Wisnu dan Yunia masuk ke ruang depan. Di sana, Wisnu langsung membimbing Yunia berjongkok di depan bapak, sungkeman. Bergantian dengan bapak dan ibu Winoto.
Usai sungkeman, semua yang hadir menyalami Wisnu dan Yunia.
"Wah, aku jadi musti panggil mbak nih..." Goda Bayu saat menyalami Yunia. Yunia tersipu.
"Enggalah mas Bayu, tetap panggil Yunia aja." Ujar Yunia menghindari kecanggungan.
"Boleh, mas?" Tanya Bayu pada Wisnu.
"Terserah..." Jawab Wisnu.
"Tapi kamu engga boleh iseng sama Yunia seperti biasa..." sambung ayah Winoto tiba-tiba.
"Kenapa?" Tanya Bayu sambil menatap ayahnya yang duduk tak jauh dari mereka. Pertanyaan Bayu mewakili pertanyaan Yunia juga. Tidak menjawab, ayah malah menatap Wisnu menyuruhnya menjawab pertanyaan Bayu.
"... Karena tingkat kenyamanan istriku berbanding lurus dengan tingkat kenyamanan uang sakumu. .." Jawab Wisnu asal.
"Waduh...!" Keluh Bayu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membuat orang yang mendengar di dekat mereka tertawa.
Karena memang tidak ada upacara adat apapun, mereka yang hadir lalu dipersilahkan menikmati hidangan yang sudah disiapkan di ruang tengah.
"Monggo, bapak... ibu diaturi lenggah ten ndalem. Monggo dicicipi sawontenipun..." Ujar Bik Sumi mempersilahkan para tamu.
"Monggo, pak... Bu...." Lanjut Bik Sumi pada bapak dan ibu Winoto.
"Nggeh... Monggo, mas..." Sambut Bu Winoto sambil berdiri dan mengajak bapak, lelaki yang sudah menjadi besannya itu untuk ikut makan bersama.
"Nggeh... Monggo sekeca aken..." Sahut bapak mempersilahkan.
Sambil menunggu giliran, Yunia duduk di samping bapak.
"Yunia... itu mas mu engga diambilkan makan?" Tanya bapak.
Yunia menoleh ke arah Wisnu. Walau sebelum menjadi suami, kalau pas Wisnu dan Bayu datang berkunjung, dia selalu disuruh mengambilkan makan untuk mereka.
"Nanti saja, Yun... " Tolak Wisnu. Yunia menggedikkan bahu sambil menatap bapak, seakan hendak mengatakan... "dia nya yang engga mau..."
"Ya sudah... Yunia, dengar kata-kata bapak ini baik-baik... " Ujar bapak kini serius sambil menatap anaknya. Tangan Yunia digenggamnya dengan erat. Yunia langsung serius memperhatikan bapak.
"Sekarang Wisnu yang akan bertanggung jawab atas dirimu. Bertanggungjawab untuk semuanya. Kebutuhanmu, juga keselamatanmu. karena itu..." bapak mengambil jeda.
"Patuhi dan layani dia dengan baik... jika kemudian nanti ada masalah di antara kalian, bicarakan baik-baik. Yunia... semua orang punya masa lalu... Mungkin banyak yang kamu tidak tahu tentang Wisnu. Begitu juga dengan Wisnu, banyak yang tidak diketahuinya tentang kamu... Saling terbukalah. Bapak percaya, anak-anak bapak ini sudah cukup dewasa dan mampu mengatasi masalah kalian... Saling bantu, saling percaya.... Yo, nduk?" Nasehat bapak, yang langsung di iya kan oleh Yunia dan Wisnu.
Usai menasehati, bapak lalu izin masuk ke kamar, katanya mau sholat ashar sekalian ngaso sebentar.
Wisnu dan Yunia masih sibuk melayani tamu yang masih bertahan duduk mengobrol dengan orang tua Wisnu.
Ashar sudah lewat, hari sudah mau Maghrib. Bik Sumi menyuruh Yunia memanggil bapak yang sedari siang tidak Dilihatnya makan.
"Gugahen bapak mu nduk... sudah mau Maghrib..." Perintah Bik Sumi. Yunia lalu masuk ke kamar bapak. Dilihatnya bapak terbaring di kasurnya. Yunia mendekat.
"Pak.... Pak.... bangun, sudah mau Maghrib..." Panggil Yunia. Tapi bapak masih tidak bergerak.
"Pak... pak..." panggil Yunia lagi. Kali ini sambil menggoyang-goyangkan lengan bapak. Bapak masih juga tidak bereaksi, tapi sentuhan tangan Yunia merasakan hal yang lain. Lengan bapak rasanya tidak sehangat biasanya ... Seketika pikiran buruk menyerangnya. Jangan-jangan bapak sakit lagi...
