Sore hari Bunga keluar dari tempatnya bekerja. Ia berdiri di pinggir jalan depan supermarket untuk mencari angkot. Selama 15 menit lebih, namun tak ada satu angkot pun yang lewat.
"Percuma, Mbak! Meski sampai malam juga nggak akan ada angkot yang lewat. " Faldi yang tiba tiba sudah berdiri di samping Bunga mengagetkan gadis itu.
"Dari mana kau tahu?"
"Mereka lagi mogok mulai tadi siang mbak. Jadi sore ini nggak akan ada angkot yang jalan. "
Bunga semakin gelisah.
Gimana nih. Hari ini ada kuis di kampus. Kalau begini aku bisa terlambat.
Bunga melirik ke sampingnya,
Kemana anak itu.
Bunga mencari cari keberadaan Faldi namun ia tak menemukannya. Ia kembali fokus mencari kendaraan umum yang bisa mengantarkannya ke kampus.
Seorang pengendara sepeda motor tiba-tiba berhenti di depan Bunga. Ia membuka helmnya
"Mau kuantar, Mbak?" Faldi menawarkan diri.
Bunga ragu ragu. Ia baru kenal dengan cowok ini, masak sudah mau dibonceng.
Ah sudahlah, anggap saja ojol. Daripada telat.
"Baik, tapi ini karena terpaksa ya!" Bunga menegaskan.
"Iya, Mbak."
Setelah Bunga naik, Faldi lalu memacu sepeda motornya.
"Cepetan dikit nanti telat aku. Ke kampus x ya!"
Serta merta Faldi memutar gas motornya membuat tubuh Bunga yang ia bonceng tersentak ke belakang. Spontan Bunga memeluk pinggang Faldi mencari pegangan agar tidak jatuh.
"Sengaja ya!" Bunga memukul pundak Faldi.
Faldi senyum penuh kemenangan.
Sesampainya di kampus.
"Pulang jam berapa?" tanya Faldi.
"Untuk apa tanya-tanya?"
"Ya untuk jemput lah! Kan dah kubilang nggak ada angkot. Mbak mau pulang naik apa?"
"Terima kasih. Tapi nanti sudah ada yang jemput kok!"
Bunga lalu meninggalkan Faldi.
Sudah ada yang jemput. Jangan-jangan polisi itu.
Faldi lalu memutar motor dan melarikannya menuju rumah
Malam hari, pukul 19.30, Faldi sudah standby di depan kampus Bunga. Ia penasaran tentang siapa orang yang akan menjemput Bunga. Matanya menyapu ke arah cowok cowok yang sedang menjemput juga. Pandangannya terhenti pada sosok cowok bertubuh atletis dan berambut cepak.
Apakah dia orangnya.
Mendekati jam delapan malam, satu dua mahasiswa maupun mahasiswi keluar dari kampus. Makin lama makin banyak. Faldi mencari Bunga dari puluhan mahasiswi yang keluar dari kampus itu.
Ah itu dia. Kalau benar dugaanku, maka ia akan berjalan ke arah cowok itu.
Bunga keluar dari kampus. Ia clingukan mencari seseorang. Kemudian ia tersenyum dan berjalan ke arah orang tersebut.
Ternyata benar, cowok itu. batin Faldi.
Bunga lalu naik ke boncengan cowok tadi dan pergi meninggalkan kampus. Faldi mengikutinya.
Mereka berhenti di warung bakso. Faldi menghentikan motornya agak jauh. Ia lalu menunggu sampai kedua orang itu keluar lagi dari warung bakso dan kembali mengikutinya.
Bunga dan cowok itu berhenti di depan supermarket tempat Bunga bekerja. Bunga turun dan berbicara sebentar dengan cowok itu. Lalu ia melambaikan tangan dan kembali masuk ke supermarket melalui pintu khusus karyawan.
Faldi memarkir motornya. Ia masuk ke supermarket dan langsung ke lantai dua menemui informannya, Yati. Ia mencari Yati tapi tidak menemukannya.
"Mbak, mbak Yatinya kemana ya?"
"Mbak Yati sudah pulang mas. Ia hari ini masuk shif pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu ramah.
Faldi menggeleng. Faldi kemudian keluar dari supermarket. Saat menuruni eskalator, ia melihat Bunga. Faldi mempercepat langkahnya.
Bunga sudah akan pergi dari tempatnya saat tangannya ditarik.
"Mbak!" Faldi menarik tangan Bunga. "Tadi dibonceng siapa?"
