Avrora: Legasi Catwari

Avrora: Legasi Catwari

Episode 1 [Book 1]

Avrora: Water Voice

Chapter 1

\=\=\=\=\=\=\=\=

[100 tahun kemudian]

Tempat itu sangat sunyi. Cermin berderetan menghiasi dinding dengan rapi. Terdapat tanaman kecil plastik di sebelah kiri wastafel hitam dan lampu kecil yang lebih sudi menerangi cermin daripada toilet.

Salah satu cermin itu menampakkan sosok gadis yang memasang wajah kesal. Gadis itu bukanlah makhluk halus. Dia nyata. Wajah gadis itu terlihat kesal sambil berusaha mengikat dasi di kerah bajunya. Dasi itu tergantung seperti menyeringai ke arah gadis itu. Gadis itu mengikat dasinya lagi dan lagi. Dia mendengus kesal dan menyerah. Gadis itu berdecih, tidak tahu alasan kenapa dia sangat payah dalam hal ini.

Dilihatnya jam tangan yang menunjukan pukul 07.26. Empat menit lagi upacara akan segera dimulai. Gadis itu pasrah. Akhirnya dia tarik dasi itu dengan kasar dan ditaruh di saku roknya. Sedikit merapikan jepit rambut biru yang sedikit longgar, jas putihnya yang sedikit kusut, dan akhirnya siap mengakhiri penderitaan yang tidak menghasilkan apa-apa.

Di luar toilet, ada anak laki-laki yang menunggu si gadis keluar dari toilet perempuan dan terheran-heran apa yang membuatnya harus menunggu sangat lama. Sempat terlintas dari benaknya untuk pergi duluan menuju lapangan upacara. Dia menghela nafas dan memandang langit di balik jendela yang mulai panas. Kini sifat malasnya mulai menggodanya untuk bolos upacara.

Pintu toilet itu akhirnya terbuka dan seseorang yang ditunggu laki-laki itu akhirnya datang. Gadis itu memakai jas dan rok putih dengan kemeja hitam.

“Kamu tidak jadi memakai dasinya, Inna?” tanya laki-laki itu kepada sahabatnya bernama Inna.

“Aku malas memakainya, Rey,” jawab Inna sambil menepuk kantong roknya tanda bahwa dasinya ada di sana.

Rey merengut tidak suka dengan apa yang didengarnya dan dia hanya bisa menghela nafas. "Aku bisa membantumu Inna," Inna pergi menuju lapangan upacara menghiraukan Rey. Rey mengikuti Inna dari belakang, “Mau aku bantu pakaikan dasinya?” tanya Rey.

“Tidak perlu,” balas Inna jengkel. Sekali lagi Inna melihat jamnya dan kini menunjukkan satu menit lagi upacara akan segera dimulai. Inna menunjukkan jamnya kepada Rey dan mereka segera berlari menuju lapangan upacara. Berlari melalui lorong sekolah yang dimana dindingnya dipenuhi dengan lapisan batu alam hitam dan lantainya

keabu-abuan yang sedikit licin. Belok ke kiri dan mereka berdua telah sampai di lapangan yang sudah dipenuhi oleh murid-murid berseragam seperti mereka.

Lapangan itu terlihat sangat panas karena sinar matahari benar-benar bersinar sangat terang di sana. Cahaya matahari itu seolah-olah tersenyum dan seperti mengatakan hari indah telah menunggu di sana. Terlalu silau sehingga Inna benar-benar berharap ada awan yang mau menutupi matahari itu.

Rey pun menarik tangan Inna, memaksanya untuk berbaris sebelum senior yang dari tadi melihat mereka mulai mempertanyakan alasan keterlambatan mereka berdua. Inna sendiri pasrah saja ditarik Rey karena energinya sudah hilang diambil oleh matahari itu.

Bangunan akademi yang modern itu didominasi oleh warna-warna gelap seperti hitam dan abu-abu. Terlihat keren, tetapi juga sangat misterius. Di lapangan ini terdapat senior kelas tiga yang menjadi pengawas. Beberapa robot dan 'Helper' juga ikut mengawasi upacara.

Helper adalah sebutan pegawai khusus yang dibuat oleh kerajaan untuk mengawasi lembaga pendidikan. Pengawasan agar tidak timbulnya generasi muda yang berbeda haluan dari idealisme kerajaan.

