Maisa menyipratkan cat warna putih menggunakan sikat gigi untuk membuat efek bintik cahaya. Ia meletakkan kuasnya, menghentikan rekaman dari kameranya. Sebuah lukisan sederhana panorama malam dihiasi kelip bintang. Ada tiga buah bintang jatuh. Siluet sebatang pohon berdiri kokoh, diterpa sinar bulan. Gadis itu memindahkan video ke laptop dan mulai mengeditnya.
Bi Tari mendekati gazebo di belakang rumah di mana Maisa masih asik dengan laptopnya. Di samping gazebo ada sebatang pohon mangga dan kolam ikan kesayangan Pak Chandra. Nampan yang dibawa berisi es lemon kesukaan Maisa dan beberapa cemilan.
"Bibi tidak mengerti lukisan sama sekali. Tapi lukisan ini bagus, Non."
Bi Tari meletakkan nampan di atas meja. Maisa tersenyum, matanya melirik ke arah lukisan yang baru dibuatnya.
"Terima kasih, Bi."
Hampir tiga jam Maisa berkutat di depan laptop, jemarinya menari lincah mengedit video yang barusan di rekamnya. Telunjuknya mengklik tombol enter, selesai merender, tinggal video diupload di channel Youtube dan Instagramnya dengan nama Aporia.
Suara deru mobil memasuki pekarangan. Maisa bergegas ke ruang tamu menyambutnya dengan senyum berkembang di wajahnya. Pak Chandra baru saja datang dari kantornya langsung berlalu setelah membalas salam darinya. Wajahnya datar seperti biasanya.
Maisa memandangnya dengan wajah sedih hingga siluetnya menghilang dari balik tangga. Diacuhkan memang menyakitkan. Dia kembali ke gazebo, videonya selesai di upload. Untuk mengusir rasa galau, pikirannya disibukkan membalas DM Instagram.
Pak Chandra memandang putrinya dari jendela lantai dua. Sulit rasanya membalas sambutan hangat darinya. Hatinya juga terasa sakit saat melihat putrinya bersedih. Namun ego masih menguasai pikirannya. Ada perasaan aneh menggelitik saat melihat putrinya tersenyum sembari mengetik sesuatu di laptopnya. Maisa menyadari keberadaan ayahnya, dia melambaikan tangannya. Pak Chandra langsung menutup tirai jendelanya.
...****...
Maisa berusaha menghindari Ken. Kio pasti tak suka jika temannya dekat dengannya. Ia memilih sembunyi di perpustakaan atau mendekam di ruang lukis sambil melanjutkan lukisan realistiknya yang belum selesai.
Gadis itu menoleh ke sana kemari memastikan Ken tidak ada. Ia pergi ke perpustakaan sendirian. Mia sudah melancong entah kemana padahal sebentar lagi jamnya masuk kuliah. Maisa bermaksud mengambil kartu anggota perpustakaan yang beberapa hari yang lalu dibuatnya.
Kebetulan pengunjung perpustakaan sedang sepi. Ketika Maisa hendak masuk, tangannya ditarik dengan kasar oleh seseorang. Ia kaget dan nyaris menonjok orang yang menariknya itu.
Ternyata orang itu adalah kakaknya. Wajahnya terlihat masam seperti sedang menahan marah. Dengan sedikit bingung, ia mengikuti kakaknya.
Kio menekan tubuh Maisa ke dinding untuk membuatnya tak berkutik. Napasnya naik turun menahan marah. Maisa hanya memandangnya dengan penuh tanda tanya. Apa ia ketahuan pernah bertemu dengan Ken? Sepertinya tidak menurut anggapannya.
“Aku kan sudah bilang. Jangan mendekati temanku,” kata Kio dengan amarah yang meledak-ledak.
Maisa hanya diam saja membuat Kio semakin marah. Ia menekan tangannya lebih keras hingga membuat Maisa tersengal-sengal. Tapi Kio tak mau ambil peduli. Hatinya diliputi dengan amarah.
Maisa mendorong tubuh Kio, menjauhkan darinya. Kio mengendurkan tekanan tangannya. Maisa berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, dan menelengkan kepalanya heran. Ia menyunggingkan seulas senyuman penuh arti.
“Kenapa Kak Kio marah begitu? Aku tidak mengambil temanmu. Lalu apa masalahnya? Apa semua yang kulakukan mengganggumu?” tanya Maisa tenang dan terdengar lembut di telinga.
Kio geram mendengarnya. “Heh, kau itu tidak punya hati mana tahu perasaan orang lain. Kau cuma mau merebut semuanya, kan? Seperti saat itu."
Nyut! Hatinya terasa nyeri saat Kio mengatakan hal yang menyakitkan. Tangannya mengepal erat. Ingin rasanya memukulnya. Ia mencoba menahan semua perasaannya, mempertahankan wajah datarnya. Ia tak boleh terlihat lemah dihadapan laki-laki itu.
“Cuma itu saja, kan?” ujar Maisa berusaha kalem.
