Ch.3 Sang Pelindung

Maisa duduk di depan meja belajar. Ia menulis sesuatu di sebuah diary kecil. Angin malam sepoi-sepoi berhembus sejuk masuk lewat jendela kamarnya yang terbuka mengusik tirai jendela. Maisa menutup diarinya lalu pergi ke balkon untuk menikmati sejuknya malam. Anak-anak rambutnya berderai diterpa angin.

Ada suara ketukan pintu. Maisa menoleh ke arah sumber suara. Kio berdiri di depan pintu dengan tangan bersilang di dada, wajahnya tidak menampakkan ekspresi apapun. Maisa menutup pintu balkon dan menghampirinya.

“Dipanggil Papa ke bawah!”

Kio mengucapkan dengan nada ogah-ogahan. Ia tak mau berlama-lama dan segera pergi ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Maisa, membanting pintunya cukup keras. Maisa berjengit kaget. Gadis itu menggelengkan kepalanya menanggapi sikap kakaknya. Ia memilih bergegas menemui ayahnya yang tengah bersantai di ruang keluarga. Menempatkan diri duduk di kursi sebelah ayahnya.

“Bagaimana kuliahmu hari ini? Papa harap kamu tidak membuat ulah," kata pak Chandra dengan nada dingin.

Maisa mencoba tersenyum manis. “Tenang saja, Pa. Maisa tidak membuat ulah lagi, kok."

“Papa hanya ingin kamu membuktikan janjimu saja!” Pak Chandra langsung memotongnya sebelum Maisa melanjutkan pembicaraan.

“Baiklah, Pa. Maisa akan berusaha,”

Keduanya terdiam. Suara televisi menggema. Pak Chandra melirik putrinya yang masih tersenyum manis memandanginya menyiratkan jelas ada maksud tersembunyi. Pak Chandra berdehem pelan mengambil buku di meja dan membacanya.

Maisa beringsut perlahan mendekati ayahnya. Mengintip buku yang di baca. Ayahnya masih menyibukkan diri dengan buku.

"Pa..."

"Hmm..."

"Bukunya seru, ya?"

Tak ada jawaban. Maisa memberanikan diri memegang lengan ayahnya. Pak Chandra beringsut menjauh. Tangan Maisa memegang angin.

"Pergi sana ke kamarmu," kata pak Chandra tanpa melihat wajah Maisa.

"Baik." Maisa menjawab dengan lunglai. Wajahnya sedikit cemberut. Kali ini masih tidak berhasil mendekati ayahnya.

Oke, kita coba lain kali.

Maisa bergegas pergi ke kamarnya. Ternyata Kio sudah menantinya di depan kamar. Maisa menghentikan langkahnya. Ia heran melihat kakaknya itu. Biasanya Kio hanya akan ke kamarnya jika ada hal yang penting saja. Selebihnya tidak pernah. Ia akan bertemu kakaknya di meja makan. Itu pun jarang menegur. Ayahnya juga begitu. Maisa menanyakan tujuannya dengan nada selembut mungkin. Kio menatapnya dengan tatapan sedingin gunung es.

“Aku cuma mau memberi tahu satu hal. Kalau nanti ketemu salah satu temanku, sebaiknya segera menjauh. Aku tidak mau kamu berteman dengan mereka.”

"Oh... Oke! Apa lagi?"

Seperti dugaan. Kio hanya akan mendekati dan juga memperingatinya jika ada masalah yang berkaitan tentang dirinya. Namun Maisa hanya tersenyum, mengangguk mengerti. Ia tidak ingin berdebat panjang lebar dengan Kio.

Gadis itu nyengir lebar, mendekatinya. Kio langsung waspada. Adiknya berniat memeluknya, namun berhasil menghindarinya. Terdengar suara adiknya yang terkekeh pelan. Kio mendorongnya menjauh.

"Sehat kan?" Kio memutar jadi telunjuk menunjuk kepalanya.

Maisa memanyunkan bibirnya. "Sehat dong."

Kio langsung kembali ke kamarnya seraya menggosok kedua lengannya. Kedua bahunya naik turun, agak merinding.