Di hadapan murid-murid baru yang sedang berbaris terdapat panggung kaca. Seorang wanita separuh baya memasuki panggung itu. Wajahnya sangat lembut, tetapi penuh rahasia. Inna mendeskripsikannya seperti wajah boneka. Penuh kepalsuan.

Upacara dimulai dan wanita itu yang dikenal sebagai kepala sekolah akademi mulai berbicara. Di saat upacara masih berlangsung, salah satu anggota Komite Sekolah menegur Inna. Tatapannya tajam seakan menemukan kesalahan. Inna pastinya merasa tidak nyaman.

“Dimana dasimu?” tanya senior berambut perak itu.

Inna memang risih, tetapi juga jengkel ketika ditanyakan mengenai hal itu. Dia keluarkan dasinya dan ditunjukan ke arah senior itu. Senior itu balas menatap Inna. Matanya seolah memerintahkan Inna untuk mengenakan dasi itu. Inna melirik ke kanan dan kirinya, mencoba untuk melihat apakah murid-murid itu sedang melihat ke arahnya. Aman. Sayangnya, Inna masih ragu atau lebih tepatnya malu memakaikan dasi itu.

Secara perlahan Inna kenakan dasi itu sambil melirik ke arah senior itu. Sampai kapan laki-laki berambut perak itu mau mengawasinya? Inna sudah mau menyerah dan segera mengaku tidak bisa memasangkan dasinya seandainya seseorang tidak memanggil senior itu.

“Yhogi,” seorang gadis memanggil senior itu, “Bisa kemari sebentar?” dan mereka berdua saling berbisik, tidak tahu sedang membahas apa. Laki-laki itu akhirnya pergi meninggalkan Inna dan ‘penyelamatnya’. Gadis itu mengambil dasi Inna dan membantu memakaikannya. Seolah tahu apa yang membuat Inna enggan memakainya.

Inna memberanikan diri melihat gadis yang membantunya. Sepasang mata berwarna hijau dan rambut merah ttembaga terlihat di depan Inna. Figur cantik yang sepertinya sangat populer.

Gadis itu menepuk pundak Inna, “Namaku Primrose,” bisiknya.

Huh? “Aku—”

“Kita mungkin akan bertemu lagi nanti.” Potong gadis bernama Primrose itu.

Belum sempat Inna mengucapkan terima kasih, barisannya berjalan maju memasuki sekolah. Ketika Inna berjalan

maju melewati Primrose, lehernya terasa aneh. Bukan merinding, lebih tepatnya perih.

....o.O.W.O.o....

Akademi Tessera terkenal sebagai salah satu sekolah terkenal di dunia yang memiliki tujuan utama untuk melatih 'Alam'. 'Alam' adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat mengendalikan suatu energi. Kekuatan 'Alam' itu difokuskan oleh akademi untuk digunakan melawan binatang Fotia. Akademi ini disimbolkan dengan empat patung putri Raja Shabit. Raja Shabit terkenal sebagai raja terkuat sepanjang masa di Kerajaan Timur. Dia memiliki lima anak perempuan yang sama kuatnya dengan sang raja.

Kerajaan Timur terkenal dengan sejarah perangnya yang disebut Lautan Api. Perang yang dimulai oleh salah satu anak perempuan Raja Shabit, Putri Fotia. Pemicu perang ini terjadi akibat putri Fotia tidak terima putri Azula, adik putri Fotia, menjadi istri dari Negara Seberang. Akibatnya, putri Fotia berkerja sama dengan iblis Fos untuk membangkitkan binatang hitam dari bawah tanah. Binatang itu diberi nama Fotia. Putri Fotia kini memiliki julukan sebagai Ratu Binatang Buas. Perang Lautan Api selesai setelah Putri Fotia dikalahkan oleh keluarganya sendiri walaupun nyawa adalah bayarannya.

Perang memang telah berakhir tetapi binatang Fotia masih saja bermunculan di kerajaan. Jumlah binatang itu tidak bertambah tidak pula berkurang walaupun tentara terus menyerangnya. Menurut beberapa pakar, binatang itu adalah bukti bahwa Putri Fotia masih hidup. Karena hal inilah, Akademi Tessera dibangun. Empat tuan putri itu sebagai simbol dari keberanian dan kecintaan kepada tanah air mereka demi mengalahkan Fotia.

