Hah, Laki laki itu lagi?
Sani terbangun begitu mendengar pintu kamar terbuka. Seorang petugas wanita yang memakai setelan baju dan celana hijau masuk, dengan mendorong sebuah etalase berukuran kecil. Etalase mini itu di penuhi dengan beberapa makanan yang di bungkus dengan plastik wrap.
Petugas tersebut kemudian mengambil satu per-satu makanan dalam etalase-nya! Ia berjalan ke setiap ranjang pasien, sambil meletakkan rangsuman pada setiap meja di sisi ranjang.
"Terimakasih." Ucap Sani pelan pada si petugas. Lalu petugas itu hanya menjawabnya dengan sebuah senyum, sebelum ia menghilang di balik pintu.
Ini hari ke-tiga di rumah sakit setelah Sani bangun dari koma. Anehnya, selama tiga hari itu ia melihat laki laki yang sama dalam mimpinya. Wajah laki laki ini terasa tak asing baginya. seperti sudah ia kenal sekian lama saja.
Kebersamaanya bersama laki laki dalam mimpi itu seakan benar benar pernah ia alami. Dan itu yang membuatnya bingung. Siapa sebenarnya laki laki yang sering di temui dalam mimpinya?
Dan yang terpenting, tentang ciuman itu. Pipinya terasa panas mengingatnya. Terasa seperti bibirnya benar benar melakukan ciuman itu. Ia masih mengingat lembutnya bibir itu. Kumisnya yang tipis menggesek geli, menciptakan sensasi yang...
"Aduh... Aku ini mikir apa sih? Otakku benar-benar sudah tidak beres!" gumamnya pelan.
Sani melirik rangsuman yang baru saja di letakakan di atas meja. Ada nasi yang di bentuk bulat berukuran sedang di tata di atas piring. Di piring yang lain, ada lauk ayam goreng, perkedel, dan tahu bumbu balado yang menemani. Lalu se-mangkuk kecil sup daging lengkap dengan wortel dan kubis-nya.
Rasa lapar mulai membuatnya meraih baki makanan itu. Sedikit demi sedikit, ia menyendok nasi yang punel dan memasukkan sarapan paginya ke dalam mulut. "Hhm... Lumayan." Bisik-nya lirih.
Separuh porsi makanan sudah berpindah ke perutnya, saat seorang pria dengan setelan baju putih masuk ke biliknya. Pria itu datang bersama dua orang perawat yang mengikutinya di belakang.
"Selamat pagi mbak Sani? Saya dokter yang bertugas menangani anda." Sapa pria di depannya sopan.
"Pagi, dokter! Saya sangat ber-terimakasih karena berkat bantuan dokter-lah, kondisi saya membaik kian hari. " Sahut Sani mencoba berbasa-basi.
"Sama-sama, lagipula itu memang sudah menjadi tanggung jawab saya! Oh ya, Bagaimana kabar anda hari ini?"
"Sudah jauh lebih baik dok."
"Bagus! Menurut data yang saya lihat, sepertinya kondisi anda sudah stabil. Hari ini juga bisa segera pulang."
"Syukurlah...! Terimakasih dokter."
Dokter itu hanya mengangguk!
"Setelah ini, perawat akan segera melepas slang infusnya ya? Mbak Sani boleh bersantai sambil menunggu." Imbuhnya tegas.
"Baik dok!"
"Kalau begitu saya permisi. Mari... "
"Mari..." Balas Sani ramah.
Dokter melangkah pergi mengunjungi bilik pasien yang lain dengan seorang perawat yang menyusul di belakang-nya. Rupanya mereka melakukan hal yang sama pada pasien lain, sedangkan salah seorang perawat tetap Tinggal dan mulai bekerja membereskan slang infus di tangan Sani.
"Oh iya Mbak Sani, apa ada keluarga yang bisa di hubungi untuk mengurus administrasinya?" tanya si perawat memulai perbincangan.
Sani menggeleng.
"Lalu, bagaimana dengan gadis yang biasa menjenguk mbak Sani?"
"Gadis? Siapa sus?" tanya Sani heran.
