"Stop.. Please... Ini Pasti mimpi. Bunda... Tolong aku bunda... Tolong.." lirihnya, ia mencoba menutup telinganya agar tidak terdengar suara riuh para mahasiswi yang kesurupan massal. Tiba-tiba Arindita dibuat kaget karena seseorang menarik tangannya.
"Argh..." teriak Arindita histeris, ia tidak menyadari bahwa itu adalah Dewa.
"Hey, ini aku Ar, Dewa. Tenanglah, kau aman bersama ku." ucap Dewa sambil memeluk tubuh Arindita, kedua tangannya terus menutupi telinganya agar tidak mendengar segala bentuk teriakan dan tangisan histeris para mahasiswi saat itu.
Arindita pun menangis ketakutan didalam pelukan Dewa. "Aku mau pulang Wa, aku takut.." lirih Arindita dalam pelukan Dewa.
"Tenangkan dirimu dulu, aku akan mengantar mu pulang." ujar Dewa. Pandangan Dewa terus saja menuju panggung acara. Arindita terus menangis dalam pelukan Dewa. Arindita pun pingsan, Dewa membawa Arindita pergi dari kerumunan tersebut menuju mobilnya, dan pergi ke tempat lain.
***
Ari dan Al mencoba membantu panitia lainnya untuk menyadarkan beberapa mahasiswa dan mahasiswi tersebut. "Ri, itu perempuan yang tadi pagi ke kantor BEM, ya dia perempuan itu." ucap Al penuh keyakinan.
Ari mencoba melihat ke arah telunjuk Al, dan menghampiri perempuan tersebut, perempuan itu ditahan oleh empat orang sekaligus. Kini Ari sudah berhadapan dengan perempuan itu, ia termenung sejenak melihat wajah dan perawakan perempuan tersebut yang tak lain mirip sekali dengan mendiang sang adik.
"Hihihi, sudah ku peringatkan kalian untuk berhenti tapi kalian tidak mendengarkannya." ucap perempuan tersebut, kedua bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan cepat, suaranya persis sekali dengan suara wanita renta. Kini perempuan tersebut tidak banyak tingkah sejak Ari berdiri dihadapannya, ia hanya tertawa sekilas lalu terdiam lagi, terus saja seperti itu.
"Ri, kita bantu yang lain dulu, tolong urus perempuan ini." ujar salah satu panitia yang tadi sempat memegang perempuan itu. Ari tidak mengiyakan atau pun menolak. Ari hanya terus memandangi perempuan itu. Saat yang lain sudah pergi Ari mencoba mendekat padanya.
"Kami minta maaf jika mengganggu tapi kami tidak punya pilihan lain, bisakah Anda membawa semuanya pergi?" tanya Ari kepada nenek tua yang merasuki mahasiswi baru tersebut.
"Hihihi, aku mau anak ini, aku ingin pergi bersama anak ini. Hihihi." ucapnya.
Tiba-tiba Ari jongkok dan menunduk diam. "Rrrrr, jangan menguji kesabaran ku." ucap Ari dengan suara beratnya, ya bukan Ari yang sesungguhnya berbicara saat ini, namun sang kakek yang sedang meminjam tubuh Ari.
"Me..Mereka menggangu ku dan yang lainnya, jadi aku meminta anak ini sebagai tumbalnya." ucap si nenek yang masih didalam tubuh mahasiswi tersebut. Ari pun berdeham dan mengeram kesal.
"Pergi.." lirih Ari masih didominasi oleh sang kakek.
"Pergi dan tinggalkan anak ini atau aku yang akan menghabisimu." ucapnya lagi sambil tangannya memegang tangan mahasiswi tersebut, Ari masih terus meraung seperti macan, dan tak lama mahasiswi itu pun pingsan, dan Ari pun kembali mengambil alih tubuhnya.
Tepat saat nenek renta itu pergi dari tubuh sang mahasiswi, saat itu pula seluruh mahasiswi yang kesurupan ikut pingsan secara bersamaan. Al hanya terdiam melihat semua tragedi malam ini. Al diam bukan karena takut atau kaget dengan kejadian ini, tapi ia terdiam karena menyaksikan begitu banyak kerumunan banyangan 'mereka' yang tak kasat mata mulai menjauh dan menghilang dari area acara.
Semua panitia pun mulai membereskan dan mencoba menyadarkan satu per satu mahasiswi yang pingsan, memberi mereka minuman dan memberikan minyak kayu putih untuk menyadarkan para mahasiswi tersebut.
