Faldi menurunkan Bunga tepat di depan kosannya.
"Terima kasih!" Bunga turun dan bermaksud meninggalkan Faldi. Faldi menghentikan Bunga dengan memegang tangannya.
"Ingat! Jangan dekat-dekat dengan cowok lain!"
"Iya!" Bunga mengiyakan, berharap Faldi akan cepat pergi, namun Faldi masih duduk di atas motornya tanpa tandanya tanda akan pergi dari tempat itu.
"Pulanglah! Dah malam juga. Nanti orang tuamu marah!"
Faldi tiba-tiba menarik tubuh Bunga dan cup
Ia mencium bibir Bunga.
"Sudah kukatakan, usiaku memang muda. Tapi aku tetap seorang pria. Jangan selalu menganggapku anak kecil!" Faldi melepaskan tangan Bunga dan berlalu dari tempat itu.
Bunga terpaku di tempatnya berdiri. Ia masih terkejut dengan apa ya g dilakukan Faldi.
Anak kecil itu, menciumku? Dia mencuri ciuman pertamaku.
Bunga kesal. Ia menghentakkan kakinya beberapa kali saking kesalnya. Kemudian ia masuk ke kosannya.
Bunga sedang membersihkan wajahnya di depan cermin. Saat ia membersihkan lipstik di bibirnya, ia ingat ciuman Faldi. Mukanya merah. Jantungnya berdebar.
Aduh, kenapa jantungku berdebar saat menginggat anak ingusan itu. Tidak, tidak, tidak. Aku tidak boleh menyukainya. Memiliki perasaan terjadinya hanya akan membawa penderitaan.
drt drt drt
Ponsel Bunga berdering.
"Assalamualakkun!" salam orang di seberang.
"Waalaikumsalam, Dik. "
"Mbak, Mbak Bunga harus pulang. Ibu sakit mbak!"
"Iya, Dik. Besok mbak akan pulang. Apa penyakit ibu kambuh, Dik?"
"Iya Mbak."
Pembicaraan Bunga dan adiknya berakhir. Bunga cemas dengan kondisi ibunya.
Bunga mengirim pesan kepada teman sekantornya agar besok membuatkan surat ijin karena dia harus pulang kampung menjenguk ibunya.
Keesokan harinya, sepulang sekolah Faldi bermaksud menemui Bunga karena gadis itu tidak bisa ia hubungi.
"Mbak Yati. Bisa panggilkan Bunga?" Faldi berkata pada Yati.
"Tunggu ya, Mas!" Yati menuju telepon yang ada di meja kasir.
"Mas, Mbak Bunganya ijin. Ia tidak masuk hari ini. Kata temannya, ia pulang kampung. Ibunya sakit. " Yati kembali ke counternya dan memberikan info kepada Faldi.
"Makasih, Mbak!" Faldi lalu mengambil beberapa kaos dan memberikan kepada Yati. Faldi selalu membeli kaos tiap meminta bantuan Yati. Itu ia lakukan sebagai imbalan karena Yati tidak mau diberi imbalan lain.
...🍃🍃🍃🍃...
Bunga sudah tiba di kampungnya. Ia melangkah menuju rumahnya. Sebuah rumah yang sangat sederhana.
"Assalamu'alaikum." Salam Bunga.
"Waalaikumsalam!" Adik Bunga keluar. "Mbak sudah datang. Masuklah Mbak, temui ibu di kamar!"
Bunga langsung masuk ke kamar ibunya. Dilihatnya wanita itu terbaring lemah di ranjangnya.
"Bu!" Bunga memanggil ibunya lalu mencium tangan wanita yang telah melahirkannya itu. Hatinya sangat sedih melihat ibunya dalam kondisi seperti itu.
"Kau pulang. Bagaimana perkerjaanmu?"
"Alhamdulillah, baik Bu."
"Sekolahmu?"
"Juga baik, Bu."
Wanita itu tersenyum, dibelainya rambut putrinya.
"Bu, ke rumah sakit ya! Biar ibu dapat perawatan yang baik." Bunga membujuk ibunya.
"Nggak usah nak. Kerumah sakit butuh biaya banyak. Ibu nggak papa. Hanya butuh istirahat. Nanti juga akan membaik."
Itulah ibunya. Wanita itu selalu saja menganggap remeh jika itu menyangkut dirinya sendiri. Tapi dia akan sangat peduli jika itu menyangkut suami atau anak-anaknya.
"Bu, jangan pikirkan soal biaya. Bunga ada tabungan buat biaya ibu berobat ke rumah sakit."
"Gunakan uangmu untuk kuliahmu, Nak. Ibu nggak bisa membantumu. Jadi ibu juga tidak mau membebanimu. "
"Bu...Ibu bukan beban bagi Bunga. Ijinkan Bunga membalas jasa ibu. Kita ke rumah sakit ya, Bu!" Bunga terus membujuk ibunya. Namun wanita itu tetap kekeh pada pendiriannya.