"Pak...!Pak...!" Panggil Yunia lebih keras, guncangan di lengan bapak juga lebih keras, tapi bapak tetap tidak bereaksi. Segera saja Yunia berlari ke luar kamar dan memanggil Bik Sumi.
"Bibi! ... Bibi!..."
"Ada apa, Yun?" Tanya Bayu yang sedang duduk di ruang tengah sambil minum kopi. Yunia menoleh ke arah Bayu sebentar sebelum kembali celingukan mencari Bik Sumi.
"Bibi mana?" Tanyanya panik.
"Tadi ke belakang... ada apa?" Bayu bertanya lagi.
"Bapak... bapak..." Jawab Yunia masih panik. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan bapak. Melihat kepanikan Yunia, Bayu langsung menerobos masuk ke kamar bapak. Sementara Wisnu dan orang-orang yang semula duduk di ruang depan, yang mendengar suara panik Yunia langsung mendekat.
"Ada apa, Yun?" Tanya mereka. Yunia masih tergagu tidak tahu apa yang harus dia katakan. Hanya matanya menatap cemas ke arah kamar bapak. Yang melihat arah tatapan Yunia segera bergegas masuk ke kamar.
"Ada apa, Yun?" Tanya Bik Sumi kemudian yang baru masuk ke ruang tengah.
"Bibi... bapak..." Adu Yunia saat melihat orang yang dicarinya. Seketika Yunia memeluk Bik Sumi dan menangis. Sambil memeluk Yunia, Bik Sumi melangkah masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar, sudah cukup banyak orang yang datang. Paman -suaminya Bik Sumi- Wisnu dan Bayu yang paling dekat dengan bapak. Wisnu malah sudah duduk di samping bapak. Bik Sumi bertukar pandang dengan suaminya itu. Samar paman menggeleng. Membuat Bik Sumi pucat seketika.
"Astaghfirullah..." Bisiknya lemah, tapi sanggup membuat Yunia tersentak dan seketika menoleh ke arah paman.
"Bapak kenapa, paman?" Tanyanya sambil mendekat. Wisnu langsung menyambut dan memeluk istrinya itu erat.
"Bapak sudah pergi, Yun..." ujar Wisnu lirih.
"Pergi...?" Butuh beberapa detik untuk Yunia mengerti arti kata sederhana itu. "Eh?! Engga! Engga mungkin!... Bapak!... Bapak...!" Panggil Yunia sambil langsung melepas pelukan Wisnu lalu mendekati tubuh bapak dan mengguncang-guncangnya. Air mata tiba-tiba sudah mengalir deras tanpa tertahan.
"Istighfar, Yun..." Bisik Wisnu sambil kembali memeluk Yunia.
"Bapak cuma tidur... bapak engga pergi ke mana-mana..." kata Yunia disela tangisnya.
Wisnu tergagu... ibu Winoto yang sudah ada di sana lalu mendekat, mengambil alih memeluk Yunia untuk menenangkannya, Sementara semua orang yang lain segera melakukan persiapan untuk mengurus jenazah bapak.
Ditatapnya wajah bapak yang begitu tenang, layaknya orang sedang tidur lelap. Yunia masih tidak percaya kalau bapak benar-benar sudah pergi. Kembali didekatinya bapak. Menaruh telapak tangan di depan hidung bapak. Tidak terasa apapun. Jangan-jangan hanya karena tangannya yang tidak sensitif, tidak bisa merasakan hembusan nafas bapak.
Kemudian dia berlari mengambil cermin, juga menaruhnya di depan hidung bapak, berharap akan melihat embun dari sana. Masih juga tidak ada hasil.
Bapak tidak pergi.... bapak cuma tidur... Begitu Yunia bolak balik berpikir. Tapi sampai orang-orang siap dengan semua prosesi pemandian, bapak tidak juga terbangun. Bahkan, saat kucuran deras air mengalir menyiram tubuhnya, bapak tetap tidak bergeming. Hingga akhirnya bapak dikenakan pakaian terakhirnya, Yunia hanya bisa menatap pasrah... Rupanya bapak benar-benar sudah pergi....
_____________________________
Monggo, bapak... ibu diaturi lenggah ten ndalem. Monggo dicicipi sawontenipun..." \= Silahkan, bapak... ibu dipersilahkan duduk di dalam. Silahkan dicicipi seadanya..."
Nggeh... Monggo sekeca aken.. \= Iya... silahkan dinikmati...
Gugahen \= bangunkan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
gulla li
sedihnya 😭😭😭
2021-08-28
1
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
sedih banget euy😭
2021-06-24
1
ARSY ALFAZZA
like 😇
2021-03-03
1