2. Nona Alice?

Gaun sutra putih yang lembut, perhiasan berkilau di leherku, pewarna bibir yang memukau, dan rambut keemasan bergelombang milik Alice yang sedang ditata oleh maid yang sangat cekatan.

“Aneh!” Guman Alice dalam hati.

“Ini semua sangat aneh, ya… tidak wajar.” Guman Darick.

Darick berjalan bolak balik di depan pintu memegangi dagunya yang tidak berjenggot. Ia berhenti sejenak untuk menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian kembali berjalan tak tentu arah. Ia kebingungan, begitu pula para prajurit yang saling melirik terheran-heran meliat maid yang mencocokan gaun demi gaun dan depresi karna semuanya terlihat cocok pada wanita itu. Wanita itu juga terheran-heran karna ketidak cocokan rupa yang terlihat dicermin. Alice sangat yakin, rambutnya berwarna hitam dan lurus sepanjang bahu. Namun, apa yang dilihatnya dicermin adalah rambut pirang bergelombang sepanjang pinggul. Aneh, tak hanya warna rambut yang berubah, bola mata yang seharusnya berwarna coklat kehitaman kini berganti menjadi biru yang gemilau.

Darick memegangi pinggulnya, kemudian menggaruk punggungnya yang juga tak gatal. Raymond, pangeran yang sangat dikenalnya tidak mungkin mengangkat seorang selir. Alice memegangi wajahnya, kemudian mencubit pipinya, ia sangat yakin wajahnya berubah menjadi sangat cantik dan tubuhnya menjadi sangat seksi.

“Aneh!” Gumannya sekali lagi dalam hati.

Dua orang masih merasakaan keanehan dan kejanggalan tersebut tanpa sadar sudah berdiri dihadapan pintu kayu megah dan besar. Perasan mereka berputar, bergesekan, bagai engsel tua dari pintu saat mulai terbuka. Bunyinya berderit seperti gigi mereka yang saling bersinggungan ingin ikut serta mencari tahu kebenaran yang ada. Pintu besar itu sangatlah tinggi dan tampak berat ketika dibuka, namun bagi mereka pertanyaan dipikiran mereka lebih berat dari pintu itu.

“Yang Mulia, ini Darick bersama dengan Nona Alice.” Pintu besarpun sempurna terbuka menuju aula dengan tiang-tiang kokoh itu.

Dengan tegapnya pria yang disebut Darick ini berjalan di depanku, aku mengikutinya perlahan. Wajah prajurit yang membukakan pintu juga perlahan memandangiku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Para Maid yang mendandaniku dan memberikanku makan yang sangat lezat juga mengelus pipinya sendiri dengan perlahan.

“Ahh... Akhirnya pangeran kita sudah tumbuh dewasa…”

“Betapa cantiknya wanita itu… tentu saja siapapun akan jatuh hati…”

“Enaknya wanita itu… kalian tau… setiap selir raja terdahulu selalu dikelilingi kemewahan tanpa harus bekerja keras”

“Bodynya itu loh… Pasti dia menggoda pangeran kita dengan keseksiannya itu…”

“Yang membuatku cemburu adalah kesetiaan Pangeran kita, dia tak pernah main wanita walau dari dulu sudah bergelar pangeran, tidak seperti Duke Darick”

“Ssst… Kalian lihat tidak reaksi Duke Darick yang menungguinya?”

“Tentu saja… dia sangat tegang menungguinya. Pasti sesuatu sudah terjadi diantara mereka”

“Dasar wanita penggoda, apa saja yang telah ia lakukan dengan rambut berantakan dan wajah pucat kelelahan itu”

Para maid terus bergosip, membicarakan selir baru sang pangeran. Alice terus bertanya-tanya kenapa dia bisa berada di dalam sebuah kastil. Darick terus berjalan menghadap sang pangeran. Pintu terus menurup, berderit meninggalkan mereka bertiga di dalam aula besar tersebut.

“Alice, Kau sekarang adalah selirku, tugasmu adalah melayaniku. Jadikanlah itu tujuan baru hidupmu, bagaimana?” Raymond tersenyum memandangi Alice.