Keempat patung tuan putri itu mengelilingi air mancur yang terletak di taman pusat akademi. Semua wajah patung itu tidaklah mungkin semirip yang aslinya.

Inna memandang patung Putri Thea. Satu-satunya tuan putri yang selamat setelah perang Lautan Api berakhir. Selanjutnya, di sana ada Putri Azula, Putri Asteri, dan Putri Chroma.

Di samping Inna ada Rey yang ikut memandang patung Putri Chroma. “Putri Chroma. Idolamu,” kata Rey.

Inna memasang muka jengkel. Entah kenapa dia sangat sensitif akhir-akhir ini. Siapa saja yang mengajaknya berbicara, suasana hati Inna akan kusut. Inna menghiraukan Rey dan berjalan mengikuti barisannya yang sudah jauh. Rey yang juga manusia pastinya tidak suka menjadi sasaran kemarahan Inna. Hanya karena dia sahabat kecilnya bukan berarti Inna bias seenaknya seperti itu. “Katakan sesuatu Inna,” suara Rey sedikit meninggi.

Inna memandang Rey masih dengan raut muka tidak senang. Akhirnya, Inna memilih memakai earphone-nya agar tidak mendengar suara berisik Rey dan kembali berjalan. Dari kejauhan Inna tahu Rey masih diam di sana. Kebiasannya kalau sedang kesal. Kadang Inna lupa betapa keras kepalanya Rey.

Inna menoleh ke arah Rey dan berkata, “Aku minta maaf,”

Rey menghela nafas dan berjalan menuju ke arah Inna. Inna lupa betapa tingginya Rey sekarang. Padahal sewaktu SMP tinggi mereka sama.

“Ayo, susul mereka,” ucap Rey.

Mereka berdua akhirnya tidak mengatakan apa-apa selama perjalanan. Rey memilih diam karena memang bukan waktunya bercanda bersama Inna. Sedangkan Inna merasa sedikit canggung karena sikap kekanak-kanakannya tadi.

Sejujurnya Inna tidak suka bersekolah di Akademi Tessera. Akademi ini terkenal dengan sebutan 'Sekolah Budak'. Mengingat kerajaan terlalu mengutamakan pemusnahan binatang Fotia. Inna tahu betapa mengerikannya binatang Fotia, tetapi bukankah Inna memiliki hak untuk memilih?

Inna paham sekali apa yang dilakukan kerajaan demi kepentingan bersama. Hanya saja Akademi Tessera tidak seperti sebelumnya. Dahulu, banyak sekali orang berlomba-lomba memasuki Akademi Tessera. Sekarang, hanya yang terbaik dari yang terbaik bisa diterima menjadi siswa-siswi Akademi Tessera dan tentu saja yang memiliki isi dompet yang tebal.

Kedua sahabat itu kini memasuki akademi. Lebih tepatnya aula akademi. Mereka berbaris di barisan yang berbeda. Inna di barisan perempuan dan Rey di barisan laki-laki. Mereka berbaris sambil menunggu giliran untuk melakukan wawancara. Wawancara yang akan menentukan ‘kekuatan’nya. Inna menyeringai tidak suka.

Aula akademi itu terasa sangat aneh. Baunya seperti berada di rumah sakit. Dindingnya berwarna putih bahkan semua dekorasi di sana juga berwarna putih. Tidak ada sinar matahari memasuki ruangan itu. Hangatnya alam berubah menjadi dingin oleh pendingin ruangan.

Kini giliran Inna untuk diwawancarai. Rey yang berbaris berseberang sana juga masuk secara bersamaan dengannya. Ruangan yang dimasuki Inna sangat gelap dan hanya terdapat satu meja dan dua kursi berwarna putih yang saling berhadapan. Seorang wanita telah menduduki salah satu kursi itu. Wanita itu memanggil nama Inna dan mempersilahkannya untuk duduk.

Inna duduk berhadapan dengan wanita yang sedang membaca lembaran kertas di tangannya. Wanita itu berhenti membaca dan kini melihat ke arah Inna. Tidak ada senyuman di wajahnya. “Bukankah tidak baik menolak keinginan ayahmu?” tanya wanita itu yang memiliki suara yang lembut, tetapi menusuk.

