"Huaaaaa, ini sangat dingin." gadis itu berlari sambil memeluk dirinya sendiri, dia harus segera sampai ke rumah jika tak ingin mati membeku. Dia menyurusi gang-gang sempit untuk samapi ke tempat tinggalnya yang berada di lantai tiga dan harus menaiki tangga usang dan berkarat itu.
Tempat itu tak mirip rumah hanya sebuah ruangan kecil, hanya ada sekat dengan kamar mandi, begitu sempit tapi terlihat sangat rapih karena ditata dengan sangat apik "Shitt!," desisnya saat menyalakan penghangat ruangan kecil itu tapi nyatanya tak hidup mungkin rusak lagi.
Dia bergerak menuju kompornya lalu menyalakan api dan memanfaatkan panas kompor itu untuk menghangatkan tubuhnya yang terasa hampir memberku "Wah, habislah aku. Aku akan terlambat." gadis itu kocar kacir memasukan buku kedalam tasnya lalu berlari lagi dengan sekuat tenanga.
"Aaaaa! Kenapa hidupku harus selalu berlari seperti ini," desisnya merutuk tapi terus berlari "Waaa, aku akan mati jika begini terus," desisnya sambil berteriak dan menarik perhatian semua orang sepanjang jalan yang dilewatinya itu.
"Pagi," sapa seseorang padanya "Pagi Dona," sahut nya "Ini sarapanmu," kata wanita paru baya yang diketahui bernama Dona itu melemparkan bungkusan makanan padanya dan ditanggkap dengan sempurna "Terima kasih Dona, kau yang terbaik," katanya masih terus berlari hingga sampai di gedung itu."Permis," katanya sopan sambil membuka pintu kelas "Kau terlambat lagi," kata Dosennya sambil berdecak "Maaf Prof," katanya sambil tersenyum "Masuklah," kata pria yang terlihat sangat serius itu.
Gadis lucu itu cukup beruntung karena dapat beasiswa disalah satu perguruan tinggi di kota itu, dia mengambil jurusan desain interior karena begitu tertarik dengan tata letak barang di dalam ruangan. Beruntungnya dia adalah gadis yang cerdas nilainya selalu bagus sehingga dia tak perlu memikirkan biaya kuliah, karena semua perguruan tinggi mau membiayai studinya.
Malang, gadis itu bernasib malang bagaimana baru saja dia ditinggal meninggal oleh Ibunya tercinta dan langsung menanggung beban hutang Ayah tirinya dan yang paling parah hutang itu didapat karena judi, pria itu gila dan kasar.
Hidup gadis itu begitu berat beberapa tahun ini, harus terus berembunyi dari orang-orang penagi hutang itu, belum lagi harus memutar otak dan mencari cara menghasilkan uang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Rumah yang dulunya digunakan sebagai tempat berlindung musnah begitu saja dijual oleh Ayah tirinya yang kini menghilang tak tau ke mana, jangankan memberi bantuan pria gila itu malah terus saja memberatkannya.
***
"Siang Dona," sapa gadis itu pada pemilik tempat makan yang biasa dijadikannya tujuan saat tak tau harus kemana. "Hai, kau mau makan siang?" tanya Dona "Ya, aku begitu lapar, tapi kali ini aku tak bisa membayarmu dengan uang boleh aku membantumu mencuci piring atau mengelap meja atau apa pun itu. Yang pasti aku tak punya uang sama sekali." gadis itu menatap Dona dengan tatapan melas "Baiklah. Jangan tatap aku dengan tatapan itu," kata Dona
Sungguh, wanita bernama Dona itu sangat banyak membantunya, jika saja pria gila yang berstatus Ayah tirinya itu tidak melakukan semua ini mungkin hidupnya tak akan seberat ini. "Ini makan siangmu, makanlah dengan cepat karena piring sudah menantimu gadis nakal," kata Dona tersenyum sambil mengelus rambut gadis itu, Neve makan dengan lahap hingga menghabiskan makanannya itu.
Setelah selesai gadis itu segera melakukan tugasnya "Wah, Dona kau menipuku piring-piring ini sangat banyak!" desisnya merutuk "Lakukan saja sayang, lakukan tugasmu dan jangan banyak protes," kata Dona sambil memicingkan matanya.
