Alasan Wisnu

Malam itu, rumah Yunia ramai dikunjungi orang. Bukan untuk memberikan selamat atas pernikahannya, tapi untuk menyatakan bela sungkawa atas meninggalnya bapak. Seketika kejadian pernikahan atas diri Yunia dan Wisnu seakan terlupakan.

Sebagian besar tamu malah tidak tahu tentang pernikahan itu, mereka menganggap keberadaan keluarga Wisnu di sana hanya suatu kebetulan, karena mereka juga tahu, kalau keluarga Wisnu sebelumnya adalah tetangga Yunia.

Yunia duduk di lantai menghadapi jenasah bapak, mencoba membaca surat Yasin yang ditujukan khusus untuk bapak, tapi ternyata... sungguh sulit berkonsentrasi untuk membaca rangkaian huruf Arab itu.

Matanya bolak balik memperhatikan tubuh bapak, mengharap akan terjadinya suatu keajaiban. Mungkin orang-orang akan lari, jika orang yang sudah dianggap meninggal dan sudah dikenakan pakaian putih mereka, tiba-tiba bangkit. Tapi sungguh! Untuk malam ini, Yunia berharap hal itu benar-benar terjadi pada tubuh bapak. Namun.... detik demi detik ... menit demi menit ... hingga berjam-jam bahkan, keajaiban itu tidak juga terjadi.

"Yun.... Ayo, makan dulu..." Ujar Bik Sumi sambil menepuk pundak Yunia. Bibi tahu, dari tadi siang Yunia belum makan.

"Yunia tidak lapar, bi..." Tolak Yunia lemah.

"Hemmm.." Bik Sumi menghela nafas. Beliau lalu duduk di samping Yunia. "Relakan bapakmu, Yo nduk..." Bujuk Bik Sumi.

"Kamu tahu, bapakmu pernah bilang ke bibi, kalau dia bakal mati merem* kalau kamu sudah ada yang mendampingi..." Lanjut Bik Sumi.

"Apakah karena hal ini, bapak ingin segera menikahkan aku?" Tanya Yunia sambil menunduk, berusaha menyembunyikan tangis yang kembali menyesak di dada.

"Bibi tidak tahu, nduk... Umur manusia siapa yang tahu.... Hanya saja, bapakmu yang semula hanya ingin menjodohkan kamu, tiba-tiba berniat menikahkan kamu, saat keluarga Pak Winoto datang tadi pagi..." Jawab Bik Sumi.

Sekarang gantian, Yunia yang menarik nafas panjang dan membuangnya dengan kasar. Tadi siang, Yunia sempat engga mengerti kenapa pernikahannya terkesan begitu terburu-buru. Kini dia mulai bisa mengerti... mungkin, bapak sudah "merasa" kalau bapak harus segera meninggalkan dirinya.

Tanpa disadari, matanya beredar mencari sosok Wisnu, dan ... di sana dia duduk, bersama dengan adik dan beberapa tetangga pria yang tetap tinggal untuk melekan*. Ditatapnya sosok Wisnu dengan pandangan sejuta makna. Di pundak lelaki itulah kini kehidupan dan kebahagiaannya bertumpu.

Yang ditatap tahu-tahu berbalik dan balik menatapnya. Sekilas nampak Wisnu mengernyitkan dahi, tapi sedetik kemudian dia melempar senyum pada Yunia. Kelihatannya ada seseorang yang memberi tahunya, kalau Yunia sedang menatapnya. Kemudian Wisnu kelihatan berpamitan dengan teman bicaranya dan melangkah mendekati Yunia.

"Hai..." Sapanya lembut. Yunia hanya tersenyum sekilas.

"Wisnu, ayo kamu temani Yunia makan. kalian berdua kan dari tadi siang belum makan..." Kata Bik Sumi saat Wisnu hendak duduk di samping Yunia. Seketika Wisnu urung untuk duduk. Dia lalu membungkuk dan mengulurkan tangannya untuk mengajak Yunia ikut berdiri.

"Ayo, Yun... temani aku makan...." Katanya.

"Aku engga lapar...." Tolak Yunia.

"Mas minta ditemani makan..." Bujuk Wisnu. Sejenak Yunia masih enggan untuk meninggalkan tempatnya. Tapi Bik Sumi segera menepuk pundaknya.

"Ayo, Yun, kasihan mas-mu kalau harus makan sendiri...." Desak Bik Sumi.

Akhirnya Yunia bangkit dan mengikuti Wisnu masuk ke ruang tengah, ruangan yang berfungsi sebagai ruang makan sekaligus ruang keluarga.

Yunia mengambilkan nasi lengkap dengan lauknya untuk Wisnu.

"Ini mas..." Katanya sambil meletakkan piring makanan itu di depan Wisnu.

"Terima kasih..." Kata Wisnu. Saat Yunia akan duduk menjauh, Wisnu meraih tangannya mencegah. "Ayo, kita makan barengan..." Katanya. Lalu ia menarik kursi di dekat Yunia mendekat dan mendudukkan Yunia di sana.

