Tangan Darick masih meneteskan darah. Ia memegangi pedang pangeran yang akan menebas leherku. Mata mereka bertatap dan terdiam. Arlo terheran memandangi kelakuan dua pria berambut pirang ini, tanpa rambut Darick yang panjang, mungkin mereka terlihat seperti saudara kembar.
“Sejarah mengenai Duke yang berselingkuh dengan Ratu hanya bisa kau temui di buku perpustakaan istana. Isu tersebut tidak dipublikasikan karena akan mempermalukan istana. Satu lagi, buku ‘7 Deadly Social Sins’ itu adalah karya temanku yang berasal dari luar kerajaan, dia belum bisa menjualnya kepada umum karena akan terjadi pergantian raja. Kau baru membacanya tadi siang bukan? Kenapa kau bisa mengingatnya dengan sangat baik?” Raymond menatapku.
“Sudah cepat bunuh aku.” Aku menghela nafas panjang.
“Alice, kalau kau memiliki sindrome hyperthymesia, kami butuh bantuanmu. Ini bukan soal bayaran dan kontrak lagi. Bantu kami untuk membuat kerajaan ini menjadi lebih baik, tolong jadikan itu tujuan barumu.” Raymond melepaskan ikatan tali di tanganku, ia memegang tanganku dengan lembut.
“Bantuan…? Tujuan..?” Aku tergagap.
Selama aku hidup, tidak ada yang pernah meminta pertolongan kepadaku menggunakan sindrome aneh yang kumiliki ini. Semua orang menjauhiku dan mengutukku karena sindrome ini. Ketika aku kecil, semua orang memujiku karena aku adalah anak yang baik dan cerdas. Aku dapat menjawab semua pertanyaan dengan nilai sempurna, semua orang baik padaku dan ingin berteman denganku. Hingga hari itu tiba, hari hujan lebat dan ayah pulang dengan semua dokumen basah di tangannya.
Ayah menjejerkan kertas-kertas basah itu di ruang tamu, berharap tinta lunturnya dapat kembali. Mencoba mengeringkannya dengan kipas, namun tak berhasil. Wajahnya putus asa, Ibu terus menghiburnya, ia membisikkan sesuatu kepada ayah hingga akhirnya ia tenang.
“Andai kita punya salinannya, pasti keuntungan kita lebih tinggi.” Ujar Ayah.
“Sudahlah, hanya meja makan kita yang sekarang dapat memberi tahu isi kertas-kertas itu, kau membiarkannya tergeletak disana semalaman kan?” Ibu menarik nafas panjang.
Dokumen yang kemarin malam diletakkan di meja makan. Aku ingat dokumen apa itu, semalam aku mengira itu adalah dokumen soal yang sengaja ditinggalkan untukku belajar. Sebentar lagi ujian nasional, orang tuaku sangat senang membelikanku buku atau soal untuk berlatih. Namun, apa yang kubuka adalah dokumen ayah tentang transaksi keuangan dalam jumlah besar. Terdapat nama, lokasi, dan nominal yang tersusun berdasarkan jenis barang yang ditulis dengan kode perusahaan.
Malam hujan yang dingin itu, aku menulis ulang semua isi dokumen tersebut. Menyalin semuanya hingga detail formatnya. Aku memasukan mereka ke amplop cokelat dengan nama ayah diatasnya dan meletakkannya di meja makan sebelum berangkat sekolah. Makan pagi di hari itu, ternyata adalah sarapan bersama terakhir kami. Sore hari ketika aku pulang, halaman rumahku yang tidak luas itu dikerumuni banyak orang. Suara sirine polisi sangat memekakkan. Aku berlari kedalam rumah.
"BUKAAN... BUKANN... ITU PALSU... DOKUMEN ITU BUKAN MILIKKU !!” Ayahku berteriak histeris ketika polisi menyeretnya keluar rumah.
Polisi menghampiriku. Tim forensik yang berhasil mengidentifikasi sidik jari memandangiku. Aku dapat dengan jelas membaca gerak bibir mereka, mereka menemukan sidik jariku.
“Apakah kau pernah melihat dokumen ini di rumah?” Ia mengangkat amplop cokelat dariku dengan nama ayahku di atasnya.
“I… i… itu milikku...” Ucapku gemetar.
Polisi menatapku heran, kemudian ikut menarikku ke mobil polisi. Semua berubah setelah aku kembali sendirian ke rumah itu. Semua orang memandangku sinis, tak ada yang ingin berteman denganku lagi, tak ada sekolah lanjutan di kota ini yang mau menerimaku walau hasil ujianku berhasil mendapatkan hasil sempurna. Kata-kata terakhir ayah dan ibuku sangat membekas dihatiku, di ruang interogasi yang sempit itu, mereka berteriak kepadaku, dan berusaha membunuhku.