Senyum di wajah Maisa memudar. Dia kembali ke kamarnya dengan wajah kusut. Menutup pintu dengan pelan, menyandarkan punggungnya membelakangi pintu. Tangannya mengacak-acak rambutnya. Maisa tidak tau senyum palsu yang selalu diperlihatkan akan bertahan sampai kapan. Air matanya tiba-tiba mengalir.

Bunyi pesan masuk menyadarkan kembali alam sadarnya. Tangannya bergegas meraih ponsel di meja. Sebelah tangannya mengusap air mata. Chat group dari temannya sekampusnya dulu menanyakan kabarnya. Maisa tersenyum membalas chat mereka. Keseruan yang membuatnya rindu akan teman-temannya.

Jain: Hai sweetheart sedang apa di sana? Aku merindukanmu.

Kiki: Mulai lagi keluar kata-kata gombal. Dasar buaya.

Jain: Sorry, Beb. Jangan merajuk begitu. I Love you. Maksudnya kita semua kangen sama Maisa.

Evan: Sa, kacangin saja dua makhluk itu. Mesra-mesraan mulu.

Maisa: @evan hehehe, @jain aku juga kangen kalian semua.

Beberapa bulan sebelumnya.

Hentakan bola basket mengisi lapangan basket indoor di Kampus Y. Anak-anak tengah latihan basket. Maisa tengah sibuk mencatat hasil latih tanding sesekali memberikan masukan.

"Ka Jain, cepat balik ke posisi. Lanjut offence!" serunya pada pemuda berambut dicat warna teal yang baru saja melakukan passing pada rekannya.

Seseorang memeluknya dari belakang cukup keras hingga membuatnya maju beberapa langkah ke depan. Dia tau siapa pelakunya. Seorang gadis berambut hitam sebahu tersenyum lebar.

"C'mon, Ki. Suka sekali membuat orang kaget."

Maisa berdecak kesal, tangannya berkacak pinggang. Kiki, gadis di depannya hanya tertawa lebar. Tangannya jahil mencubit pinggang Maisa. Maisa menjauh beberapa langkah. Gadis itu terus menyerangnya. Mau tak mau Maisa ikutan tertawa.

Latih tanding basket berakhir beberapa menit kemudian. Jain bersama satu temannya menghampiri kedua gadis yang tengah bercengkerama. Ia mengambil alih botol minum di tangan Kiki dan menenggaknya hingga tandas.

Wajah Kiki bersemu merah. Maisa tersenyum simpul melihat kedekatan keduanya. Evan berdiri di hadapannya menyodorkan tangannya. Maisa menaikkan sebelah alisnya, melihat tangan dan wajah Evan.

Evan mendengus gregetan. Ia menyambar air mineral di sebelah Maisa. Maisa hanya tertawa kecil menanggapi kekesalan Evan.

"Gaes, ada yang perlu ku bicarakan nanti sama kalian," kata Maisa menyela.

Ketiga temannya menoleh ke arahnya. Beberapa hari terakhir, Maisa tampak memikirkan sesuatu, namun masih berat untuk mengutarakannya. Dia tak ingin membuat sahabatnya bersedih. Namun kali ini dia tidak bisa menundanya lebih lama.

Jain, Kiki dan Evan terkejut mendengar keputusan Maisa. Semuanya terasa mendadak.

“Kamu mau berhenti jadi manajer basket? Kenapa?” tanya Evan setelah membisu beberapa saat.

“Aku mau pindah ke Jakarta," ujar Maisa singkat.

Dari mereka bertiga, Jain lah yang paling sedih. Ia sudah menganggap Maisa seperti adiknya sendiri. Mereka sudah bersama sejak kecil berbagi suka duka. Jain lah yang paling memahami Maisa. Maisa gadis yang kuat sekaligus rapuh.

"Harus mendadak sekali ya? Kita sudah lama bersama. Atau kamu sudah tidak sayang kita lagi, Sa?" ujarnya pelan.

“Aku sayang sama kalian. Sayang sekali. Kalian sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Aku senang bisa pulang ke Jakarta tapi aku juga bersedih berpisah dengan kalian." Mata Maisa mulai berkaca-kaca.

Jain mengerti alasan sebenarnya Maisa pindah, meski gadis itu tidak mengatakannya. Jain menarik tangan Maisa dan memeluknya.