Bunga kaget. Ia menarik tangannya hingga lepas dari genggaman Faldi.
"Kau! Kenapa ingin tahu aku dibonceng siapa?"
"Karena aku nggak suka mbak dibonceng cowok!"
"Eh, ada urusan apa denganmu!?!"
"Karena aku suka sama Mbak."
Bagai disambar petir Bunga mendengar pernyataan suka dari cowok putih abu abu yang berdiri di depannya. Bagaimana mungkin anak ini menyukainya. Bertemu juga baru dua kali. Begitu pikir Bunga.
"Kau jangan ngelantur deh. Aku lebih tua darimu., dan kau masih cowok putih abu abu. Masih anak kecil."
Faldi mendekatkan kepalanya dan ia berbisik di telinga Bunga.
"Usiaku memang masih muda mbak. Tapi aku juga seorang pria. Nanti malam aku jemput. Jangan menolak!" Faldi laku pergi meninggalkan Bunga.
Bunga terpaku tak percaya. Ia memikirkan bagaimana anak itu bisa mengeluarkan perkataan dengan nada yang mengintimidasinya. Perkataan yang nggak mampu ditolak.
Sesuai janjinya, Bunga melihat Faldi sudah menunggunya di depan supermarket.
"Diantar kemana Mbak?"
"Ke kosanku saja di jalan y!"
Tapi Faldi tidak mengarahkan motornya ke alamat yang disebutkan Bunga.
"Eh jalannya bukan ke arah sini. "
"Aku tahu. Aku hanya ingin mengajakmu makan dulu."
"Tapi aku nggak lapar. "
"Aku yang lapar. Temani aku makan!"
Mereka sampai di sebuah rumah makan yang suasananya sangat romantis.
Bunga sangat canggung saat akan masuk. Ia melihat banyak pasangan yang sedang makan di situ.
Faldi menarik tangan Bunga dan menggandengnya menuju sebuah gazebo.
"Kau mau pesan apa?" Faldi tidak lagi memanggil Bunga dengan mbak.
"Kan sudah ku bilang, aku tidak lapar."
"Kalau gitu aku pesanan minuman saja. "
Faldi menuliskan pesanan mereka dan menyerahkannya kepada pelayan.
Faldi lalu mengambil sesuatu dari balik jaketnya dan menyerahkannya kepada Bunga.
"Ini untukmu!"
"Ini apa?"
"Buka saja!"
Bunga membukanya. Ia kaget karena bingkisan yang ia terima adalah sebuah ponsel keluaran terbaru.
"Ini untuk apa? Aku sudah punya ponsel."
"Biar aku gampang menghubungimu. Disini sudah aku isi kartu. Jadi ponsel ini khusus untuk ngobrol denganku."
Bunga menghela nafas. Anak ini semakin tidak masuk akal menurut Bunga.
"Maaf, aku tidak bisa menerimanya. "
"Kenapa?"
"Ya pokoknya nggak bisa. "
Faldi lalu menggeser duduknya mendekati Bunga. Bunga juga ikutan bergeser sampai ia berada di pokok gazebo. Faldi lalu meletakkan lengannya mengungkung tubuh Bunga. Matanya memandang tajam ke arah Bunga. Bunga jadi sedikit takut dengan sikap anak itu. Usia anak itu memang masih muda. Namun tubuhnya sudah seperti pria dewasa. Kalau sedang tidak pakai seragam, ia nampak seperti pemuda seumuran Bunga, bukan anak SMA.
"Terima atau.. ?"
"Atau apa?!" Bunga mendelik berharap anak itu menjauh.
Namun yang terjadi di luar dugaan Bunga. Faldi malah mengecup keningnya.
"Kau!"
"Kalau nggak kau terima, bukan kening yang akan kucium. Jadi bagaimana? Diterima?"
"Iya iya aku terima!"
Faldi memindahkan tangannya. Ia kembali duduk seperti semula.
"Berati mulai hari ini kita resmi jadian. "
"Eh! Mana bisa begitu."
"Bisa! Kau sendiri barusan bilang sudah menerima. Ponsel itu tanda cintaku padamu. Kau terima ponsel itu sama artinya menerima cintaku. "
Bunga terdiam. Dalam hati ia mengutuk kebodohannya karena bisa dikerjai oleh seorang cowok putih abu abu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
rihla
mantap. baru baca
2021-11-05
1
Fatiyah rrgfyrterrtfretuyy
bru baca seru kaya y
2021-05-26
1
mrs.blue
cerita nya kayak iklan air mineral 😁
2021-02-14
1