Suara teriakan memenuhi lapangan outdoor. Hentakan bola basket diiringi langkah kaki yang dipaksa untuk berlari. Peluh mengucur membasahi kaos yang dipakai. Banyak yang berkerumun riuh di pinggir lapangan sekedar menyemangati sang bintang idola. Mata yang berbinar penuh semangat memandang jalannya pertandingan.
Maisa duduk bersandar di samping jendela lantai dua. Matanya lekat menatap ke arah mereka yang asik bermain di tengah teriknya matahari. Tangannya bertopang dagu, jari telunjuk mengetuk-ngetuk pipinya. Di depannya sebuah kanvas kosong dan palet penuh warna. Ia menyipitkan mata silau, mencoba mencari inspirasi di tengah kerumunan itu.
Ken melompat memasukkan bola ke ring lawan. Sebuah dunk yang menakjubkan. Maisa terpana sesaat. Teriakan kemenangan mengiringi akhir pertandingan. Ia tersenyum, mulai menorehkan kuas ke kanvas kosong sesekali matanya mencuri pandang ke arah lapangan.
Maisa ikut klub melukis. Sejak dulu ia suka melukis. Anggotanya hanya dua belas orang termasuk dirinya. Di ruangan itu, ia ditemani tiga anggota klub yang juga asik melukis. Satu laki-laki berkacamata dan dua orang perempuan.
"Asik melihat mereka main basket, ya? Soalnya ganteng-ganteng sih. Tapi jangan sampai tertarik, ya. Susah, banyak penggemarnya," ujar Mbak Maya, senior di kampus semester kelima.
Ia terkekeh pelan diiringi tawa kedua temannya.
Maisa tertawa kecil. Tangannya masih menyapukan kuasnya ke kanvas. Harus diakuinya, pemain basket semuanya memiliki tampang di atas rata-rata.
"Tidak kok, Mbak."
Erik melemparkan handuk kecil ke arah Ken. Ia menangkapnya langsung mengelap keringat yang mengucur di lehernya. Napasnya sedikit terengah-engah. Ia meneguk sebotol minuman sampai tandas. Erik dan Kio melakukan hal serupa. Matanya menatap bosan kerumunan gadis yang ingin mendekat. Bukannya sombong, ia hanya ingin ada ruang privasi.
Ekor matanya menangkap seorang gadis di lantai dua tengah bertopang dagu. Matanya tertuju ke lapangan basket. Keduanya bertatap muka sesaat. Wajahnya tidak asing. Ia gadis beberapa waktu lalu yang dilihatnya di lantai dua.
Ken tersenyum ke arahnya. Gadis itu terkejut, tangannya terlepas saat menopang dagu. Ia bersembunyi, menghilang dari balik jendela. Ken terkekeh geli. Lucu melihatnya salah tingkah.
Kedua sohibnya memandangnya heran. Erik dan Kio mengalihkan pandangan ke arah yang dilihat Ken barusan. Tidak ada siapa pun. Erik menanyakannya siapa gerangan yang dilihatnya, Ken tidak mengatakan apapun hanya tertawa kecil.
Kio mengerutkan keningnya. Matanya masih menatap nanar ke arah jendela. Sekelebat bayangan tak asing di matanya. Wajahnya berubah masam. Melihatnya, keisengan Erik kambuh lagi.
“Lagi mikirin apa? Cewek yang menendang botol waktu itu, ya? Kok sampai segitunya. Wajahmu sudah seperti benang kusut,” Erik menggodanya.
Menyenangkan melihat temannya emosi saat menyinggung kejadian kala itu. Kio mengumpat kesal. Wajahnya berubah merah padam. Erik makin tambah berani menggodanya. Ken hanya tertawa melihatnya.
“Sialan!” umpatnya sebal.
“Aku ke toilet dulu, deh. Kalian duluan saja ke kelas. Nanti aku menyusul,” kata Ken kemudian.
Ken pergi meninggalkan teman-temannya. Setelah dari toilet, Ia mampir ke kantin sekedar membeli es cappucino. Sebentar lagi jam kuliahnya dimulai. Pak Bayu seorang dosen killer, tidak akan mentolerir siapapun yang terlambat.
Ken bergegas menyusuri koridor. Terdengar dering ponsel di saku celananya. Kio menelpon memintanya bergegas. Di pertigaan, ia tidak sengaja menabrak seorang gadis yang dilihatnya di jendela. Es yang dibawanya tumpah mengotori bajunya. Buku dan tas lukis di tangan gadis itu jatuh berhamburan.
Maisa melongo dengan kejadian barusan. Setelah menyadari apa yang terjadi, ia melotot ke arah laki-laki yang menabraknya itu. Ken membantu memunguti beberapa buku. Matanya memandang gadis di hadapannya khawatir. Merasa bersalah, takut gadis itu marah. Maisa diam saja, tangannya terus memunguti bawaannya. Ada noda kecoklatan di bajunya bekas tumpahan cappucino.
"Maaf. Aku tidak sengaja tadi."
Ken menggaruk rambutnya yang tidak gatal, mengusir rasa grogi. Biasanya para gadis yang grogi di hadapannya, kini dirinya malah ikut ketularan.
Maisa hanya tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, kok. Terima kasih sudah mau membantu."
Maisa melirik jam tangannya, sebentar lagi waktunya masuk kelas. Ia beranjak pergi namun langkahnya tertahan. Ken menggenggam tangannya. Gadis itu memandangnya heran.
"Hm... Sebentar bajumu kotor, tuh!”