“Oke! Kami pasti merindukanmu. Sering-seringlah main ke Jogja.”

Maisa mengangguk dan tersenyum. Jain melepaskan pelukannya. Evan dan Kiki bergantian memeluk Maisa.

“Sering-sering main, ya!” kata mereka berdua.

Maisa hanya bisa mengangguk. Ia menangis terharu. Jain mengusap air mata yang menetes di pipi Maisa.

“Jangan menangis dong. Masa di sana nanti juga menangis. Banyak tantangan yang harus dihadapi, loh! Dan kamu tidak boleh menangis.”

Maisa tersenyum, menggengam erat tangan ketiga temannya. Bagi Maisa ketiganya seperti malaikat pelindungnya. “Terima kasih semuanya!”

Jemari Maisa sibuk membalas chat grup dari ketiga karibnya. Raut wajahnya yang sendu kembali cerah.

Maaf Jain, teman-teman. Maaf, aku tidak bisa menepati janji untuk tidak menangis.

Terpopuler

Comments

Ranran Miura

Ranran Miura

ih, pengen jitak tu pala bapaknya

2022-06-16

0

Nona_Sulung

Nona_Sulung

maisa di anak tirikan. ngilu hatikuu

2022-06-11

0

Eni pua

Eni pua

hai dah bawa bunga balik ya

2022-06-11

0

lihat semua
Episodes
1 Ch.1 Jakarta, Aku Kembali!
2 Ch.2 Kejadian Tak Terduga
3 Ch.3 Sang Pelindung
4 Ch. 4 Penasaran
5 Ch.5 Ancaman
6 Ch.6 Mengejarmu
7 Ch.7 Bersitegang
8 Ch.8 Cemburu Part 1
9 Ch. 9 Cemburu Part 2
10 Ch. 10 Masalah Baru
11 Ch. 11 Bersandarlah Padaku
12 Ch.12 Kenangan Buruk Part 1
13 Ch.13 Kenangan Buruk Part 2
14 Ch.14 Kenangan Buruk Part 3
15 Ch.15 Maafkan Aku!
16 Ch.16 Pelaku Sebenarnya
17 Ch.17 First Date
18 Ch.18 Jangan Sentuh Adikku!
19 Ch.19 I Miss You
20 Ch.20 Posesif
21 Ch.21 Dia Milikku!
22 Ch.22 Tamu Tak Terduga
23 Ch.23 Triple Date
24 Ch.24 Hari yang Buruk
25 Ch.25 Membuat Perhitungan
26 Ch.26 Membuat Perhitungan Part 2
27 Ch.27 Mia Patah Hati
28 Ch.28 Masih Ada Kesempatan
29 Ch.29 Jangan Terluka
30 Ch.30 Rival
31 Ch.31 Wawancara Lepas
32 Ch.32 Terciduk
33 Ch.33 Skandal
34 Ch.34 Menyamar
35 Ch.35 Pantai
36 Ch.36 Klarifikasi
37 Ch.37 Terpesona
38 Ch.38 Kucing-kucingan
39 Ch.39 Keluarga Ken
40 Ch.40 Melarikan Diri
41 Ch.41 Keceplosan
42 Ch.42 Keluarga Ken Part 2
43 Ch.43 Kunjungan Mia
44 Ch.44 Ditolak
45 Ch.45 Persiapan Ultah
46 Ch.46 Pertolongan Pertama
47 Ch.47 Shopping
48 Ch.48 Pesta Ulang Tahun
49 Ch.49 Berita Mengejutkan
50 Ch.50 Kenyataan Pahit
51 Ch.51 Bimbang
52 Ch.52 Jatuh Hati
53 Ch.53 Pameran Seni
54 Ch.54 Hujan
55 Ch.55 Pewaris
56 Ch.56 Minggat
57 Ch.57 Negosiasi
58 Ch.58 Kembalilah
59 Ch.59 Hati yang Membeku
60 Ch.60 Masa Lalu Maisa Part 1
61 Ch.61 Masa Lalu Maisa Part 2
