"Anak gadis jam segini baru keluar kamar, belum mandi juga cantik-cantik jorok ih," nyinyir Bunda sambil menggeleng-geleng kan kepalanya.
"Tidak ada kegiatan apapun Bun, sayang sabun dan shampo nya cepat habis kalau keseringan mandi, kan harus hemat air juga." jawab ku sambil terkekeh, lalu meninggalkan Bunda menuju meja makan.
Ku letakan tubuh ku untuk duduk di atas kursi, ku ambil roti dan selai kacang dengan malas karena ku rasa kantuk ku belum juga hilang. Dengan mata masih menahan kantuk, rambut acak-acakan dan terus menguap. Ku masukan roti dengan selai kacang kedalam mulut. Ku kunyah perlahan, hingga beberapa kali suara ketukan pintu terdengar tak juga ku hiraukan. Rasa ngantuk terus menyerang, ku baringkan kepala ku di atas meja makan, dengan lengan sebagai penopang.
"Al..."
"Hmmm.."
"Al.. ada tamu."
"Yaa.."
"Ini Davin ingin mengajak mu pergi," tutur Bunda memberitahu nama tamu yang datang.
Ku balikan wajahku menatap kearah sumber suara, terlihat seorang laki-laki berbadan tinggi mengenakan kaos hitam berlengan pendek dan jeans panjang, berdada bidang, berparas tampan dengan sorot mata yang tajam. Segera ku paling kan wajah ku, mengingat belum mandi dan betapa acak-acakan nya aku, ku berlari menaiki tangga untuk menuju kamar dan segera mandi. Aku mulai mengatur nafasku, tak ku sangka dia akan menemui ku secepat ini. "Tampan" satu kata yang keluar begitu saja dari dalam mulutku.
Setelah selesai mandi, masih mengenakan handuk berwarna putih yang di lingkarkan sebatas dada. Ku pilih baju yang ada di dalam lemari, ku acak-acak baju di dalamnya hingga berserakan dan pilihanku tertuju pada dress berwarna navy sebatas lutut dengan aksen renda di bagian dada, sepatu putih dan tas selempang kecil berwarna senada. Ku duduk di depan cermin, merias wajahku tipis-tipis karena aku bukan seorang wanita yang suka memakai make up tebal. Dengan make up natural tak mengurangi tingkat kecantikan ku, dengan manik mata coklat bulat, hidung mancung, berkulit putih meski tak terlalu tinggi. Rambut panjang ku biarkan tergerai, segera ku turuni anak tangga untuk menemui lelaki yang sedang menungguku di ruang tamu.
"Maaf, lama ya nunggunya," sapa ku dengan mengukir senyum secantik mungkin.
"Tak apa, yuk kita langsung jalan aja." Davin beranjak dari duduknya berlalu meninggalkan ku menuju ke mobilnya.
Aku seperti anak ayam yang sedang mengikuti induknya. Dia memasuki mobilnya, sedangkan aku hanya diam mematung di luar pintu mobil karena belum di persilahkan masuk. Kaca mobil turun secara perlahan.
"Kamu akan berdiam diri diluar? Buka pintunya, apa perlu aku buka kan? Sepertinya tidak perlu karena kamu bukan seorang putri." Teriaknya dari dalam mobil.
"Deg.." aku terkaget, mendengarkan ucapan yang keluar dari mulutnya. Begitukah cara dia memperlakukan seorang wanita, ku tatap wajahnya sekilas dingin dan tanpa ekspresi, tidak ada sedikitpun raut penyesalan yang tersirat dari wajahnya. Segera ku tepis segala pemikiran buruk ku tentangnya, ku buka pintu mobil dan segera masuk dan duduk di kursi penumpang bagian depan.
Untuk pertama kalinya jalan dengan sosok laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suamiku. Penuh keheningan tidak ada satu patah katapun keluar dari mulutnya, sudah hampir satu jam berkeliling tanpa tau tempat mana yang akan di tuju. Berdua di mobil yang sama tapi terasa seperti sendiri, sesekali ku melirik ke arah samping kemudi, begitu fokus dia menatap jalanan.
