Tubuh Medisya bergetar hebat saat jarak antara dirinya dengan Alvian semakin menipis. Ia sudah tidak bisa menghindar lagi karena punggungnya sekarang sudah menabrak dinding.
"Pak Alvian, anda membuat saya takut," ucap Medisya dengan suara seraknya. Sungguh, sekarang ini ia sedang menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Kamu pikir aku akan peduli?" Sarkas Alvian.
Pria itu sudah berdiri tepat di hadapannya. Membuat Medisya semakin beringsut. Ia ingin berlari namun lengannya langsung dicekal oleh Alvian.
"Tolong, pak. Saya ingin pulang." Medisya mencoba menepis tangan Alvian. Namun gagal, kekuatannya tidak sebanding dengan pria itu.
"Clara--"
"Saya bukan Clara! Saya Medisya, pak! Karyawan anda dari divisi pemasaran! Tolong jangan berbuat semena-mena atau saya laporkan anda ke polisi!" Seru Medisya mengancam.
Mendengarnya membuat Alvian tertawa meremehkan. "Sebelum kamu melapor polisi, saya akan menghancurkan kamu terlebih dulu."
Medisya menggeleng kuat ketika jemari Alvian mengusap pipinya. "Ah ya, dimana calon suami kamu itu, Clara? Apa dia tau kamu menemuiku? Aku penasaran, bagaimana reaksinya ketika aku menyentuhmu seperti ini."
"AKU BUKAN CLARA!" Seru Medisya sembari terisak. Ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia benar-benar takut sekarang ini.
"Ssst! Tidak perlu takut. Aku hanya akan memberi balasan kecil atas segala kelakuanmu, Clara. Kamu bisa saja menikah dengan kekasihmu itu. Tapi aku tidak akan membiarkannya menikmati tubuhmu, sebelum aku tentunya," ucap Alvian pelan.
Medisya sudah berusaha untuk melepaskan diri. Namun semua itu sia-sia. Tenaganya justru habis karena terus memberontak.
Tapi ia tidak mau menyerah. Hidupnya bukan untuk diperlakukan seperti ini. Medisya hanya berharap ia sedang bermimpi buruk. Ia ingin bangun dari mimpinya ini!
Kesadaran Medisya kembali ketika Alvian bergerak ingin menciumnya. Ia terus menghindar. Namun Alvian menahan tengkuknya dengan kuat.
"Tolong lepaskan aku," kata Medisya memohon. Ia tidak ingin menjadi pelampiasan amarah Alvian.
Medisya mungkin akan menerimanya jika Alvian hanya membentak atau mengusirnya. Tapi tidak dengan merenggut kehormatannya.
Dengan sisa tenaga Medisya mengangkat tangannya, dan--
Plak!!
--tamparan keras itu mendarat sempurna di pipi Alvian.
"*******!" Umpatan kecil itu keluar dari mulut Alvian.
Pria itu menatap Medisya tajam. Bahkan Medisya sendiri semakin bergetar karenanya.
"Mau bermain kasar, eh?" Tanya Alvian pelan sembari mengusap sudut bibirnya yang sedikit terluka. "Tidak masalah, aku turuti kemauanmu."
Alvian menjambak rambut panjang Medisya dan menyeret perempuan itu ke sebuah ruangan yang berisi ranjang serta meja dan sofa kecil di sudut ruangan itu.
"Lepaskan aku, Al. Kumohon, aku bukan Clara!" Lirih Medisya disela-sela isakannya.
Namun Alvian mengabaikannya. Laki-laki itu justru melepaskan jasnya serta dua kancing atas kemejanya.
Tubuh Medisya terhempas ke ranjang berukuran king size itu. Kemudian Alvian merangkak naik ke atasnya.
"Alvian sadarlah! Aku bukan Clara, hiks." Medisya memukul tubuh Alvian dengan kuat. Berharap pria itu melepaskannya. Tapi Alvian justru menarik kemeja Medisya hingga beberapa kancingnya terlepas.
"Aku akan membuatmu merasakan kehancuranmu, Clara. Salahkan dirimu yang mempermainkan diriku," ucap Alvian kemudian memulai permainannya.
Ia tidak memperdulikan isakan Medisya. Hatinya tidak luluh dan matanya semakin menggelap. Yang ada di pikirannya sekarang adalah membuat wanita di bawahnya merintih kesakitan. Alvian menikmati raut terluka Medisya ketika ia merenggut paksa kesucian gadis itu.
###
"Arghhh, brengsek!"