62 Ch.62 Apa yang sudah kulakukan
63 Ch.63 First Kiss
64 Ch.64 Kolektor Lukisan
65 Ch.65 Impian
66 Ch.66 Sesukamu Saja
67 Ch.67 Mimpi Buruk
68 Ch.68 Undangan Makan Malam
69 Ch.69 Album Usang
70 Ch.70 Mencoba Peluang
71 Ch.71 Kawan Lama
72 Ch.72 Bertahan
73 Ch.73 Siapa Laki-Laki Itu?
74 Ch.74 Persiapan
75 Ch.75 Laki-laki Brengsek Itu
76 Ch.76 Akan Kubalas!
77 Ch. 77 Kembalilah
78 Ch. 78 Kejutan
79 Ch. 79 Kembali ke Jogja
80 Ch.80 Selamat Jalan
81 Ch.81 Perubahan Jadwal
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Ch.1 Jakarta, Aku Kembali!
2
Ch.2 Kejadian Tak Terduga
3
Ch.3 Sang Pelindung
4
Ch. 4 Penasaran
5
Ch.5 Ancaman
6
Ch.6 Mengejarmu
7
Ch.7 Bersitegang
8
Ch.8 Cemburu Part 1
9
Ch. 9 Cemburu Part 2
10
Ch. 10 Masalah Baru
11
Ch. 11 Bersandarlah Padaku
12
Ch.12 Kenangan Buruk Part 1
13
Ch.13 Kenangan Buruk Part 2
14
Ch.14 Kenangan Buruk Part 3
15
Ch.15 Maafkan Aku!
16
Ch.16 Pelaku Sebenarnya
17
Ch.17 First Date
18
Ch.18 Jangan Sentuh Adikku!
19
Ch.19 I Miss You
20
Ch.20 Posesif
21
Ch.21 Dia Milikku!
22
Ch.22 Tamu Tak Terduga
23
Ch.23 Triple Date
24
Ch.24 Hari yang Buruk
25
Ch.25 Membuat Perhitungan
26
Ch.26 Membuat Perhitungan Part 2
27
Ch.27 Mia Patah Hati
28
Ch.28 Masih Ada Kesempatan
29
Ch.29 Jangan Terluka
30
Ch.30 Rival
31
Ch.31 Wawancara Lepas
32
Ch.32 Terciduk
33
Ch.33 Skandal
34
Ch.34 Menyamar
35
Ch.35 Pantai
36
Ch.36 Klarifikasi
37
Ch.37 Terpesona
38
Ch.38 Kucing-kucingan
39
Ch.39 Keluarga Ken
40
Ch.40 Melarikan Diri
41
Ch.41 Keceplosan
42
Ch.42 Keluarga Ken Part 2
43
Ch.43 Kunjungan Mia
44
Ch.44 Ditolak
45
Ch.45 Persiapan Ultah
46
Ch.46 Pertolongan Pertama
47
Ch.47 Shopping
48
Ch.48 Pesta Ulang Tahun
49
Ch.49 Berita Mengejutkan
50
Ch.50 Kenyataan Pahit
51
Ch.51 Bimbang
52
Ch.52 Jatuh Hati
53
Ch.53 Pameran Seni
54
Ch.54 Hujan
55
Ch.55 Pewaris
56
Ch.56 Minggat
57
Ch.57 Negosiasi
58
Ch.58 Kembalilah
59
Ch.59 Hati yang Membeku
60
Ch.60 Masa Lalu Maisa Part 1
61
Ch.61 Masa Lalu Maisa Part 2
62
Ch.62 Apa yang sudah kulakukan
63
Ch.63 First Kiss
64
Ch.64 Kolektor Lukisan
65
Ch.65 Impian
66
Ch.66 Sesukamu Saja
67
Ch.67 Mimpi Buruk
68
Ch.68 Undangan Makan Malam
69
Ch.69 Album Usang
70
Ch.70 Mencoba Peluang
71
Ch.71 Kawan Lama
72
Ch.72 Bertahan
73
Ch.73 Siapa Laki-Laki Itu?
74
Ch.74 Persiapan
75
Ch.75 Laki-laki Brengsek Itu
76
Ch.76 Akan Kubalas!
77
Ch. 77 Kembalilah
78
Ch. 78 Kejutan
79
Ch. 79 Kembali ke Jogja
80
Ch.80 Selamat Jalan
81
Ch.81 Perubahan Jadwal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!