Kio menghempaskan Maisa ke dinding dengan kasar. Tatapan matanya penuh dengan kebencian. Maisa balas menatapnya dingin. Kio meninggalkannya. Maisa terbatuk-batuk, Kio menekannya kelewat keras. Meski sebenarnya ia bisa melepaskan diri dengan mudah. Akan tetapi dirinya tidak mau menunjukkannya dan tidak ingin membuat masalah.
Maisa merapikan pakaiannya yang kusut. Setelah mengambil kartu perpustakaan, ia melangkah keluar, menyusuri koridor kampus. Selama menuju kelas, gadis itu memegang tangannya yang terasa nyeri.
“Dasar kakak. Menggencet orang tidak kira-kira,” gerutunya.
"Habis ini ada rencana kemana?" Mia menjajari langkah kaki Maisa. Keduanya keluar kelas. Mata kuliah hari ini cukup singkat.
Maisa memeluk beberapa buku di tangannya. "Rencana mau ke klub seni sebentar."
"Wah padahal tadi mau ajak jalan." Mia memanyunkan bibirnya.
Maisa tertawa kecil. "Sorry! Lain kali, ya"
Keduanya berpisah di persimpangan koridor. Mia bergabung dengan beberapa temannya. Ia melambaikan tangan padanya. Maisa balas melambaikan tangan.
Gadis itu melanjutkan ke tujuan semula. Dari arah depan dia melihat Ken dan Erik berjalan ke arahnya. Mata keduanya bertemu pandang. Dari arah samping koridor ada Kio yang tengah berjalan menghampiri mereka.
Agak sedikit panik. Matanya melirik ke depan dan ke samping. Otaknya bekerja dengan cepat, Maisa segera memutar badan berbalik arah. Namun ada kejadian yang tidak terduga.
Ken mempercepat langkahnya diikuti Erik yang terlihat kebingungan. Gadis di depannya terlihat panik. Seseorang lari terburu-buru tanpa melihat jalan, menabrak bahu Maisa. Gadis itu kehilangan keseimbangannya.
Maisa terkejut, menjatuhkan buku yang dibawanya. Tangannya serta merta menarik kerah baju Erik dan Ken yang sudah dihadapannya. Tidak ada adegan romantis dimana male lead menolong female lead jika ada masalah. Ketiga-tiganya ambruk mencium lembutnya lantai porselen.
Terdengar bunyi gedebug cukup keras. Punggung Ken dan Erik membentur lantai. Maisa jatuh diantara keduanya. Wajahnya nyaris membentur lantai jika Ken tidak menahannya. Beberapa orang yang lewat hanya tertawa melihat kejadian barusan.
"Woi! Kalau jalan lihat-lihat dulu dong." Erik mengumpat kesal pada orang yang menabrak mereka tadi. Tapi sepertinya orang itu sudah melarikan diri.
"Anjir lah," gerutunya kesal.
Maisa bergegas bangun memunguti bukunya yang berserakan dibantu Ken. Kio menghampiri dan membantu Erik berdiri. Ken menyerahkan buku pada Maisa. Gadis itu tersenyum mengucapkan terima kasih.
"Kamu tidak apa-apa, kan? tidak ada yang terluka, kan?" Ken memperhatikan gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala, menelisik kalau ada luka di tubuhnya. Ada apa dengannya, rasanya aneh tiba-tiba mengkhawatirkan seseorang. Gadis itu menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor.
Maisa menggelengkan kepalanya. Ia harus segera pergi dari sini. Ada seseorang yang menatapnya tajam sejak tadi, seolah menyuruhnya segera menyingkir. Ia melirik kakaknya yang membisu namun mengeluarkan aura tak menyenangkan. Maisa mengucapkan terima kasih sekali lagi dan bergegas membalikkan melarikan diri.
"Tunggu..." Ken mencoba menangkap pergelangan tangannya namun tak berhasil. Gadis itu dengan cepat menghilang di ujung koridor.
Erik terlihat heran pada sahabatnya yang satu ini. Sepertinya ia sangat tertarik dengan gadis barusan. Namun anehnya Kio terlihat tidak menyukainya. Ada apa dengan keduanya. Ia merasa tidak asing dengan gadis itu.
"Tunggu! Dia cewek yang waktu itu menendang botol, kan?" tanyanya pada Kio.
Kio membisu. Ken meliriknya, merasa kalau Kio membenci gadis itu. Apa hubungannya dengan gadis itu. Ada rasa kesal muncul di sudut hatinya. Di sisi lain, ia mendapat alasan lain tertarik untuk mendekati gadis itu. Ujung bibirnya naik membentuk senyuman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ranran Miura
kio nih ada masalah apa sih? jangan terlalu benci, lama-lama suka hlo wkwk
2022-06-19
0
Senajudifa
sampai sini dulu ya aumy besok lanjut lg bacax
2022-06-12
0
Bunda Abizzan
Sekuntum bunga untuk karya indahnya kak,,
Salam dari "Perjalanan Cinta Qonita"
2022-06-10
0