Setelah memastikan bahwa ibunya sudah membaik, Bunga kembali ke kosan. Ia mulai melaksanakan aktivitasnya seperti biasa. Sudah dua minggu ia tidak melihat Faldi. Bunga merasa sangat rindu pada pria kecilnya itu.
Kenapa kau pergi pada saat perasaan ini tumbuh.
Sebulan, setahun , tiga tahun.
Bunga sekarang sudah menjadi seorang manager di cabang supermarket tempat ja dulu bekerja. Melihat ketekunan dan kegigihannya mengejar ilmu, membuat pemilik supermarket mempercayakan pengurusan cabang kepadanya. Bunga kini nampak jauh lebih matang. Usianya hampir 26 th, tapi ia masih melajang. Bunga masih belum bisa mengikis bayangan Faldi dari hatinya.
"Sudah makan siang? makan bareng yuk!"
Bunga membaca pesan dari Nauval, seorang supervisor dari distributor yang memasok barang di supermarket nya. Bunga tahu kalau pria itu sedang mendekatinya, oleh karenanya ia tidak mau memberinya harapan.
"Aku makan siang di kantin kantor saja. "
Tolak Bunga halus.
"Ok. Aku temani makan di situ. "
Nih orang maksa banget sih.
Siangnya Nauval benar benar datang. Ia menunggu Bunga di kantin. Ketika Bunga datang, pria itu melambaikan tangannya.
Mau tidak mau Bunga menhampirinya.
"Aku sudah pesan nih. Semoga cocok."
Bunga menghela nafas. Tapi untuk menghormati pria di depannya, ia lalu duduk sambil menyantap makanan yang tersedia di depannya.
"Bunga, nanti malam nonton yuk!"
Bunga tersedak mendengar ajakan Nauval.
Ia segera mengambil air minum dan menegaknya.
"Maaf, aku tidak bisa."
"Kenapa kau selalu menolakku? Aku tahu kamu belum punya pasangan. Apa kau tipe wanita yang tidak suka pacaran, yang mau langsung nikah? Jika begitu aku bersedia melamarmu!"
"Aku tidak punya perasaan apa-apa terhadapmu. Dan aku nggak mau memberimu harapan. Hatiku sudah ada yang punya."
"Tak apa. Aku tak akan menyerah sama oi aku melihatmu bersanding di pelaminan."
"Bukankah kau akan membuang waktumu percuma?"
"Anggap saja itu pengorbanan untuk sesuatu yang pantas diperjuangkan."
Bunga sudah kehabisan akal bagaimana agar Nauval mau menjauhinya.
"Pak Nauval! Bisakah hubungan kita hanya sebatas rekan kerja." Bunga mengubah cara bicaranya sedikit formal. Berharap Nauval mengerti bahwa ia benar-benar tidak mungkin menerima cinta pria itu.
Nauval tampak kecewa.
"Bunga, kau tak bisa melarangku untuk mencintaimu. Karena itu hakku." Nauval lalu pergi meninggalkan Bunga.
Selesai makan siang Bunga kembali ke ruangannya. Tubuhnya terasa penat. Ia melangkah ke balkon di sebelah kantornya. Balkon itu menghadap ke taman sebuah rumah sakit yang berdiri si samping supermarket.
Bunga sangat suka berlama lama di balkon itu. Dengan melihat orang-orang yang sedang sakit, membuat rasa syukurnya bertambah atas karunia kesehatan yang ia peroleh.
Mata Bunga terus mengamati orang orang di taman itu, saat matanya menangkap sosok yang selama ini mengisi hati dan fikirinnya. Bergegas Bunga menuruni tangga. Ia langsung berlari menuju rumah sakit. Ia mencari sosok yang dilihatnya tadi di taman rumah sakit. Saat mendapatkan apa yang ia cari, Bunga mematung kaku.
Ia melihat pria itu duduk di sebuah kursi roda. Ia mengamatinya. Tiga tahun tidak bertemu, pria di depannya itu tampak jauh lebih dewasa. Rahangnya sudah terbentuk sempurna sebagai seorang pemuda. Alis yang tebal dan mata yang tajam itu yang tidak bisa Bunga lupakan.
Bunga mendekat, "Faldi!"
Pria yang ia panggil menoleh, memandang heran ke arah Bunga.
"Anda memanggil saya?"
Bunga kaget. Pria itu tidak mengenalinya. Bunga kembali mengamati pria yang ada di depannya yang ia yakini sebagai Faldi.
Aku nggak mungkin salah. Segalanya tetap sama selain ia tampak lebih dewasa. Waktu tiga tahun mungkin telah mengubah dirinya.
"Kau Faldi kan?"
"Iya, saya Faldi. Anda siapa?"
"Kau tidak ingat aku? Aku Bunga."
"Maaf, tapi saya benar-benar tidak mengenal Anda." Pria itu lalu memutar kursi rodanya, meninggalkan Bunga.
"Tuan muda kami memang begitu. Sejak kecelakaan ia lebih suka menghindar dari orang-orang yang ia kenal. Dia menjadi minder atas keadaannya yang cacat." Seseorang berbicara mengagetkan Bunga.
Bunga menoleh. Ia melihat seorang pria muda berdiri di belakangnya.
"Kenalkan, saya Kendra. Saya sekretaris Tuan Gerry."
"Eh, jadi dia bukan Faldi?"
"Nama tengahnya memang Faldi, tapi kami biasa memanggilnya Gerry."
"Oh begitu. Apa ayang terjadi dengannya?"
"Ia mengalami kecelakaan tiga tahun yang lalu yang menyebabkan ia lumpuh. Meski sebenarnya ia bisa di sembuhkan jika saja ia mau menjalani terapi. Tapi entah mengapa, ia tidak mau melakukannya."
"Apakah selain lumpuh ia juga mengalami amnesia?"
Kendra tersenyum lalu menggeleng.
"Tidak nona. Ingatan tuan muda baik-baik saja."
Jadi kau pura-pura tidak mengingatku, ya. Kalau begitu akan aku buat kamu mengingatku lagi.
"Tuan Kendra, apa dia masih lama tinggal di rumah sakit ini?"
"Tidak nona. Kami ke sini untuk kontrol. Hati ini juga kami akan meninggalkan rumah sakit ini."
"Boleh saya tahu alamatnya, Tuan? Saya ingin berusaha membantunya karena saya berhutang budi padanya. Jika Tuan Kendra mengijinkan."
Kendra menatap Bunga. Ia melihat ketulusan di mata Bunga. Kemudian Kendra memberikan kartu namanya pada Bunga.
"Anda hubungi no HP saya ya! Nanti saya akan mengatur segalanya agar Anda mudah masuk ke rumah Tuan Gerry."
"Terima kasih!"
Bunga tersenyum. Ia kemudian kembali ke kantornya.
Aku akan membangkitkan semangat hidupmu. Kau harus sembuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
rihla
semangat bunga
2021-11-05
0
Syafrida Kadir Ida
suka novel ini
2021-01-29
0
Nova Yuliati
kasihan juga faldi....
ayo bunga semangat balikin cintanya faldi....
2020-11-27
0