"Jadi dia tinggal bersama orang tua angkatnya?"
Pertanyaan itu keluar dari mulut Alvian setelah Gio menceritakan latar belakang gadis itu. Tidak banyak yang penting. Gio hanya mengatakan bahwa orang tua kandung Medisya sudah tidak ada. Perempuan itu dibesarkan oleh orang tua angkatnya di bagian ujung kota.
Gio membenarkan pertanyaan Alvian. Sekarang ia menatap sahabatnya serius.
"Tugas gue udah selesai. Sekarang giliran lo cerita ke gue," ucap Gio menagih janji Alvian untuk menceritakan mengapa pria itu ingin tau informasi tentang Medisya. "Gue harap yang ada di pikiran gue sekarang nggak benar," lanjut Gio.
Alvian tersenyum masam. "Tapi sepertinya apa yang lo pikirkan sekarang adalah kenyataan. Lo pikir buat apa gue nyuruh lo beli baju wanita, hah?"
"Al--"
"Gue memperkosa Medisya. Di ruangan gue sendiri, Gi," sela Alvian membuat Gio mematung di tempatnya.
"Al, lo bukan tipe orang yang sembarangan nyentuh wanita--"
"Tapi nyatanya gue nyentuh Medisya, Gi! Gue udah merenggut masa depannya!" Seru Alvian menghentikan Gio yang mencoba menyangkal kenyataan itu.
"Ini semua karena Clara?"
Gio tertawa meremehkan saat Alvian mengusap wajahnya kasar. Seakan mengiyakan pertanyaannya. "Gue benar, kan? Gara-gara wanita sialan itu, lo sampai menodai gadis itu, Al!"
Alvian menjambak rambutnya kesal. Gio memang sudah berulang kali mengatakan bahwa Clara tidak serius menjalin hubungan dengan Alvian. Wanita itu hanya mengincar hartanya. Namun Alvian terus menutup mata dan telinganya.
"Udahlah! Semuanya udah terjadi, Gi! Lagian--"
Prang!!!
Suara benda pecah itu berhasil mengalihkan konsentrasi mereka. Alvian bergegas berdiri, tapi netranya melihat Gio melakukan hal yang sama. Bahkan pria itu hendak berlari ke kamar Alvian. Untungnya tangan Alvian berhasil menghentikannya.
"Keluar, Gi!" Usir Alvian. Ia tidak ingin Gio ikut campur terlalu dalam.
"Urus dulu cewek itu, brengsek!" Sentak Gio sampai Alvian hampir terjatuh. Ia segera berlari, tapi suara Alvian kembali menghentikannya.
"Gue bisa sendiri, Gi! Gue akan tanggung jawab atas Medisya. Jadi tolong, keluar dari apartemen ini sekarang juga. Beri gue privasi."
Sejenak Gio menatap Alvian. Laki-laki itu sedikit ragu. Ia takut sahabatnya akan salah mengambil langkah. Namun ia juga sadar akan posisinya. Sahabatnya itu memang perlu privasi. Apalagi hal ini menyangkut masa depan mereka.
Dengan berat hati Gio mengangguk pelan. Ia meraih jaketnya. Lalu sedikit menoleh ke pintu kamar Alvian ketika suara benda berjatuhan terdengar dari dalamnya.
"Jangan sampai lo salah langkah," pesan Gio sembari menepuk bahu Alvian.
Setelah Gio benar-benar pergi. Alvian bergegas membuka pintu kamarnya. Ia terbelalak melihat kondisi kamarnya sangat berantakan. Terlebih ketika netranya menangkap sosok Medisya yang menatapnya ketakutan di pojok kamar.
"Medisya," panggilnya hampir tanpa suara. Alvian berjalan pelan menghampiri wanita itu.
"PERGI!" Seru Medisya dengan suara bergetar. Wanita itu semakin mengeratkan kedua tangannya yang memeluk lututnya sendiri.
"BERHENTI DI SANA! AKU BILANG PERGI! JANGAN MENDEKAT!"
Tidak memperdulikan teriakan Medisya, Alvian tetap mendekati perempuan itu. Ia menekuk kakinya, mencoba mensejajarkan dirinya dengan tubuh Medisya.
"Hey, tenanglah," ucap Alvian sembari berusaha menyentuh wajah Medisya. "Aku tidak akan menyakitimu," lanjutnya.
"TAPI KAMU SUDAH MENYAKITIKU, BRENGSEK!"
Tangan Medisya terangkat guna memukul Alvian. Membuat Alvian mengeraskan rahangnya. Bukan, bukan karena Medisya memukulnya. Tapi karena ia melihat darah yang mengalir dari genggaman tangan perempuan itu.
Tanpa berlama-lama Alvian langsung mencekal tangan itu dan berusaha melepaskan pecahan kaca yang digenggam Medisya.