Maisa memandangi noda di bajunya. Ia menghela napas panjang lalu menarik ujung jaket laki-laki di depannya itu.
“Kalau begitu pinjamkan aku jaketmu, Kak. Besok kukembalikan di sini.”
Ken melepas jaketnya, memberikannya pada Maisa. Gadis itu menerimanya, langsung melesat pergi setelah mengucapkan terima kasih. Ken melongo, ia melupakan satu hal. Lupa menanyakan namanya. Ia melirik jam tangannya.
Sial! Aku telat masuk kuliah.
Keesokan harinya, Maisa mengendap-endap ke koridor tempat ia dan Ken bertabrakan. Kepalanya menengok ke kiri ke kanan. Hanya beberapa mahasiswa yang lewat. Tangannya memeluk jaket yang dipinjamnya secara paksa dari Ken. Jaket itu sudah dibungkus rapi. Maisa bersandar di samping jendela. Ia menggoyangkan kaki kanannya menendang angin. Cukup lama menunggu, Ken belum juga muncul. Mungkin laki-laki itu sudah lupa. Ketika hendak beranjak dari situ, seseorang memanggilnya.
Ken mengumpat dalam hati, pemotretannya memakan waktu cukup lama. Setelah selesai ia bergegas ke tempat itu meninggalkan kedua temannya yang hanya menatapnya heran. Untuk pertama kalinya Ken berharap gadis itu masih belum pergi. Normalnya ia mengabaikan semua gadis yang mendekatinya. Tapi gadis itu berbeda, dari matanya Ken tahu gadis itu tidak tertarik padanya. Ia tersenyum ramah, memandang layaknya seperti seorang teman.
Ken menghembuskan napas lega. Gadis itu masih berdiri di sana. Wajahnya terlihat bosan. Gadis itu hendak beranjak pergi. Ken langsung memanggilnya.
"Tunggu dulu," serunya.
Maisa menghentikan langkahnya dan tersenyum. Ia menatap Ken. Mata cowok itu dingin, namun ramah. Wajahnya sangat tampan, penampilannya juga menarik. Wajarlah, ia seorang model Maisa membatin. Ia segera mengenyahkan pikiran konyolnya.
“Ini jaketnya, Kak! Terima kasih banyak mau meminjamkan jaket mu. Ya meski sedikit memaksa, sih.”
Maisa menyerahkan jaket milik Ken. Laki-laki itu menerimanya tanpa mengatakan apa-apa. Hanya mengangguk singkat. Maisa langsung berbalik hendak pergi.
Ken terkejut, gadis itu hendak pergi begitu saja darinya. Ia merasa tidak terima. Ken menangkap tangan gadis itu. Maisa membalikkan badannya, memandangnya heran.
Ken mendekatkan wajahnya ke gadis itu hingga jaraknya hingga beberapa senti saja. Jantung Maisa berdegup kencang. Wajahnya merah padam. Mau apa laki-laki itu mendekatinya. Ia teman Kio, Maisa harus menghindarinya.
Maisa mendorong Ken agar sedikit menjauh. Ken menatapnya heran. Gadis itu menolak pesonanya.
"Namamu siapa? Aku Ken Arkadia." Ken menyodorkan tangannya.
Tanpa memperkenalkan diri, Maisa juga sudah tahu namanya. Mia selalu bercerita tentangnya dan kedua temannya, terutama Kio. Dasar penggemar fanatik. Maisa ragu-ragu menjabat tangannya. Ia takut keputusannya salah.
Belum sempat menyebut namanya, Maisa melihat Erik dan Kio berjalan ke arah mereka. Ken membelakanginya, tak tahu kedua temannya mendekatinya. Maisa buru-buru melepaskan tangannya, berlari meninggalkannya. Ken hanya bengong. Gadis itu menghilang di tikungan koridor.
Kio hanya mengerutkan kening. Ia tau siapa gadis itu. Siapa lagi kalau bukan Maisa. Tangannya mengepal erat. Hatinya kesal, Maisa selalu mengganggu hidupnya.
“Siapa tadi, Ken?” tanya Erik ingin tahu.
“Bukan siapa-siapa, kok!” jawab Ken singkat dan tersenyum tipis.
Ken merasa heran dengan sikap Maisa. Entah perasaan apa, membuat Ken ingin tau soal gadis itu. Dari segi fisik, tidak ada yang menarik darinya. Dia tidak cantik, tidak seksi, bisa dikatakan tidak masuk semua kriteria tipe cewek yang disukai Ken. Namun dari sinar mata gadis itu begitu menyimpan misteri.
Sejak awal bertemu, Ken sudah merasa Maisa berbeda dengan gadis yang lainnya. Ia tidak memperlakukannya secara khusus seperti cewek lainnya yang mengaguminya dan seolah-olah tak peduli dengan kepopulerannya sebagai model juga tak pernah menganggapnya bintang idola setiap kali bertemu.
Semenjak itu Maisa selalu menghindar ketika bertemu dengan Ken. Baik itu tidak sengaja bertemu ataupun memang Ken sendiri yang berusaha mendekatinya. Setiap kali bertemu, gadis itu selalu kabur.
Banyak pertanyaan dalam benak Ken. Mungkinkah ia benci artis? Ataukah gadis itu membencinya? Atau ada sebab lain yang menyebabkannya tidak bisa berdekatan dengannya? Ken harus menemukan jawabannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Misteri Cinta ya? ...🤭
2022-09-03
0
Ranran Miura
semakin penasaran, semakin dikejar 🤭
2022-06-16
0
Ranran Miura
ish, kio nih kenapa sih
2022-06-16
0