Jika ada lomba kaum rebahan terbaik sepertinya aku yang akan masuk menjadi salah satu nominasinya. Aku memang jarang keluar rumah kecuali memang ada hal penting yang mengharuskan aku untuk keluar, aku lebih senang berdiam diri di kamar. Membaca buku ilmu pengetahuan, membaca novel dan juga rebahan sambil berkhayal salah satunya. Ku ambil ponsel ku yang berada di atas nakas, kemudian ku kirimkan pesan kepada salah satu orang yang berada dalam kontak ku.
[Dimana?] hanya pesan itu yang aku kirimkan, singkat padat dan jelas bukan, tak berselang lama pesan ku di balasnya.
[Di kamar mandi, lagi boker.]
[Jorok ih, masa ke kamar mandi bawa-bawa ponsel. Lanjutin dulu kalau udah hubungi aku segera.]
Sambil menunggu pesan yang ku kirimkan di balas oleh seseorang di sebrang sana, segera ku bergegas untuk mandi lalu bersiap untuk memaksanya menemani ku pergi untuk sekedar cuci mata dan mencari udara segar.
Ku kenakan baju kaos lengan panjang berwarna putih, celana panjang berbahan katun berwana moccha dan tak lupa tas ransel kecil ku.
CRIIINNGG" terdengar satu notifikasi pesan masuk, segera aku mengambil ponsel yang terletak di atas kasur untuk mengecek pesan tersebut.
[Gue di rumah nih, ada apa al?]
[Keluar yuk, kesel gue di rumah mulu. gue udah siap nih, bentar lagi gue kesana ya, ngejemput lo.]
[Janjian aja kagak, main jemput-jemput aja. gue belum mandi.]
[Janjian, kayak mau ketemu sultan aja. Yaudah cepetan mandi, sebentar lagi gue kesana.]
[Yaudah iya, dasar si tukang maksa.]
Sudah siap, segera ku ambil kunci motor ku dan melangkah kan kaki keluar kamar.
"Sudah cantik mau kemana sih?"
Suara Nunda menghentikan langkahku di pintu keluar rumah, aku menoleh ke arahnya. "Mau main Bund, bosen di rumah terus."
"Di anterin pak maman al?"
"Enggak Bund, aku bawa motor sendiri aja."
"Yaudah hati-hati, jangan ngebut."
"Ya Bund, Assalamualaikum." Segera ku berlari menuju garasi untuk mengambil motor ku. Ku kenakan sarung tangan, masker, kaca mata hitam dan tak lupa helm. Ku starter motor dan bersiap untuk menjemput seseorang.
***
tok tok tok
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, masuk Non."
"Iya makasih Bi Minal" B Minah adalah pembantu di rumah ini.
Aku memasuki rumah dan langsung menaiki anak tangga untuk menuju lantai dua. Di depan pintu kamar tanpa mengetuk, aku membuka pintunya secara langsung dan ya seseorang di dalam sana terkaget hingga lipstik yang tadi sedang dikenakannya tercoret memanjang ke pipi.
"Al.. kebiasaan lo ngagetin orang"
Aku tertawa terbahak-bahak melihat pipi orin yang tercoret lipstck, "Suruh siapa pintu nya gak di kunci."
"Sebenernya mau kemana sih Al? kebiasaan lo kalau pergi-pergi bilangnya selalu mendadak," tanya Orin sambil merapikan riasannya.
"Ke Pasar Baru yuk, kita beli bahan kebaya buat wisuda. Lo udah beli belum? sekalian kita booking salon buat di rias nanti. Lo kan tau gue gak bisa make up sendiri."
"Gue belum juga sih, ah elo.. gue ajarin make up gak pernah mau sih. Kalau gak bisa dandan nanti suami lo di embat pelakor baru nyaho.. rumput tetangga kan lebih hijau."
"Heeyyyy andaahh.. meskipun aku gak dandan, tetap tidak mengurangi kadar kecantikan ku." jawab ku membela diri "Kakak lo udah berangkat lagi ke Jakarta?" tanyaku.
"Belum."
"Tapi kok gue gak liat."
"Cieee... suka ya sama kaka gue, barusan sih dia bilangnya mau main ke rumah temennya."
"Oohh... yuk ah cuss berangkat."
Aku dan Orin keluar menuju motor yang aku parkirkan di rumahnya. Aku yang mengendarai motornya dan seperti biasa Orin duduk di kursi penumpang, motor pun keluar membelah jalanan Kota Bandung. Ketika melewati Jalan Braga, aku melihat seseorang pejalan kaki yang sepertinya aku kenali. Ku pelankan motor dan menyipitkan mataku agar pandangan lebih fokus, dan ya aku mengkap jelas sosok itu.
Davin, lalu siapa wanita cantik di sebelahnya yang bergelayut manja di lengan kekar milik Davin. Terlihat mereka saling melempar obrolan dan tersenyum bahagia. Sosok Davin yang menemuiku adalah sosok Davin yang dingin, tidak berbicara dan minim ekspresi. Sangat jauh berbeda dengan sosok davin yang aku lihat sekarang. Aku kira dia tidak bisa tersenyum, itulah sisi lain Davin yang belum aku ketahui. Lalu siapakah wanita cantik itu? adiknya, sahabatnya atau mungkin pacaranya? banyak pertanyaan yang memenuhi isi kepala ku.
"Al.. pelan banget jalanin motornya, kalah cepet sama orang yang jalan kaki," teriak orin di belakangku.
"Sorry rin."
Terlalu banyak berfikir hingga tak sadar, mungkin motor yang ku kendarai 20km/ jam lambat bukan, sehingga menuju pasar baru pun di tempuh dengan jauh lebih lama dari biasanya. Segera ku naikan kecepatan laju motor ku agar lebih cepat sampai di tempat yang dituju. Ku parkirkan motor lebih dulu, kemudian masuk ke dalam pasar baru.