"Al kita close aja acaranya ya, keadaan sudah tidak kondusif." ucap Julian dengan nafas yang terengah-engah.
"Ya kita sudahi saja. Oia dimana Dewa?" tanya Al ke Julian, matanya mengedar mencari sosok Dewa.
"Entahlah, tadi aku melihat Dewa pergi berlari ke arah perempuan di gedung sana." ucap Julian sambil menunjukkan arah Arindita berdiri tadi.
"Ya sudah kita beresin satu-satu habis itu kita briefing." ucap Al. Al menepuk pundak Julian dan berlalu pergi menghampiri Ari yang masih mencoba menyadarkan perempuan itu.
"Bawa dia ke kantor BEM, urusan disini biar kita semua yang urus." ucap Al, Al paham bahwa Ari pasti terpukul karena perempuan itu nyaris mirip dengan mendiang adiknya yang sudah lama tiada. Al sebenarnya sudah tahu akan seperti apa respon Ari melihat perempuan itu, tapi Al mencoba untuk tidak memprovokasi Ari terlebih dahulu, sayangnya anak itu 'special' dan pertemuan mereka akan dimulai dari hal seperti ini.
Di lain tempat sesosok kakak beradik kembar mengamati Ari dan mahasiswi baru tersebut, sebenarnya mereka berdua sudah mengamati jauh dari sebelum Ari menghampiri perempuan tersebut.
"Cha, kita tolongin si Kakak itu enggak ya?" tanya Ochi kepada kakaknya, Ocha.
"Hmm, kita ikutin dia mau bawa Laura kemana." balas Ocha. Mereka berdua pun mengekori Ari yang menggendong perempuan tersebut dan membawanya ke kantor BEM sesuai instruksi Al.
Sesampainya di gedung BEM, Ari membaringkan perempuan itu di sofa, ia mencoba mencari minyak kayu putih namun tak bisa menemukan barang tersebut, hingga suara perempuan mengagetkannya, "Kakak cari ini?" ucap Ochi, tangannya menyodorkan barang yang sedari tadi Ari cari.
"Terima kasih." ucap Ari singkat, ia langsung menghampiri perempuan tersebut dan mendekatkan minyak kayu putih di hidung perempuan tersebut.
Ari terus mencoba membaca doa, tangannya terus mengusap tangan perempuan tersebut, Ocha dan Ochi pun berdiri mematung di belakang Ari. Mereka mengamati gerak-gerik Ari. Tidak butuh waktu lama akhirnya perempuan itu tersadar.
"Arghh.." lirih perempuan tersebut, tangannya memegang kepalanya yang begitu sakit, ia mencoba duduk dan menatap Ari lalu ke si kembar.
"Kak..." ucap mahasiswi itu, sambil memegang kepalanya.
"Ya ampun Dek, akhirnya sadar juga." ujar Ochi yang begitu antusias mendengar sang adik sudah sadar sepenuhnya. Ari pun berdiri dan berpindah tempat ke samping sofa, ia memberikan kesempatan bagi si kembar untuk dekat dengan adik mereka.
"Maafkan aku Kak, aku tidak menghubungi kalian sejak aku bertemu dengan wanita tua itu." ucapnya ke Ochi dan Ocha, ia tertunduk takut kedua kakaknya akan marah padanya.
"Abaikan dulu masalah itu, kau baik-baik saja? Apa yang sakit Ra?" tanya Ocha kepada Laura, ya perempuan yang mirip dengan adik Ari adalah Laura atau si kembar menyebutnya Rara.
"Tidak apa-apa Kak, hanya rasanya pundak ku sedikit sakit." ujar Laura. Tanpa memperdulikan Ari disana, Ocha sedikit menyibak kerah kemeja sang adik dan melihat bekas memar biru membekas di pundaknya. Laura memang selalu seperti itu, setiap kali ia habis kesurupan atau tubuhnya dipaksa untuk mediasi pasti akan ada jejak memar di tubuhnya. Ari terkejut melihatnya, baru kali ini ia melihat kejadian seperti ini.
"Apa kau yang menolong ku?" tanya Laura yang menoleh ke arah Ari.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
🍾⏤͟͟͞͞★<мαу ɢєѕяєк>ꗄ➺ᶬ⃝𝔣🌺
kok jadi merinding aku bacanya 😬😬
2020-12-21
0
younghoon wife
lanjut nyimak thor tp beneran ga ada hantu kan 🙈
2020-11-27
0
Dhina ♑
like #1
2020-11-26
0