“Aku tidak paham,” jawab Inna.

Wanita itu kembali bertanya. “Yang mana yang tidak kamu pahami?”

“Kamu tahu ayahku?” tanya Inna yang sebenarnya sedikit tersinggung, tetapi lebih bingung. Inna kembali berkata, “Sebelum itu, Anda belum memperkenalkan diri,”

Wanita itu memasang raut muka yang datar seolah-olah Inna sedang berbicara dengan hologram.

“Nama saya Henna Winter,” wanita bernama Henna Winter akhirnya tersenyum palsu sebagai bentuk

keramahtamahan. “Dan saya tahu namamu… dan ayahmu,” lanjutnya.

“Mari kita mulai dari awal,” kata Henna Winter tanpa tersenyum. Dia bertanya, “Ayahmu sempat memberitahu bahwa kamu tidak ingin masuk ke akademi. Kenapa?”

“Kita semua tahu kenapa. Beruntung sekali saya mendapatkan undangan masuk ke akademi tanpa tes,” jawab Inna dengan nada sarkastik. Kebiasaan Inna jika masih marah dia bisa menyemburkan kalimat pedas kepada siapa saja.

Henna Winter tertawa kecil, “Akademi hanya menerima yang terbaik dari yang terbaik,” ucapnya. Inna mengerutkan keningnya tidak suka.

Sebenarnya Inna tidak ingin ayahnya malu karena sikap dirinya, jadi Inna berusaha sebisa mungkin agar bersikap 'baik'. Tetapi, jika sudah begini Inna jadi kepikiran ide baru. Untuk apa Inna berpura-pura? Siapa tahu dia akan ditolak masuk ke akademi ini,j kan?

Sebelum itu, ada beberapa hal yang ingin Inna tanyakan kepada Henna Winter. Toh, dia juga tidak akan diterima di sini. “Kenapa akademi mengacuhkan anak-anak yang lemah? Bukankah itu tugas akademi untuk melatih mereka menjadi kuat?” tanya Inna dengan nada yang sedikit meninggi, tetapi tertahankan. Jantungnya berdetak cepat. Inna selalu berekspresi dengan wajahnya, bukan karena mulutnya karena dia bisa melepaskan kalimat-kalimat yang dapat menyinggung lawan. Jadi, dia belum pernah seberani ini kepada orang tua sebelumnya.

“Kami menguji mental mereka.” Jawab wanita itu yang terlihat tidak ingin membahas hal tersebut.

“Mereka mencoba menjadi yang terbaik. Seharusnya akademi menjadi tempat motivasi—” raut muka Henna Winter terlihat tidak suka dengan ucapan Inna, tetapi Inna tetap lanjut. “—untuk menjadi yang terbaik seperti yang Anda katakan,” kata Inna.

Henna Winter menggelengkan kepalanya, “Akademi dibentuk untuk mengalahkan binatang Fotia,” Wanita itu kembali tersenyum palsu seakan mengejek. “Selain itu, faktanya mereka tidak cukup berusaha. Jika mereka tidak kuat dan tidak berguna untuk kerajaan, mereka tidak dibutuhkan,” lanjutnya.

Inna memasang wajah datar walaupun hati dan pikirannya sudah tidak karuan. Bagaimana bisa ada orang yang memiliki jalan pikir seperti ini? Henna Winter yang berkulit putih seperti salju itu memiliki aura yang berbeda dari orang lain. Menurut Inna, Henna Winter ada sedikit kesamaan dengan kepala sekolah. Mereka berdua sama-sama penuh kebohongan.

“Tidakkah Anda punya cita-cita?” tanya Henna Winter lagi dengan senyuman palsunya. Mengalihkan topik.

“Tidak ada.” Jawab Inna cepat. Inna sudah tidak ada niat untuk meladeni wanita separuh baya di depannya. Dan pastinya lawan bicaranya juga sudah tidak mau mewawancarai Inna.

Terdengar suara alarm seolah tanda waktu telah habis. Secarik kertas muncul melalui sisi meja. Henna Winter tidak perlu nelihat hasil tes itu karena dia tahu jenis 'Alam' yang cocok untuk Inna. Wanita itu memberikan secarik kertas itu kepada Inna. Inna mengambil dan membacanya.