"Setahu saya, ada seorang gadis cantik yang sering kemari. Meski sebentar, tapi hanya dia yang rutin setiap dua hari sekali menjenguk mbak Sani di sini!" jelas si perawat singkat.
"Hah? Benarkah?"
Perawat itu mengangguk!
"Kalau boleh tahu, bagaimana ciri-cirinya sus?" tanya Sani mulai penasaran.
"Orangnya tidak begitu tinggi, lalu kulitnya kuning langsat dengan rambut yang sepanjang bahu!" jawab si perawat mencoba menyebutkan ciri-cirinya. "Mbak Sani kenal, kan?"
"Ah, iya Sus. Itu Lin, pegawai kepercayaan di butik saya. Sejujurnya saya tidak ada keluarga atau seseorang yang bisa di hubungi." Jawabnya lesu sambil menghela nafas panjang.
"Ups! maaf mbak, saya tidak tahu!" sahut perawat itu terlihat sungkan begitu melihat perubahan ekspresi di wajah Sani.
"Ah, saya baik-baik saja kok, sus! Saya hanya teringat sesuatu, tadi!" jawab Sani datar dengan mata menerawang lurus.
"Sekali lagi saya minta maaf."
Sani mengangguk sambil menyunggingkan senyum kecil.
"Oh ya suster, apakah saya boleh menyelesaikan segala administrasi dan urusan lainnya sendiri?"
"Ya, tentu saja!"
"Tapi untuk itu, saya butuh handphone dan dompet saya." Pungkas Sani tegas.
"Uumm, kalau mengenai hal itu, saya sendiri kurang berwenang mbak. Karena untuk saat ini, semua barang-barang mbak Sani masih di amankan di polres setempat! Bapak-bapak polisi itu membawanya untuk melengkapi data kecelakaan lalu lintas yang terjadi!" jelas si perawat panjang lebar.
"Lalu?"
"Ya, nanti saya usahakan untuk membantu mbak Sani dengan menghubungi pihak kepolisian yang saya maksud. Bagaiamana?"
"Wah, saya jadi merepotkan suster saja?" sahut Sani sungkan.
"Mbak Sani tidak usah sungkan begitu, saya sendiri tidak keberatan, kok! Lalu sementara saya siapkan semuanya, barangkali mbak Sani ingin belajar berjalan pelan-pelan di luar? Yaa... Hitung-hitung sambil menunggu pengurusan surat keluar dari rumah sakit, kan?" Usul si perawat memberi alternatif.
"Baiklah! Lagipula saya juga sudah bosan di dalam kamar terus. Kalau boleh, saya mau coba jalan-jalan sebentar di taman."
"Oh, tentu! Apa perlu saya temani?"
"Tidak perlu, sus! Terimakasih." Tolak-nya sopan.
Perawat itu hanya tersenyum dan mengangguk, sebelum pergi menyusul dokter di bilik lain.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Sani melangkahkan kaki-nya perlahan menyusuri taman rumah sakit yang lumayan luas itu. Jalannya tertatih-tatih di bantu dengan tongkat di kedua sisi tangannya untuk membantu kakinya yang masih lemas. Ia memilih duduk-duduk santai di bangku taman yang panjang setelah dirasa kakinya cukup menerima pemanasan.
"Mbak...! Mbak Sani... "
Sani melihat seorang gadis muda dengan rambutnya yang sepanjang bahu melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum. Lin?
Gadis itu nampak ceria dengan senyum yang terlihat mengembang. Sambil lari-lari kecil ia mulai datang menghampiri Sani.
"Hhh... hhh tadi saya ke kamar mbak Sani, tapi ranjangnya kosong. Hhh... Lalu saya coba tanya pasien yang lain, dan hhh... mereka bilang mbak Sani sedang jalan-jalan di taman. Hhhh... " Omelnya panjang di antara nafas yang memburu.
"Kamu ini, Lin.... Mbok ya pelan-pelan kalau bicara. Sudah ngos-ngosan begitu, kok ya masih bisa ngomel panjang lebar?"