“ANAK TERKUTUKKK !!!”
“MATI KAUU !!!!!”
“ANAK DURHAKAA !!!"
"MALIN KONDAANGG !!!"
Itulah hari dimana aku tahu kalau aku bukanlah anak cerdas, melainkan anak yang memiliki sindrom hyperthymesia. Sindrom yang sangat langka didunia, sindrom yang dapat membuatku mengingat segala yang ku lihat dengan detail. Mengingat rincian kejadian yang ku alami, mengingat isi kertas yang telah dibaca. Hari itu juga aku tahu kalau kedua orang tuaku adalah pengedar narkoba, dan akulah orang yang membocorkan seluruh ‘data rahasia’ yang mereka coba sembunyikan. Dengan mudahnya aku menggambarkan wajah orang-orang yang menjadi tamu mereka dan nominal yang dikeluarkan. Setelah membongkar sindikat narkoba, aku tak mendapatkan gelar kepahlawanan apapun.
“Anak penjahat.”
“Selama ini nilainya bagus pasti karena mencontek, orang tuanyakan penjahat.”
“Pasti dia curang, seperti orang tuanya penjahat.”
Tidak ada lagi pujian yang kudapatkan saat berhasil meraih nilai sempurna, mereka akan menganggapku curang. Sejak saat itu, aku selalu berusaha agar mendapatkan nilai standar. Aku mencoba menjadi orang yang biasa saja, cukup rata-rata saja. Aku pergi keperguruan tinggi biasa saja, meraih nilai yang biasa saja, dan hidup sebagai orang yang biasa saja. Aku berhasil hidup damai, namun kehilangan tujuan hidup.
Sisa rasa keputusasaan itu masih ada, masih hangat terasa, aku mengangkat kepalaku. Raymond masih memandangiku dan memegang tanganku dengan lembut. Matanya sudah tidak mengancam, melainkan berharap.
“Aku anak terkutuk loh.” Suaraku bergetar menjawab ajakan Raymond.
“Ya, aku juga terkutuk, jadi apakah kau mau bekerja sama denganku?” Raymond tersenyum.
Senyumannya saat itu sangatlah hangat. Matanya yang hijau berkilau itu menatapku dalam. Walau aku tak tahu apa arti tatapan itu, aku merasa itu adalah tatapan yang selama ini kuinginkan. Tatapan dari orang yang mengakui dan menganggapku spesial. Genggaman tangannya semakin erat, seakan mengatakan dia benar-benar menginginkanku, membutuhkanku. Saat itu aku tersadar ada sebuah perasaan baru yang muncul dihatiku, walau aku tak bisa mengidentifikasikan perasaan apa itu. Aku yakin itu adalah sebuah perasaan yang positif.
“Aku bisa mengingat apapun yang kulihat loh, kau yakin?” Aku menangis.
“Ya, aku butuh itu. Dengan dua orang terkutuk, mungkin negeri terkutuk ini bisa berubah.” Raymond menghapus air mataku.
Matanya yang hangat itu masih memandangiku. Rasa hangatnya menyebar keseluruh tubuhku. Membuatku lengah atau membuatku sangat nyaman, aku tak yakin. Satu hal yang kutahu pasti, aku ingin terus merasakan perasaan ini. Air mataku terus mengalir. Aku menangis sejadi-jadinya. Ia merangkulku, menghapus air mataku dengan sangat lembut.
Darick menyodorkanku secangkir teh hangat. Arlo hanya memandangiku. Raymond duduk disebelahku dan merangkulku. Membisikkan kata-kata yang membuatku tenang. Apakah dengan cara aneh seperti ini, hal yang disebut 'kepercayaan' itu bisa tumbuh?
“Alice, apakah benar kau memiliki sindrome hyperthymesia? bukankah sebelumnya kau bilang kau itu amnesia?” Tanya Arlo dengan wajah datar setelah aku tenang.
Aku terdiam, lebih tepatnya terkejut. Berteriak sekeras-kerasnya didalam hatiku. MAMPUS! Mana mungkin aku mengatakan aku ini reinkarnasi dari dunia lain dan terdampar di tubuh budak tanpa ingatannya sama sekali?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Orange Cat
7 deadly sosial sin. buku haram..
2021-02-18
0
RinteiHan
plis lah Thor...knp harus 'malin kondang'....bengek😂😂🙃
2020-12-26
3