"Lepaskan, bodoh! Kamu bisa mati karena ini!" Bentaknya keras sampai Medisya terlonjak kaget.
"Itu bagus! Lebih baik aku mati dari pada hidup dengan hina seperti ini!" Seru Medisya.
Alvian mengabaikannya. Setelah berhasil membuang pecahan kaca itu, ia langsung membopong tubuh Medisya. Membawanya ke kamar tamu yang kondisinya masih rapi.
Ia segera menelfon dokter pribadinya untuk datang. Karena Alvian tidak bisa mengobati luka itu sendiri. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah mengikat luka itu dengan dasinya agar darah Medisya berhenti mengalir.
"Maaf," cetusnya singkat.
"Maafmu tidak bisa merubah keadaan!" Balas Medisya di sela-sela isakannya. "Apa salahku sampai-sampai kamu melampiaskan segalanya padaku!"
Alvian tidak menolak pukulan-pukulan yang diberikan Medisya untuknya. Ia hanya diam sampai Medisya berhenti dengan sendirinya.
"Aku benar-benar minta maaf, Medisya. Semuanya terjadi di luar kesadaranku!"
"Sudahku bilang maafmu tidak ada gunanya untukku!"
Medisya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia sudah lelah menangis. Tapi air matanya tidak juga berhenti. Tidak ada yang mengerti rasanya menjadi dirinya. Kejadian semalam benar-benar menghancurkan hidupnya. Apalagi sekarang ia tertahan di tempat asing ini.
"Aku akan menikahimu," ucap Alvian lantang.
Medisya menegang di tempatnya. Ia menggeleng cepat. Menikah bukanlah hal sepele. Apalagi Alvian menikahinya hanya karena rasa tanggung jawab. Medisya tidak mau rumah tangganya nanti hancur karena tidak ada cinta di dalamnya.
###
Medisya memeluk tubuhnya sendiri. Angin malam dari balkon apartemen Alvian sedikit membuatnya kedinginan. Namun ia enggan beranjak dari sana.
Seharian ini Medisya terlalu banyak menangis. Ia lelah. Matanya juga sakit. Jadi ia memaksa air matanya untuk berhenti. Percuma juga, menangispun tidak akan merubah apa yang sudah terjadi.
Tentang Alvian, pria itu entah kemana. Setelah mengatakan akan menikahi Medisya, dokter pribadi Alvian datang untuk mengobati lukanya. Alvian mengatakan akan mengantar dokter itu ke depan. Tapi sampai sekarang pria itu belum kembali.
Sejujurnya Medisya tidak memperdulikan kepergian Alvian. Namun keberadaannya di sini tidaklah benar. Ia ingin pulang. Pria itu mengurungnya di sini.
Tanpa di suruh memorinya memutar ulang kejadian ketika Alvian menyentuhnya. Hal itu membuat rasa takutnya kembali. Ia tidak bisa menikah dengan pria monster itu.
Sialnya di saat ketakutannya kembali, Alvian justru datang. Pria itu membuka pintu balkonnya. Dapat Medisya lihat sebuah kelegaan di netra Alvian ketika mendapati dirinya di sana.
"Masuklah, aku membawa makanan untukmu. Kamu pasti lapar, kan?"
Medisya menggeleng pelan. Membuat Alvian mendesah kecil dan mendekatinya. Tidakkah Alvian mengerti bahwa Medisya merasa tidak aman sekarang?
"Jangan mendekat!" Serunya. Medisya menegang ketika punggungnya menabrak besi pembatas balkon. Apalagi melihat jarak mereka semakin menipis.
"Berhenti di sana! Menjauhlah dariku."
"Medisya--"
"Berhenti atau aku akan melompat dari sini!" Ancam Medisya sembari mengangkat jari telunjuknya.
"Jangan macam-macam! Ayolah, aku tidak akan menyakitimu!"
"Tidak! Aku ingin pulang!"
"Aku akan mengantarmu. Tapi nanti setelah kamu makan."
Tidak ingin membuang-buang waktu untuk berdebat, Alvian memilih untuk mencekal lengan Medisya dan memaksa perempuan itu untuk masuk ke dalam.
"Lepaskan aku, kumohon!"
Alvian menulikan telinganya. Ia menghempaskan tubuh Medisya ke sofa dan menyodorkan sepiring nasi goreng sea food pada perempuan itu.
"Aku akan mengantarmu setelah makanan itu habis!"
###
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Niela Nielawati
Syukaaa ceritanya,lanjut thorr😍
2021-09-09
0
Joen Marlina Lengkey
kasian medisya
2021-04-05
0
Syavira Vira
lanjut🤦🏼♀️🤦🏼♀️
2021-01-16
0