Perempuan yang di panggil Lin itu hanya menampakkan ujung giginya yang rapi, sebagai jawaban.
"Malah nyengir?"
"Hehe... Saya tadi cuma khawatir sama mbak.Tapi syukurlah kalau sekarang mbak sudah baikan!" sahutnya malu.
"Hah... iya, aku bosan di kamar! Oh ya Lin, ngomong-ngomong terimakasih ya... ?"
"Terimakasih untuk apa mbak?"
"Terimakasih karena kamu sudah mau menjenguk-ku selama aku disini!" pungkas Sani dengan mata berbinar.
Lin nampak salah tingkah saat menerima ucapan rasa terimakasih itu dari atasannya.
"Tidak perlu sungkan, mbak. Lagian saya juga cuma datang sebentar-sebentar saja kok." Sahutnya sungkan.
"Ah, kau ini gadis yang baik. Ya, terserah kau saja. Tapi bagiku, perlakuanmu itu sudah sangat berarti, Lin."
Lin hanya manggut-manggut mendengar pujian Sani padanya. Sungguh, ia merasa tesanjung mendengarnya.
"Oh ya mbak. Sebenarnya tiga hari ini saya sangat sibuk mengurus butik sendirian. Jadi, maaf kalau selama itu saya tidak sempat kemari untuk menjenguk." Sahutnya kemudian.
"Aku tahu! Pasti kamu kewalahan dan sangat sibuk mengurus butik sendirian. Kasihan kamu," jawab Sani dengan nada meledek.
"Mbak sih, nggak sembuh-sembuh? Saya jadi sibuk sendiri dan kewalahan dengan para pelanggan yang cerewet itu!"
"Hahaha.... Iya maaf. Tapi kamu tenang saja! Nanti begitu aku keluar dari sini, aku janji bakal kasih bonus ekstra buat kamu!"
"Hah? Beneran? "
"Iya dong."
"Yeaaay...!" seru-nya senang.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Sani merebahkan tubuhnya perlahan di atas ranjang empuk miliknya begitu ia sampai di rumah. Setelah menyelesaikan semua administrasi dan lain-lain, akhirnya Sani bisa pulang dengan jasa driver online yang ia pesan melalui sebuah aplikasi.
Sani lalu merogoh-rogoh saku bajunya, ketika ia teringat akan sesuatu. Pluuk! Sebuah benda seketika terjatuh dari dalam saku-nya. Seuntai kalung yang sangat cantik kini berada di tangannya.
Namun masalahnya, Sani tak bisa mengingat sesuatu dari kepemilikan kalung yang cantik ini! Polisi yang mengembalikan barang-barangnya tadi hanya berkata, bahwa kalung ini di temukan bersama barang barang miliknya yang lain. Hah... Entahlah!
"Tapi ini kalung yang sangat cantik... " Gumamnya sambil tersenyum.
"Baiklah, aku akan mencobanya sebentar saja." Imbuhnya beberapa saat kemudian.
Sani melihat pantulan dirinya di depan cermin setelah memasang kalung itu dengan baik. Dada-nya yang membusung dan kulit putih bersih itu terlihat sangat cocok dengan kalung yang dipakainya.
"Aaw, cantik sekali... "
Setelah puas berpose di depan cermin, ia kembali merebahkan tubuhnya yang masih belum benar-benar pulih di atas ranjang.
"Hhooahhmm....! Astaga, aku ngantuk sekali."
Sani mulai merileks-kan diri dengan memejamkan matanya dengan tangan yang mengusap-usap lembut bed cover di bawah bantalnya. Hhmm..... Sangat nyaman!
1
2
3
4
5
Dan tak beberapa lama kemudian, Sani-pun terlelap!
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
anggita
👍👍
2021-03-27
0
Nia jeje
masih awang awang tak lanjut episode tiga thor semangat baca ne
2021-01-13
1
Hayurapuji
teringat saat dirawat di RS. kalau suami pergi kerja hanya bisa tidur diblangkar sendirian karena keluarga yang jauh... hahhah maaf autor q jadi curhat
2021-01-11
2