Ting" Suara pintu lift terbuka
"Langsung ke lantai 2 aja Al."
"Ok." Ku pencet tombol berangka dua dan pintu lift pun kembali tertutup.
"Kita lihat toko yang di ujung sana Rin." Ku langkahkan kaki ku keluar dari lift menuju toko kain yang ku tunjuk.
"Bagus-bagus Al, bingung gue milihnya," cicit Orin.
"Kalau bagus semua ya beli semuanya lah."
"Yaaa kalii kalau gak perlu bayar, gue ambil semua Al."
"Yaudah cepetan makanya pilih salah satu aja biar nanti gue yang tawar, gue mau yang ini brookat warna maroon, sama kain songket warna senada dengan sentuhan motif gold. Lo mau yang mana?"
"Gue mau brookat warna abu muda, roknya kain songket warna abu tua. Coba lo panggil yang jaganya, gue mau lihat cara lo nawar."
"A..Aa.. kadieu a," ucapku dengan melambaikan tangan ke arah penjaga toko, untuk menandakan aku lah yang memanggilnya.
"Iya.. gimana teh."
"Coba di hitung a, jadi sabarahaeun? Brookat nya yang warna maroon sama abu-abu 1,5 meter, kain songketnya yang ini sama ini 2 meteran a," ucapku sambil menunjuk pesanan ku
"Brookatnya 125.000/meter nya teh, kain songket 150.000/meternya, totalnya 975.000 teh."
"Jangan mahal-mahal a, 800.000 diskon atuh a."
"Belum bisa teh, paling 950.000 pas."
"Yeyy si aa, meni kagok 25.000, yaudah atuh a kalau gak bisa 800.000 mah." Ku tarik lengan orin yang dari tadi hanya melongo saja melihatku saling tawar dengan aa penjaga toko.
"Ehh... mau kemana Al."
"Kita tinggalin dulu biar di panggil lagi, begitu kan cara emak-emak nawar. Udah Expert gue dalam hal tawar menawar."
"Kita udah ngelewatin 5 toko Al, ko belum di panggil juga. Gagal kan lo." Orin menertawai tingkahku yang gagal menjadi emak-emak yang expert dalam hal tawar menawar.
Ku garuk tengkuk yang tidak gatal "Hehe... gimana dong, masa balik lagi. Malu dong." Kini giliran lenganku yang di tarik oleh Orin untuk kembali ke toko yang baru saja aku tinggalkan.
"Makanya jangan suka ngadi-ngadi deh loh."
"Balik lagi teh? gimana jadi teh?" tanya si aa penjag toko.
"Jadi a, si aa meni gak mencegah aku pergi ya."
"Gak berani atuh teh, mencegahnya juga kan saya teh bukan pacarnya teteh."
"Bukan gitu maksud saya saprudiiinnn," ucapku kesal.
"Si teteh tau aja kalau nama saya teh saprudin, ari teteh siapa bisa kenal sama saya?"
"Astagfirullahaladzim, udah ah nih bayar, mana barangna !! Lieur saya jadina," ucapku kemudian berlalu meninggalkan toko.
"Teh.. teh.."
"Naon deui?"
"Ieu barangna ketinggalan."
Ku ambil kantung keresek yang di sodorkan oleh penjaga toko, "Nuhun," ucapku berlalu meninggalkan nya.
"Al meni rusuh." Orin mengimbangi langkah ku
"Pulang ah Rin, nanti lo aja ya yang nganterin kain ini ketukang jahit, nanti aku kirimin model kebayanya, inget harus jadi sebelum hari senin. Sama sekalian bookingin salonnya buat hari senin pagi ya."
"Terus terus terus..."
"Aku mohon.. sahabat ku yang cantik."
"Baru sadar lo." Orin tersenyum bangga. "Soal jahit dan booking salon biar gue yang urus," tutur Orin
"Terimakasih." Ku peluk Orin, tak lama ku urai kembali pelukan itu. "Yuk ah buruan pulang, takut dijalan gue kalau kemalaman."
***
"Gue langsung pulang aja ya rin." Ketika aku akan menstarter motorku, terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah Orin. Ku melihat ke arah sumber suara, ternyata mobil Kak Bima. Tak lama lelaki tampan itu keluar dari dalam mobilnya.
"Hai Al, udah mau pulang?" tanya Kak Bima dengan tersenyum ramah kepadaku.
"Iya kak, nanti keburu semakin gelap. Takut di jalannya."
"Yaudah mau kaka anter pulang gak? takutnya kenapa-kenapa lagi."
"Gak apa-apa sendiri aja, aku kan bawa motor."
"Ya gak apa-apa motornya bisa di taruh disini. Besok kaka yang anterin."
"Gak usah ngerepotin kak, aku pulang ya kak."
"Ciee... cieee... udah kaya obat nyamuk aja gue disini. Ke gue gak pamit Al."
"Yaa.. gue pulang dulu. Daahh..." Ku lambaikan tangan kearah mereka berdua.
Ku lajukan motor membelah jalanan Kota Bandung, angin berhembus menerpa wajahku. Mengingatkan ku akan perhatian-perhatian yang di lakukan Kak Bima kepada ku, ada getaran-getaran aneh ketika mendapatkan perhatian dari Kak Bima, membuat hatiku bertalu-talu. Tak mau terlalu percaya diri menganggap perhatian itu sebagai bentuk cinta, mungkin Kak Bima hanya menganggap ku sebagai adik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
astri rory ashari
like juga gw
2021-03-08
0
Little Peony
Like like like
2021-02-14
0
Mei Shin Manalu
Like
2020-12-09
3