Setelah bersusa payah mencuci piring gadis itu berpamitan untuk pergi "Apa rencanamu setelah ini gadis jelek?" tanya Dona bercanda "Em, seperti biasa aku akan mencari uang, untuk membayarmu besok agar tak perlu mencuci piring sialan itu!" desis gadis itu dengan kesal "Kau mau bermain biola lagi?" tanya Dona "Ya, sepertinya. Aku harus pulang mengambil biolaku dulu." Gadis itu beranjak pergi dari sana.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya Sean pulang dan mempir ke salah satu kedai teh untuk sedikit bersantai disana. Sean minum teh sambil bermain catur dengan seorang pria tua yang baru saja ditemuinya disana. Ini yang membuat Sean senang pada orang-orang Italia mereka begitu ramah, tingkat toleransi mereka begitu tinggi dan selalu bersahabat dengan orang-orang baru.
Sean terlihat sangat berkonsentrasi hingga konsentrasinya pecah saat melodi biola itu kembali menggetarkan membran tipaninya, seketika Sean menoleh ke sumber suara itu "Tinkerbell," kata Sean sambil tersenyum lebae "Kenapa Tuan? Apa dia juga membuat masalah denganmu?" tanya Pria itu pada Sean "Anda mengenal nya?" tanya Sean "Ya, tentu siapa yang tak mengenal gadis itu," jawab pria itu "Dia gadis yang begitu ceria dan baik hati meski terkadang berbuat onar dengan kenakalannya," sambung pria itu sambil tertawa.
"Siapa namanya?" tanya Sean mulai tertarik "Neve," jawab pria itu "Apa?" tanya Sean lagi "Neve." pria itu mengulangi omongannya "Baiklah jadi namanya Neve," desis Sean "Tapi orang-orang di sini memanggilnya Tinker," kata pria itu dan membuat Sean makin penasaran "Kenapa begitu?" tanya Sean sambil fokus pada pergerak caturnya. "Karena dia seperti Tinkerbell, Peri kecil yang bisa melakukan semua hal," kata Pria itu "Wa, sangat unik," desis Sean "Apa anda pernah bertemu dengannya?" tanya pria tua itu penasaran pada Sean.
Sean tersenyum simpul saat mengingat pertemuan pertamanya dengan Neve "Kami hanya tak sengaja bertemu." Sean berkata sambil menjalankan caturnya sambil memikirkan strategi untuk mengalahkan musuhnya itu.
"Kau tau, bahkan Neve pernah membetulkan atap rumah ku," kata pria tua itu dan membuat Sean tersedak teh yang sedang diminumnya "Kau bercanda," desis Sean "Tapi, aku bersungguh-sungguh Tuan, dia gadis yang begitu kuat bahkan dalam kondisinya sekarang," katanya bercerita "Bukankah Tuan orang baru disini?" tanya pria itu pada Sean dan Sean menjawab dengan menganggukan kepalanya "Jika Tuan ingin berkeliling minta bantuannya, dia biasa menjadi tour guide turis asing yang mengunjungni Venesia. Kufikir Tuan bisa memakai jasanya juga," sambung pria itu.
"Skak!," desis Sean dan membuat lawannya itu tercengang "Wah kau mengalahkan aku," desisnya. Sean hanya tersenyum "Karena aku kalah maka aku akan membayar teh untukmu," kata Pria itu "Kita harus sering bermain bersama," sambungnya "Baiklah," jawab Sean sambil tersenyum.
Sean merapatkan mantelnya, lalu menarik syal hingga menutup bagian bibir dan hidungnya hanya tampak mata coklat itu saja, berjalan berlahan lalu meletakan beberapa lembar uang untuk gadis bioala yang kata nya adalah Peri di kota ini "Kau terlihat sangat luar biasa." Sean segera pergi setelah meletakan uang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Miels Ku
bioala?
2020-07-21
1
Suketi
thor. neve bacanya gimana 'nivi' gitu apa gimana?
2020-02-05
1
Niiena Ismntoha Mamae Mirza
Thor ksh visualnya donk d tiap bab, kan jd enak bacanya sambil bayangin gt
2020-02-01
2