Jam istirahat, segera ku langkahkan kaki menuju keluar ruangan untuk menemui pujaan hati, wanita yang selalu membuatku mengukir senyum kala melihatnya.
Memang benar istilah jodoh tak kemana, aku mendapatinya sedang berjalan di lorong depan ruangan ku. tanpa ragu aku menghampirinya.
"Hai sayang, ke kantin bareng yu," tanyaku, dia menjawab ku dengan sebuah anggukan.
Ku sejajarkan langkah kakiku dengan Mila untuk menuju kantin. Kita berjalan bersisian dr. Davin Aryasatya dan Suster Mila, banyak sepasang mata yang melihat ke arah kami. Aku yang memiliki tubuh tinggi, dada yang bidang dan sorot mata yang tajam. Mila dengan kulit putih bersih, kaki yang jenjang dan tubuh yang ramping.
Banyak yang mengira bahwa kita pasangan sempurna, tapi ternyata kisah cintaku dengan Mila tak sesempurna itu. Harus ku mulai darimana untuk memberi tahu Mila mengenai perjodohan ku dengan putri sahabat Papa. meski aku sedang bersamanya, namun ucapan Papa kemarin terus saja bermain di kepalaku menguras pikiranku.
"Sayang, duduk dulu. biar aku yang pesan makanannya," ucap Mila membuyarkan lamunanku.
"Ya sayang."
"Duduk yaa jangan kemana-mana, matanya di jaga jangan belanja." Mila terkekeh sambil berlalu meninggalkan ku.
Mila selalu saja bisa membuat ku tersenyum, ku pandangi punggung sempit Mila yang berlalu menjauh, tak terasa hubungan ku dengannya telah berjalan selama belasan tahun, aku yang masih belum memastikan pernikahan kita meski dia selalu meminta untuk menikahinya. Mendiang Mama yang selalu tak memberi restunya, membuat ku belum bisa menikahi Mila. Terlebih sekarang aku di jodohkan, tak tega rasanya memberitahu Mila prihal perjodohan ku dengan putri sahabat Papa, hatinya pasti akan nyeri begitupun aku pasti ikut merasakan nyeri yang sama. Selalu saja aku menyakiti hatinya.
Terdengar suara tarikan kursi dan seseorang telah duduk tepat di sebelahku.
"Sayang, makan dulu.. nanti keburu dingin makanannya," disodorkannya jus mangga, sepiring nasi dengan lauk capcay baso dan semur daging. Ya... dia memang selalu tau makanan yang aku sukai.
"Terimakasih sayang," ku mulai sendok makanan masuk kedalam mulut. Hingga makanan pun habis tak tersisa.
Ku kumpulkan keberanian untuk mengungkapkan mengenai perjodohan ku kepada Mila. Sepertinya aku belum bisa mengungkapkan nya, aku tak tega melihat wanita yang aku sayangi terus-menerus mengalami luka hati yang penyebabnya adalah aku. Jika tidak segera aku ungkapkan mungkin dia akan jauh lebih terluka karena terus-menerus di bohongi oleh ku. Setelah makan selesai aku memulai pembicaraan.
"Mila.."
"Ya.." Mila menoleh ke arah ku dengan senyum terukir di wajahnya.
"Papa berencana menjodohkan ku," ku tatap matanya dalam, terlihat kekecewaan didalam sana.
"Terus kamu mau?"
"Sebetulnya tidak, tapi aku tak bisa menolak akan amanat terakhir mendiang Mama."
"Sepertinya aku yang harus menyerah vin, semesta tak pernah berpihak pada hubungan kita. Aku sudah tak sanggup terus menunggu ketidak pastian atas hubungan kita."
"Jangan bicara seperti itu, aku mencintaimu sungguh. jangan pernah berfikir untuk meninggalkan aku. Setelah aku menikahi wanita itu, aku akan menikahi mu, aku berjanji," ku genggam tangannya erat untuk menyakinkan akan ketulusan ini.
"Sungguh? Setelah menikah, kamu akan benar-benar bisa menjaga hatimu untuk tak mencintai wanita itu. Tapi sampai kapan vin? sampai kapan aku harus menunggu," jawab Mila lirih
"Aku berjanji tidak akan mencintai wanita lain selain kamu Mil, percayalah cepat atau lambat aku akan menceraikan wanita itu." dengan mudah aku membuat janji kepada wanita yang sangat aku cintai, ku tatap matanya ada banyak rasa kecewa di dalam sana. Ku tarik Mila kedalam dekapanku, ku peluk dia erat untuk menyalurkan rasa sayangku. Tak peduli beberapa pasang mata sedang menyaksikan aktifitas kami.