“Anda berbakat di 'Alam' air. Silahkan keluar untuk mengambil buku dan nomor kamar Anda.” Kata Henna Winter dengan nada sopan. Inna segera keluar sambil menahan kemarahannya.

....o.O.W.O.o....

Tidak jauh dari pintu ‘keluar’ ruang wawancara itu, Rey menghampiri Inna. Inna bisa melihat Rey memegang secarik kertas yang sama dengannya.

Rey melihat raut muka Inna yang tidak enak dilihat. Inna yang berpapasan dengan tatapan Rey menyentuh keningnya seolah-olah pusing. Rey mencoba menyenangkan suasana hati Inna. “Aku berbakat di 'Alam' petir,” kata Rey.

Inna tidak membalas perkataan Rey. Sepertinya Inna benar-benar sudah diterima di akademi ini. Inna sudah menyerah. Lebih baik ikuti saja alurnya.

“Kamu kenapa lagi?” tanya Rey.

“Ingatkan aku untuk membalas wanita bernama Winter itu,” Inna menjawab pertanyaan Rey dengan perkataan yang sangat tidak sopan. Inna berjalan ke loket 'Alam' air dan mengambil perlengkapan sekolah dan kunci kamarnya.

Rey sedikit mengecilkan suaranya agar tidak ada yang mendengar mereka. “Henna Winter?” tanya Rey. Inna menjawab pertanyaan Rey dengan tatapan bingung. Kenapa suaranya dikecilkan seperti itu?

Rey hanya menghela nafas dan berjalan ke loket 'Alam' petir yang diikuti oleh Inna. Rey berkata. “Henna Winter adalah salah satu lulusan terbaik di Akademi Tessera. Sekarang dia berkerja sebagai dewan 'Alam' untuk kerajaan dan juga guru di akademi.”

Inna berdecih tidak percaya. Tidak mungkin seorang dewan memiliki sifat dan jalan pikir seperti itu. Inna tahu betul mengenai politik negaranya. Pemerintah dan kerajaan yang sama-sama memiliki tugas untuk menyejahterakan negara dan rakyatnya dibedakan dengan kerajaan mengawasi pemerintah dan pemerintah mengawasi rakyat. Sedangkan dewan sebagai penghubung antara keduanya.

“Kamu benar-benar tidak tahu Henna Winter ya,” ejek Rey. Inna tidak membalas ejekan Rey. Rey berjalan menuju lift yang mengarah ke asrama 'Alam' petir.

“Aku kan tidak tertarik dengan politik.” Kata Inna setelah Rey pergi.

....o.O.W.O.o....

Dibalik kaca yang sangat besar, terdapat banyak pemimpin dari pihak kerajaan dan pemerintah. Mereka mengawasi murid baru Akademi Tessera. Menyeleksi setiap murid dan memberi pendapat. Setiap murid akan diwawancari oleh orang yang berbeda.

Henna Winter yang namanya sangat terkenal duduk bersebelahan dengan kepala sekolah akademi yang juga merupakan kenalannya sewaktu di akademi. Kepala sekolah yang bernama Glenda Moonlight.

“Kamu tidak menyangka akan bertemu dengan Swan kecil secepat ini?” tanya Glenda Moonlight.

“Anak itu tidak ada mirip-miripnya kecuali wajahnya,” balas Henna Winter yang sudah memberikan kesan pertama yang tidak baik kepada Innadellona Swan.

Henna Winter pun mengamati wawancara dibalik kaca itu.

Ruangan wawancara itu sebenarnya adalah sebuah alat khusus yang berfungsi untuk mengetahui jenis 'Alam' yang dimiliki secara akurat. Umumnya, 'Alam' akan muncul ketika berumur 12 hingga maksimal 17 tahun. Sesuai kebijakan pemerintah dan kerajaan, penentuan 'Alam' yang belum mengetahui jenis 'Alam' akan dilakukan ketika telah menaiki bangku Sekolah Menengah Atas atau Akademi.

“Glenda,” panggil Henna Winter.

“Ya?”

