
“Luna?” tanya Inna.
“Mungkin Luna ini ada hubungannya dengan Avrora,” kata Rey. Inna mengangguk setuju dengan pernyataan Rey. Semenjak Inna mendengar nama Luna, hal-hal aneh terjadi kepadanya.
“Avrora ya,” kata Inna. Rey dan Inna saling bertatapan dan mereka berdua tahu bahwa cerita tersebut adalah omong kosong.
....o.O.W.O.o....
Primrose melihat ibunya yang masih sibuk dengan dokumen-dokumen di mejanya. Glenda Moonlight sangat tidak suka dengan suasana ini pun memulai pembicaraan. “Ini sudah ketiga kalinya kamu berkeliling dengan seragam sekolah,” kata wanita itu.
“Prim, kamu sudah lulus 2 tahun yang lalu,” lanjut Moonlight.
“Dan aku masih 16 tahun,” kata Primrose.
Glenda Moonlight menghela nafas. “Kalau begitu untuk apa kamu lulus secepat ini?” tanyanya. Primrose tidak menjawab pertanyaan itu.
“Aku punya teman baru,” kata Primrose. Moonlight tidak mengatakan apapun ketika mendengar itu. Akhirnya, Primrose keluar dari ruang kepala sekolah ketika ia merasa bahwa Moonlight tidak akan mendengarkannya.
Di luar ada seseorang menunggu Primrose di sana. Laki-laki itu tiga tahun lebih tua darinya. “Bagaimana kabarmu, Primrose?” tanya laki-laki itu sambil mengenggam bingkisan bunga mawar dan diberikannya kepada Primrose. Primrose menerima bunga itu. Laki-laki yang sudah lama tidak Primrose temui.
“Baik,” jawab Primrose, “Dan kamu terlihat kacau sekali Villian,” lanjut Primrose dengan tatapan sinis kepada kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments