“Hari ini kamu mulai kuliah di sini. Aku harap kamu tidak membuat masalah atau kamu mau kembali ke rumah nenek. Apa kamu mengerti?”
"Baik, Pa."
Maisa mendengar penjelasan ayahnya. Kepalanya menunduk seraya menggigit bibir bawahnya. Alisnya mengkerut, meremas tangannya menahan perasaan. Maisa berharap ayahnya mau sedikit ramah, menerimanya kembali. Bercanda dan tertawa seperti dulu.
Kio melewati ruang keluarga dengan pakaian rapi, mengenakan jeans biru dan kaos berkerah lengan pendek serta tas ransel menggantung di bahu kirinya. Ia menatap Maisa sejenak, namun tak menyapanya.
Maisa berangkat dengan wajah lesu. Harusnya ini awal yang menggembirakan, mengingat dia satu universitas dengan Kio.
“Pa, aku berangkat dulu ya!”
Pak Chandra mendongak ke arah putranya dan tersenyum. “Oh iya. Hati-hati di jalan, ya. Jangan ngebut.”
Kio melambaikan tangannya sebagai isyarat tidak perlu khawatir. Maisa memandangi siluet Kio yang menghilang di balik pintu. Senyum hangat yang ditujukan pada Kio lenyap tak berbekas. Wajah pak Chandra berubah dingin. Maisa bergegas berpamitan dengan ayahnya, mempercepat langkahnya menghampiri Kio yang bersiap pergi dengan motornya.
"Boleh aku ikut, Kak?" ujarnya sambil tersenyum manis.
Kio menggerakkan matanya bosan. Ia mengibaskan tangannya menyuruh minggir. Maisa meminggirkan tubuhnya. Motorsport itu melaju meninggalkan Maisa sendirian. Ia sedikit kesal dengan kakaknya itu. Wajahnya terlihat cemberut.
Harusnya ini awal yang menggembirakan, mengingat satu universitas dengan Kio. Padahal ia ingin dekat dengan kakaknya. Kio sepertinya selalu menjaga jarak darinya. Dengan langkah gontai, Maisa mencari angkot ke arah tempat kuliahnya.
Maisa memasuki halaman kampus yang luas dan asri. Banyak mahasiswa berseliweran di mana-mana. Ada yang bersantai di bawah pohon, atau sekedar duduk-duduk di bangku taman atau mengobrol sambil berdiri. Kesan pertamanya, kampus ini cukup menyenangkan. Ia mencari ruang kuliahnya sambil melihat pamflet yang diambilnya dari ruang informasi.
Langkahnya terhenti, sebuah botol kosong tergeletak di depannya. Ia menengok ke kiri ke kanan mencari tempat sampah. Beruntung ada satu tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tangannya yang ramping mengambil botol itu. Matanya memicing ke arah bak sampah. Ia terkekeh, lalu menendang botolnya. Botol itu melayang ke arah bak sampah. Malang menimpa, botol itu justru menimpuk kepala seseorang yang lewat.
“Aduh! Siapa sih kurang kerjaan menendang botol segala,” seru seseorang dengan kesal.
“Hei, benjol tidak tuh?” gurau temannya tertawa. Rambut cepaknya terlihat menyala di cat coklat itu malah senang melihatnya kesakitan.
Pemuda itu menggerutu seraya mengusap-usap kepalanya yang nyut-nyutan. Tangan sebelah kirinya memasukkan botol ke bak sampah.
Mulut Maisa membentuk huruf O. Ia segera menghampiri orang tersebut. Maisa melotot kaget, orang itu ternyata Kio. Wajah Maisa langsung berubah kecut. Tak disangka malah membuat keributan di hari pertama kuliah. Sungguh sial hari ini.
“Maaf, Kak. Aku tidak sengaja,” kata Maisa seraya menggaruk rambutnya yang dipotong pendek. Sebelah tangannya membentuk isyarat permintaan maaf. Wajahnya menawan tawa melihat raut wajah Kio.
Ekspresi tidak bersalah yang ditunjukkan membuat Kio sebal. Matanya melotot ke arah adiknya yang tengah menahan senyumnya. Rasanya ingin menimpuk balik kepalanya menggunakan botol barusan.
“Sehari saja tidak bikin orang kesal kenapa sih?” bentak Kio kesal.
“Siapa, nih?” tanya Erik, temannya yang barusan membanyol.
Kio tak menjawab pertanyaan temannya itu. Ingin segera mengajaknya pergi dari situ. Ia tak suka jika melihat temannya respek terhadap Maisa. Meski ia sendiri mengakui jika adiknya itu memang menarik perhatian. Wajahnya manis, tak bosan untuk dipandang.
“Untuk apa kau masih disini? Pergi sana!” ujar Kio pada Maisa lagi dengan nada mengusir.
"Iya... Iya. Dasar bawel!"
"Apa?"
Kio terlihat lebih kesal dari sebelumnya. Maisa segera pergi dengan wajah masam. Bibirnya tak hentinya mencibir Kio. Nadanya terlihat kesal.
Erik melihat Maisa menjauh dengan kening berkerut. Tak seperti biasanya sobatnya satu ini galak sama perempuan. Dan sepertinya mereka berdua saling kenal. Ia menegur meminta alasan bersikap seperti itu, Kio malah mengangkat bahu tak peduli. Sepertinya ia benar-benar kesal pada gadis itu.
Tak lama berselang, seorang pemuda datang tergesa-gesa menghampiri keduanya yang bersantai di bangku taman. Gaya rambutnya bowl cut, mengenakan jaket dan celana jeans. Napasnya terengah-engah, seperti habis lari maraton sepuluh kilo. Rahangnya yang kokoh, peluh membasahi pelipisnya menambah kesan seksi.
“Sorry, telat. Sepertinya nanti aku tidak lama di kampus. Bakal ada pemotretan lagi sampai malam,” ujarnya sambil mengatur napasnya. Tangannya beradu tinju dengan kedua temannya.
Kio diam saja, tak menyahut. Temannya yang baru saja datang bernama Ken memandangnya heran. Biasanya anak itu langsung koar-koar kalau sudah kumpul bareng. Ia beralih menatap Erik. Erik merangkul bahunya, menggerakkan dagunya ke arah Kio.
“Dari tadi anak ini ogah-ogahan terus. Habis kesambet setan, tadi ada cewek yang mengganggunya. Mungkin naksir kali pada pandangan pertama,” kata Erik tersenyum simpul, senang menggoda temannya yang pundung.
“What’s? Apa?” Kio melotot menjitak kepala Erik.
Ken tertawa kecil melihat tingkah polah kekanak-kanakan keduanya. "Memang ada yang naksir dia"
"Sialan kalian!"
Siapa gerangan gadis yang membuat Kio jadi uring-uringan. Ken menjadi sedikit tertarik mendengarnya. Tanpa ba bi bu lagi, Erik langsung menceritakan kejadian yang barusan sesekali tertawa mengejek. Kio mengumpat kesal, temannya satu ini memang bermulut besar.
Bisik-bisik suara perempuan yang lewat mengagumi tiga pahatan Tuhan mengusik indra pendengaran mereka. Ketiganya merupakan idola kampus sekaligus model majalah fashion dan juga selebgram dengan follower jutaan. Banyak mahasiswi ingin mendekati ketiganya, namun sepertinya belum ada yang membuat mereka hati bergeming.
Dari lantai dua, Maisa melihat apa yang terjadi. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat kerumunan anak-anak perempuan yang berusaha mendekati idola mereka. Kio dan ketiga temannya beranjak pergi, terganggu dengan kerumunan itu.
Ia bingung apa yang membuat mereka sampai terpesona seperti itu. Oke. Tampan, memang. Maisa mengakuinya. Sikap yang dingin, fashion OOTD selalu kece dan sedikit angkuh malah menambah pesona di mata para penggemar. Tidak sengaja matanya bertemu pandang dengan Ken, keduanya bertatapan cukup lama.
“Keren kan mereka?" kata seorang gadis berdiri di sampingnya membuatnya terkejut.
Maisa menoleh ke arahnya. Gadis itu memandang mereka dengan tatapan kagum. Sepertinya dia juga penggemar berat mereka. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke Maisa. Ia mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.
“Mia. Mia Anggraini. Aku suka sama Kio, soalnya dia ganteng banget,” Mia langsung mengatakannya to the point.
Maisa menerima uluran tangannya. Mendengar gadis itu penggemar Kio, bibirnya menampilkan senyum tertahan. Agak lucu Kio memiliki penggemar menurutnya. Tapi mengingat tampang kakaknya di atas rata-rata, tidak memungkiri jika ia populer dikalangan kaum hawa.
“Oh... Fans Kio, ya! Aku Maisa.”
Mia memperhatikan Maisa dari ujung kaki hingga kepala. Ia merasa gadis yang di depannya terasa asing. Sepertinya usia mereka tidak terpaut jauh. Setidaknya Mia hampir mengenali mahasiswa yang kuliah di jurusan ini.
“Aku baru pindah kesini dari Universitas Y di Jogja,” kata Maisa menambahkan sambil nyengir menyadari gadis yang di depannya ingin bertanya tentang dirinya lagi.
"Wah, jauh lho. Kok bisa pindah kesini?"
"Ya karena di kampusku dulu kadang suka berantem. Maybe."
“Ck...ck...ck... Hebat juga ya, Sa!”
“Masa berantem dibilang hebat?”
“Ya, bagus dong. Berarti laki-laki brengsek tidak ada yang berani dekati kamu."
Keduanya tertawa merasa topik pembicaraan sedikit lucu. Mia tipe teman yang langsung akrab dengan siapa pun. Gadis itu berbicara tanpa basa-basi, tipe perempuan yang langsung bicara tepat sasaran.
Ia bercerita mengenai betapa menawan dan mempesonanya Kio. Menjabarkannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sikap Kio yang kalem mampu melelehkan hatinya. Maisa menutupi mulutnya dengan punggung tangannya menahan tawa. Kio yang dia tahu tidak pernah bersikap seperti itu.
"Diantara mereka bertiga ada yang kamu suka, tidak?"
"Hm.... Tak ada. Aku sudah punya beberapa pangeran yang siap melindungiku, kok," Maisa berkelakar. Yang dia katakan tidak sepenuhnya salah. Mereka selalu menanti Maisa kembali ke sana setelah urusannya di Jakarta selesai.
Maisa kembali memandang ke bawah. Kali kedua matanya bertemu pandang dengan Ken. Mia menyadari tatapan Ken ditujukan pada gadis di sebelahnya. Ia menyenggol bahunya.
"Sepertinya Ken dari tadi memperhatikan kamu, deh."
Maisa tertawa kecil, mengibaskan tangan kanannya. "Perasaanmu saja kali. Mana mungkin dia memperhatikanku."
Glek! Laki-laki itu ternyata masih memandangnya. Maisa membalikkan badannya ke arah koridor kampus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
auliasiamatir
calon kk ipar.. kkkk moga kompak ya Mia maisa
2022-09-04
0
Nona_Sulung
aku mampir lagi kakak..
sekebon mawar untukmu 😁
2022-06-11
0
Sebutir Debu
Ada apa dengan Maisa
2022-06-06
0