Dulu-dulu... mereka sering makan sepiring berdua eh engga bertiga deng. Tapi itu ketika mereka masih kecil. Saat jumlah makanan yang mereka punya terbatas atau dibatasi, Ibu Yunia sering memberi makan mereka bertiga dalam satu piring yang sama. Biasanya itu terjadi kalau mereka makan mie instan... 😅😅😅

"Biar belajar bersaing dan belajar berempati dengan saudaranya..." Begitu ibu beralasan, saat ditanya ayah, kenapa ibu tidak membagi makanan ke dalam piring yang berbeda. Padahal di piring itu Wisnu juga mengumpulkan makanan itu menjadi tiga bagian. Tentu saja, karena Wisnu dan Bayu laki-laki, makannya lebih banyak dan lebih cepat, sehingga seringkali jatah Yunia ikut tersendok oleh mereka.

"Ayo makan... " Kata Wisnu mendahului menyendok nasinya. "Apa mau aku siapin?" Tanyanya kemudian saat dilihatnya Yunia belum juga bergerak menyuap.

"Engga... aku bisa sendiri..." Kata Yunia. Lalu dia mengambil sendok lain dan mulai menyuap.

Beberapa saat mereka makan dalam diam.

"Yun... jangan sedih lagi ya... " ujar Wisnu memecah kebisuan mereka. Yunia mendongak menatap wajah Wisnu.

"Mas.... apa mas Wisnu tau kalau bapak mau pergi...?" Tanya Yunia engga nyambung.

"Kamu pikir mas Wisnu peramal apa?" Tukas Wisnu bercanda.

"Kenapa mas Wisnu mau nikah sama aku?" Tanya Yunia lagi sambil terus menatap wajah Wisnu, mencari petunjuk atas ketulusan dan kejujuran Wisnu. Mendengar pertanyaan itu Wisnu menghela nafas panjang.

"Sebenarnya... pernikahan ini lebih banyak bertujuan untuk memberi pelajaran untukku..." Jawab Wisnu kemudian...

"Maksudnya?" Yunia engga paham.

"Beberapa bulan lalu... bapak cerita pada ayah tentang kekhawatirannya padamu karena kondisi kesehatannya yang semakin buruk..." Wisnu mulai bercerita.

"... Bapak bertanya, kira-kira bisakah ayah melanjutkan tugasnya merawat mu... Pada dasarnya ayah dan kami akan senang sekali menerimamu, itu salah satu cara kami membalas kebaikan ibu yang sudah merawat kami dulu..."

"Terus...? Kenapa dengan cara menikah denganku?" Tanya Yunia masih belum paham.

"Nah... kalo itu..." Wisnu terdiam sejenak. Kelihatannya Wisnu agak kesulitan untuk mengatakannya, membuat Yunia semakin penasaran.

Dia yakin, seorang Wisnu yang punya wajah tampan, tubuhnya tinggi tegap nampak sempurna, berusia matang dan juga sudah mapan dalam karirnya ini, tidak mungkin dengan begitu saja, menerima pernikahan dengan seorang gadis seperti dirinya. Pasti banyak sekali wanita cantik sekelas dirinya antri untuk mendapat pinangannya.

Apa alasan Wisnu, mempertaruhkan kebahagiaannya, masa depan cintanya, hingga mau menikahi gadis yang masih mentah seperti dirinya? Yunia diam menunggu. Ditatapnya wajah Wisnu seakan dengan tatapan itu dia mengatakan...

"Ayo, jangan mengelak lagi. Aku menunggu jawabanmu..."

Yang ditatap kembali menghela nafas. Seakan dia ingin melepaskan beban berat di hatinya.

"... Sebelum aku jawab, aku tanya kamu dulu..." Katanya. Yunia tidak menjawab apa-apa, tapi kerutan dahinya memberi isyarat... kalau dia menunggu Wisnu melanjutkan ucapannya. "Mau engga, kamu jadi ibu dari anakku?"

"Maksudnya...?" Ada debar aneh datang di hati Yunia. Apa Wisnu berharap segera memiliki anak dengannya? Waduh... Masa lulus sekolah belum udah mau punya anak? Wajah Yunia terasa panas, dia memalingkan wajah untuk menyembunyikannya dari Wisnu.

"Mas, mau kamu jadi ibu untuk Sabina... anakku."

Dar!!!

Bagai petir menyambar, mengejutkan Yunia. Seketika Yunia menoleh, kembali menatap Wisnu. Anak? Wisnu sudah punya anak? Oh my God...

_________________________

mati merem \= meninggal dengan tenang

melekan \= tidak tidur untuk berjaga.

.

Terpopuler

Comments

gulla li

gulla li

ya allah.. kok jadi wisnu yang udah punya anak kok aku yang nangis 😭😭 jahat kalian menipu Yunia.
😭😭😭😭

2021-08-28

1

🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ

🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ

eh buset lah duda😭 kapan nikahnya si wisnu😅

2021-06-24

0

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

mantap 👍🏻

2021-03-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!