Gadis itu akhirnya menghentikan usahanya. Ia memeluk ibunya.
"Maafin Bunga, Bu. Bunga belum bisa jadi anak yang berguna."
Bunga merasakan kepalanya diusap lembut oleh ibunya.
"Kamu sudah membanggakan kami, Nak. Itu sudah cukup buat kami."
...🍃🍃🍃🍃...
Sudah tiga hari, Bunga tidak bekerja. Itu artinya sudah tiga hari juga Faldi tidak bertemu dengan gadis pujaannya itu. Sore itu Faldi mendatangi tempat kos Bunga. Ia mencari info alamat Bunga di kampung pada ibu kosnya.
"Pak Ali. Apa Bapak tahu alamat ini?" Faldi menunjukkan alamat yang ia dapatkan dari ibu kota Bunga pada supir pribadinya.
"Tahu, Den! Saya punya saudara di kampung itu. "
"Bagus, besok antar aku ke kampung ini ya Pak!"
Faldi berbinar. Ia senang karena sebentar lagi ia akan bisa bertemu Bunga.
"Baik, Den!"
Hari Minggu pagi. Faldi berangkat ke kampung Bunga dengan diantar Pak Ali.
"Masih Jauh, Pak?"
"Nggak begitu, Den. Setengah jam lagi sudah sampai."
Mobil yang dikendarai Faldi memasuki kampung Bunga. Pak Ali sepertinya sangat mengenal daerah itu. Dengan sedikit bertanya pada penduduk sekitar, akhirnya mereka sampai di depan rumah Bunga.
Pada saat itu kondisi ibu Bunga sedang drop. Keluarga Bunga panik melihat sang ibu tidak sadarkan diri. Bunga lari keluar rumah bermaksud mencari bantuan. Ia menghentikan larinya saat di depan rumahnya berdiri sosok yang sangat ia kenal, Faldi.
Bunga segera menghampiri Faldi.
"Tolong. Tolong antar ibu ke rumah sakit!" Bunga berkata sambil menangis. Ia memegang lengan Faldi dan menariknya masuk rumah. Faldi mengangkat tubuh ibu Bunga dengan di bantu Pak Ali. Ia mendudukan wanita itu di kursi belakang bersebelahan dengan Bunga. Lalu ia segera memacu mobilnya menuju rumah sakit yang ada di kota.
Bunga dan Faldi menunggu di luar saat ibu Bunga mendapat perawatan.
Bunga masih menangis. Faldi memeluknya.
"Jangan takut. Beliau akan baik-baik saja!"
Bunga membenamkan wajahnya di dada bidang Faldi. Faldi mengelus kepala gadis itu lembut. Ia mencium pucuk kepala Bunga.
"Keluarga Bu Reta?" panggil perawat.
"Kami suster" jawab Faldi dan Bunga.
"Silahkan ikut saya!"
Faldi dan Bunga mengikuti perawat ke ruang dokter.
"Ibu saudara harus segera menjalani operasi. Apendiks nya sudah meradang. Jika ditunda akan sangat berbahaya. Karena infeksi nya akan menyebar."
Bunga terkejut. Separah itukah kondisi ibunya. Saking syok nya Bunga tidak segera menjawab perkataan dokter itu.
"Lakukan yang terbaik dok!" Faldi mewakili Bunga.
"Baiklah. Kalian pergilah ke bagian administrasi untuk menyelesaikan prosedur operasi."
"Baik dok. " Faldi berdiri. Ia manarik tangan Bunga. Gadis itu masih bingung. Jika harus operasi pasti ibunya membutuhkan dana yang besar. Apakah tabungannya cukup?
"Kau kenapa?" Faldi mengagetkan Bunga.
"Bagaimana aku bisa mendapatkan biayanya.?" gumam Bunga antara sadar dan tidak.
Faldi mengusap bahu Bunga.
"Ada aku. Jangan khawatir."
Dan benar, sesuai perkataannya, Faldi melunasi biaya rumah sakit ibu Bunga.
Selama beberapa hari Bu Reta dirawat., Faldi selalu setia menemani Bunga menjaga ibunya. Lama kelamaan tumbuh perasaan di hati Bunga.
Hari ini adalah hari terakhir Bu Reta dirawat. Bunga sudah membulatkan tekadnya untuk memberitahu Faldi tentang perasaanya. Tapi sampai tengah hari bahkan sampai ia membawa ibunya pulang, Faldi tidak muncul di rumah sakit. Bunga mencoba menghubunginya namun ponsel Faldi off. Bunga merasa kehilangan. Ia bingung harus mencari Faldi kemana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Fatiyah rrgfyrterrtfretuyy
lnjut
2021-05-26
0
mrs.blue
faldi kecelakaan kah?
2021-02-14
0
Nova Yuliati
ternyata faldi telah dijodohkan dengan cewek lain...karna orangtuanya gak setuju dengan bunga.....
wkwkwkwkkwkwk
2020-11-26
0