Alvian mengacak-acak rambutnya kasar. Sejak tadi ia terus mengumpat dan menendang apapun yang ada di dekatnya.
Ia merasa marah pada dirinya sendiri ketika bangun tidur di samping seorang gadis. Parahnya lagi ia dan gadis itu tidak mengenakan sehelai benangpun. Dari wajah sembab gadis itu, jelas sekali membuktikan bahwa ia telah melakukan kesalahan besar.
Netranya terus memandang sebuah kartu nama yang ia dapatkan dari tas kerja gadis itu yang tergeletak di dekat pintu masuk ruangannya.
Medisya Laluna. Gadis itu adalah salah satu bawahannya di perusahaan ini.
Sekali lagi Alvian mengumpat. Ini semua salahnya karena tidak bisa mengendalikan diri ketika mendapat kabar bahwa Clara, wanita yang berstatus sebagai tunangannya, akan menikah dengan pria lain.
Bodohnya, Alvian melampiaskan kemarahannya dengan meminum berapa gelas wiski. Di kantornya pula! Untung saja bukan Jihan yang menjadi korbannya. Karena wanita itu sudah memiliki suami.
Meskipun begitu ia tetap merasa bersalah pada Medisya. Gadis itu jelas sekali terluka. Terlebih Alvian mendapati bercak darah di sprei putih ranjangnya. Tidak perlu dipertanyakan lagi, Alvian telah memperkosa seorang gadis!
Sedikitnya Alvian bersyukur karena bangun di pukul 4 pagi. Keadaan kantornya masih sepi. Tentu saja! Tidak ada orang yang bekerja di jam sepagi ini. Alvian sempat meminta satpam perusahaannya untuk mematikan seluruh cctv di kantor ini. Ia akan membawa Medisya ke apartemennya sebelum gadis itu membuka mata. Alvian tidak mau semua karyawannya mengetahui hal bejatnya ini.
Tok tok tok...
Alvian menghela nafasnya lega kemudian bergegas membuka pintu ruang kerjanya. Di sana orang kepercayaan Alvian berdiri dengan wajah bantalnya. Gio memukul pelan bahu Alvian dengan tangannya yang menenteng sebuah papper bag.
"Lo ngebuat gue kayak orang gila, ****!" Kesal Gio.
Pasalnya Alvian menelponnya dan menyuruhnya untuk mencarikan baju tidur wanita beserta pakaian dalamnya. Gio tentu saja dibuat kalang kabut. Beruntung karena kekasihnya mau menemani Gio mencarikan keperluan bosnya itu.
Alvian yang tidak memiliki waktu untuk menanggapi lebih memilih marampas papper bag itu dan menyerahkan kartu nama Medisya pada Gio.
"Cari tau tentang wanita itu. Gue butuh informasinya hari ini juga!" Titahnya tak terbantahkan.
"Siapa di--"
Brakk!!
Alvian menutup kembali pintunya. Membiarkan Gio berteriak kesetanan di luar sana. Waktunya akan percuma untuk sekedar menanggapi Gio.
Sejenak ia menetralkan deru nafasnya. Sejak tadi Alvian susah untuk mengatur ketenangannya.
Tidak ingin membuang waktu lagi, Alvian segera masuk ke dalam kamar. Ia menatap lekat gadis yang masih terlelap di dalam selimut tebalnya. Terlihat tenang. Namun Alvian yakin gadis itu akan berteriak histeris ketika bangun dari tidurnya.
Kepala Alvian sangat berat sekarang. Selain karena efek alkohol yang belum hilang. Ia juga terus terbayang-bayang oleh ingatannya tentang penolakan Medisya semalam. Meskipun samar, tapi Alvian masih merasakan beberapa sakit di tubuhnya yang disebabkan oleh pukulan serta cakaran Medisya di punggungnya.
Alvian bisa saja membangunkan Medisya. Memberikan setumpuk uang untuk tutup mulut serta menyuruh Medisya melupakan kejadian semalam. Namun ia merasa bahwa tanggung jawabnya lebih dari itu.
Setelah sekian lama menimbang, Alvian mengeluarkan baju yang dibawa Gio tadi. Mau tidak mau ia harus memakaikan baju itu pada Medisya. Tidak mungkin 'kan ia membawa Medisya dalam keadaan telanjang ke apartemennya?
###
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Joen Marlina Lengkey
lanjut
2021-04-05
0
Syavira Vira
lanjut
2021-01-16
0
Ha_sya
cerita nya menarik ka ❤️
salam manis dari Berjodoh dengan Duda 🤗
2021-01-11
0