"Kak, kenapa kita hanya berputar-putar, sepertinya sudah tiga kali kita melewati jalan ini?" tanyaku, memulai pembicaraan untuk memecah keheningan.
"Ya " hanya kata itu yang ku dengar keluar dari mulutnya.
"Kita akan pergi kemana kak?"
"Terserah." Yang ku tangkap dari kata ini mungkin dia menyuruhku untuk menentukan tempat yang akan di tuju.
"Bagaimana kalau kita main ke Puncak Caringin Tilu kak, kita makan sambil melihat indahnya Kota Bandung dari atas sana." Sahutku penuh antusias, aku sangat sering bermain kesana dengan orin sahabat ku, melihat Kota Bandung di siang hari dan melihat indahnya kerlip lampu seperti bintang di malam hari.
Tanpa menjawab dia melajukan mobilnya lurus dari arah Jembatan Pasupati ke arah jalan PH.H Mustofa dan belok ke arah jalan Padasuka menaiki tanjakan-tanjakan yang cukup curam tapi terbayarkan dengan pemandangan yang sangat indah di atas sana, mobil pun sudah di parkirkan. Segera ku bergegas untuk keluar dari dalam mobil sebelum lelaki tanpa ekspresi itu meneriaki ku kembali.
***
Pemandangan Kota Bandung yang indah dari atas sini, ku duduk bersebrangan dengan Kak Davin, kecanggungan pun semakin terasa. Dengan wajah datarnya selalu saja diam tak mengatakan satu patah kata pun, apakah memang sikapnya yang sedingin es balok atau ada sisi lain dari kak davin yang belum aku ketahui. Mungkin aku belum mengenalnya atau karena pertemuan pertama kita yang membuatnya tidak mau bicara. Berbagai macam pertanyaan terus bermunculan di kepalaku.
"Kak mau pesan apa?"
"Hot lemon tea."
"Ya," jawabku singkat, sebenernya aku mau makan nasi cikur berhubung Kak Davin hanya memesan minum. Rasanya sungkan jika aku memesan makanan lainnya.
Pesanan pun datang, ku sesap bandrek secara perlahan. Enak dan menghangatkan apalagi di cuaca seperti ini. Tidak ada obrolan di antara kita, dia sibuk dengan ponselnya dan tersenyum-senyum sendiri, mungkin ada sesuatu yang lucu yang sedang dia lihat pikirku. Bandrek yang ku pesan belum habis dan hot lemon tea yang dia pesan belum diminum sedikitpun. Dengan tiba-tiba dia mengajak ku untuk pulang.
Mobil berjalan keluar meninggalkan cafe yang kita datangi. Berangkat dan pulang pun dipenuhi dengan keheningan, jika aku tidak bertanya, sepertinya Kak Davin tidak akan memiliki pertanyaan untuk ku. Pernikahan macam apa yang akan kita jalani jika sepasang suami, istri tidak bicara. Tak terasa mobil pun sudah memasuki pekarangan rumah, Kak Davin pamit untuk langsung undur diri.
"Al.. gimana hari pertama jalan-jalannya?" tanya Bunda penasaran.
"Sangat berkesan." ucapku bohong, agar tidak lebih banyak lagi pertanyaan yang di lontarkan oleh Bunda. "berkesan apanya, mungkin seumur hidup baru dia manusia yang berbicara jika hanya di tanya," batinku.
"Ya sudah sepertinya kamu lelah, sana istirahat."
"Ya bun." berlalu meninggalkan bunda.
Tempat paling nyaman, aku merebahkan tubuhku untuk melepas lelah. Ya lelah di hati, karena hari ini harus menghadapi laki-laki dingin dan tanpa ekspresi. Mungkin jika menikah nanti tidak hanya hari ini aku menghadapinya mungkin seumur hidup. Bisa jadi karena kita baru bertemu maka nya dia bersikap sedingin itu, semoga saja begitu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Rina Shinta Zg
aiihhj Caringin tilu,,,, Padasuka haduh Thor rumahku Padasuka,,, mampir Thor ke rumah,,,
Caringin tilu sekarang sangat indah
2021-05-23
0
Yulfah
aq tau y puncrut dan kuburan cina di cikadut hehe
2021-03-22
0
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-09
0