“Hasil tes menyatakan dia berasal dari 'Alam' air,” kata Henna Winter. Glenda Moonlight tidak mengatakan apa-apa. Untuk sekarang ini Henna Winter memerlukan orang yang mau mendengarkannya. Henna Winter menatap foto Inna yang mengingatkannya dengan masa lalu yang tragis. “Dia seperti air terjun. Aku berharap air ini belum mencapai ujungnya,” lanjutnya.

....o.O.W.O.o....

Dinding kamar itu berwarna putih dan biru muda. Warna khas asrama 'Alam' air. Inna masih di depan pintu, memandang kamarnya yang cukup sederhana. Di kiri dekat pintu terdapat rak sepatu. Inna maju lima langkah dan menghadap ke arah ruangan di kanannya yang berisikan kamar tidur sedangkan di kirinya adalah kamar mandi.

Di luar dari ruangan-ruangan itu terdapat Tv dan sofa biru. Disediakan pula dapur kecil serta kulkas. Di dalam kulkas itu telah tersedia berbagai macam makanan yang cukup lengkap.

Jika diingat-ingat Akademi Tessera melarang murid baru membawa koper dan hanya diperbolehkan membawa satu tas saja. Bahkan tas yang dibawanya sudah diambil oleh Komite Sekolah ketika memasuki akademi. Kini tas yang kepenuhan isi itu berada di atas sofa. Inna ambil tas itu dan setelahnya memilih istirahat di kamar tidurnya.

Kamar tidur yang tidak terlalu besar dan kecil itu sangat nyaman ditempati. Inna membuka lemari bajunya yang sudah diisi dengan baju seragam yang berbeda. Kalau Inna mengingat kembali, dia sudah diberikan baju sekolah yang ia kenakan sekarang setelah mendapatkan undangan masuk ke akademi.

Di samping lemari baju terdapat meja belajar dan laptop. Inna terkekeh kecil, kenapa akademi yang super maju dan modern justru memberikan murid-muridnya barang lama seperti ini. Setidaknya akademi tidak pelit memberikan papan Touch Board, TB. Tanda merah kelap-kelip yang menandakan pesan masuk. Inna aktifkan TB dan melihat pesan yang berisikan jadwal pelajaran, acara, dan hal-hal yang berhubungan dengan sekolah.

Inna membuka jendela kamarnya dan membiarkan angin musim semi bertiupan yang membuat rambut panjangnya mengikuti hembusan angin. Inna memejamkan matanya ketika merasakan ciuman dari angin tersebut. Matanya yang biru perlahan-lahan terbuka, ditatapnya pemandangan indah yang penuh dengan warna.

Setidaknya ada hal yang tidak Inna benci dari akademi ini.

Inna matikan TB dan segera meletakkan buku yang didapatkannya dari loket ke meja belajar. Ketika sedang merapikan buku serta isi di dalam tasnya, matanya melihat buku yang bertuliskan ‘Akademi Tessera’.

Inna membuka salah satu halaman buku itu yang menunjukan biodata seseorang. Inna merasa ada yang aneh. Dengan cepat Inna membuka halaman daftar nama siswa akademi dan dicarinya nama Primrose. Di sana hanya ada satu nama Primrose Moonlight. Nama yang sama dengan nama kepala sekolah. Tiba-tiba Inna mendengar ketukan pintu dan segera ke sana untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Inna tidak menemukan siapa-siapa kecuali buku yang berada di lantai. Buku itu memiliki judul yang sama, tetapi bersampul biru. Berbeda dengan yang sebelumnya yang berwarna merah.

Inna buka buku itu yang kini berisikan data mengenai murid baru di akademi. Inna tahu bahwa buku itu pastinya memiliki informasi mengenai dirinya juga.

“Darimana mereka mendapatkan semua data-data ini?” tanya Inna kepada dirinya sendiri. Akademi ini lancang sekali menulis informasi tanpa sepengetahuannya. Bertambah lagi alasan Inna membenci akademi ini.

Terpopuler

Comments

Destiyana Cindy

Destiyana Cindy

Penggemar Avrora sejak lama bahkan ngikutin sampai sekarang

2023-02-13

0

nowhere🌱

nowhere🌱

demi baca karyamu yg pindah lapak aku bela belain buat lapak juga di sini😭 semangat terus untuk lanjutinnya 💪💪💪😉 jangan pindah pindah lagi

2020-12-23

10

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!