"Lega rasanya telah mengungkapkan segala kekhawatiran ku mengenai perjodohan ini kepada Mila. Jika begini aku akan mempermainkan sebuah pernikahan yang sakral. tapi aku mencintai Mila, bukan salahku jika suatu saat nanti aku akan meninggalkan jodoh pilihan papa," batin Davin membenarkan tindakannya.
***
Sepasang insan sedang berdiam di taman, tangan mereka saling bertautan satu sama lain. Melihat anak-anak yang berlarian kesana kemari, melihat keluarga yang sedang bermain dengan anak-anaknya, bahkan ada sepasang kakek dan nenek sedang berjalan-jalan di taman dengan berpegangan tangan. Membuat siapa saja yang melihatnya iri, betapa bahagianya di usia senja nya masih bisa bersama dengan orang yang di cintai. Harapan semua orang bukan, hidup bahagia dan menua bersama orang yang kita cinta.
"Vin.. aku ingin seperti kakek dan nenek itu, hidup menua bersama, tinggal di rumah mewah, memiliki uang yang banyak dan tinggal bersama anak-anak kita nanti. Aku tidak ingin hidup ku dan anak-anak ku kelak akan berkekurangan." tunjuk Mila ke arah kakek dan nenek yang sedang berjalan-jalan.
"Pasti sayang aku akan mengabulkan keinginan mu, selama aku berpacaran dengan mu, apakah pernah aku menolak keinginan mu? Tak pernah bukan, karena aku mencintaimu. aku ingin hidup bersama mu, memiliki anak yang terlahir dari rahim mu," tutur Davin semakin erat menggenggam tangan Mila.
"Aku harap kamu bisa menepati janji mu. Untuk menjadikan ku satu-satunya wanita mu."
"Bersabarlah sedikit lagi, kita akan selalu bersama," ku lepaskan genggaman, lalu memeluk Mila dengan erat.
Tak terasa sudah berapa lama aku dan Mila duduk di taman ini, matahari pun mulai tenggelam.
"Kita pulang sayang, biar aku antar," Davin beranjak dari duduknya dan menggandeng tangan Mila berlalu meninggalkan taman.
***
Hari sudah mulai gelap, aku menginjakan kakiku masuk kedalam rumah dengan hati gembira sehingga membuat ku selalu mengukir senyum.
"Duh yang sudah bertemu Aliqa sampai senyum-senyum begitu, anaknya cantik dan baik kan seperti yang Papa bilang"
Aku menoleh ke arah sumber suara, ku dapati Papa sedang duduk di sofa menonton siaran televisi. "Kenapa aku bisa tidak sadar bahwa Papa sedang berada disana, dan memperhatikan ku," batinku.
"Kok diem aja. coba ceritain ke papa, gimana pertemuan pertamu kamu saat menjemput Aliqa?." tanya Papa penasaran.
"Menjemput? menjemput siapa pah.."
"Kan Papa kemarin menyuruh mu untuk menjemput Aliqa di sekolah, Papa minta kamu untuk sedikit membuka hatimu untuk mengenal Aliqa." jawab Papa menjelaskan.
"Papa gak nyuruh Davin ngejemput siapa pun."
"Kemarin Papa bilang Vin, sebelum kamu tiba-tiba pergi dan bilang ada pekerjaan penting."
"Davin gak denger Pah, lagian sekarang udah malam juga pasti Aliqa udah pulang. Lagian ngapain nyuruh Davin jemput-jemput dia, dia kan udah gede bisa pulang sendiri. Udah ah pah Davin mau ke kamar dulu, mau mandi gerah."
"Gimana mau kenal, gimana mau muncul rasa sayang dan cinta. Di suruh pendekatan aja gak mau, semoga seiring kalian bersama, waktulah yang akan menyatukan kalian Davin dan Aliqa dalam ikatan cinta," jawab Papa
"Iya..iya Pah, nanti Davin ketemu sama Aliqa, kalau perlu besok, sekarang Davin mau istirahat dulu." jawab ku berlalu menuju kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Naira
Pantesan mamanya Davin gk setuju, Mila matre...
2021-04-05
0
ciwi ciwi
lanjut
2021-04-04
0
Shellia
Dari sini sih aku udh bisa ngira kalo Mila emang bnr2 bukan wanita baik,pengen rumah mewah,banyak harta hidup gak kekurangan. Kerja yg bnr Mila,biar punya uang banyak jangan mengandalkan uang pacar
2021-02-10
5