“Tunggu, kau adalah calon raja di kerajaan ini bukan?” Tanya Alice dengan wajah pucat.

“A… Aku bukanlah Alice dan A… Aku bukanlah selirmu, A… Aku seharusnya tidak berada disini.” Suara Alice bergetar.

“Raymond, kau benar-benar menakutinya. Berikan saja wanita itu padaku kalau kau tak menginginkannya.” Darick berkata tegas.

Alice POV

Raymond, pria yang berlagak sebagai raja itu turun dari singgasananya dan berjalan ke arahku. Mata kemilaunya tetap tajam, seperti saat pertama aku melihatnya. Mata teguh penuh pendirian. Mata yang memandang jauh, ketempat yang tak pernah kutahu. Ia tersenyum, kemudian memegang rambuku. Menariknya perlahan ke wajahnya dan menciumnya.

“Ya kau yang dulu sudah tiada, sekarang kau adalah Alice selirku, kalau kau mau menerimanya aku akan memberikan apa saja yang kau mau.” Raymond menarik tanganku dengan lembut.

Ia menuntunku ke sebuah pintu dibelakang singgasananya, dibaliknya terdapat ruang kerja dengan rak buku besar yang dipenuhi beragam buku. Ia mengajakku duduk di sofa besar di ruangan tersebut. Darick duduk di sofa yang berhadapan dengan kami. Ia memberikan tanda kepada pelayan, seketika teh hangat dan cemilan sudah terhidang di meja oleh para m**aid berseragam rapih.

“Bagaimana? Kau akan hidup dengan harta yang bergelimang dan disajikan makanan enak tanpa harus bekerja keras?” tanyanya kembali kepadaku.

“Yang Mulia, aku tau wanita ini sangat cantik dan menggoda. Ta… tapi ayolah kau harus lebih… lebih… Ya! Aku sudah mengajarimu bukan? Raymond?” Darick masih tergagap kebingungan.

Cemilan lezat sudah tersedia dihadapanku, mulai dari yang tampak manis hingga yang asin. Mereka tersusun menawan pada wadah bertingkat tiga. Tiga buah cangkir teh dengan ornamen indah masih mengepulkan asapnya dari teh yang disajikan. Aromanya harum dan menenangkan hati.  Aku menarik nafas panjang. Memperhatikan ulang pakaian yang kukenakan, terkesan sangat elegan. Bahkan sepatu yang kukenakan sangat cantik dan juga nyaman.

“Apa saja tugasku apabila aku menjadi selirmu?” Tanyaku pada Raymond, menghiraukan pria berambut pirang panjang yang sedang kebingungan dihadapanku.

“Seperti selir pada umunya, bermanjalah kepadaku, buatlah semua orang tahu kau adalah wanita spesial milikku, aku akan memberikan apapun yang kau mau.” Raymond tersenyum.

“Raymond, ayolah.. bukan begitu caranya menarik hati wanita, dia tak akan mau.” Kesal Darick.

Raymond mengulurkan tangannya ke arahku, mengajakku bersalaman. Senyumnya sangat percaya diri, namun juga membuatku cukup canggung. Pria itu menawari hidup sangat nyaman pada wanita yang baru ditemuinya. Sedangkan aku masih tak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku dan mengapa aku dapat berada disini. Aku juga masih mempertanyakan mengapa rupaku sangat berbeda. Akupun mengulurkan tangan kearah pria tersebut.

“Oke setuju.” Aku tersenyum.

“Lihatkan, dia… HAH?! Setuju?! No..Nona Alice?” Darick dibuat tercengang kembali. Matanya tak bisa lepas dari tangan kami yang saling berjabat untuk mengikat janji.

“Namun aku tak butuh apapun, kau sudah memberiku tujuan.” Lanjutku tersenyum.

Ekspresi wajah kami cukup sulit digambarkan. Aku mencoba tersenyum percaya diri walau dibenakku banyak sekali pertanyaan. Orang yang disebut Darick itu semakin kebingungan dengan apa yang terjadi dihadapannya. Pangeran, orang yang juga memintaku menjadi selirnya, merubah ekspresi percaya dirinya setelah mendengar ucapanku. Ia tercengang, terdiam, terkaget. Seketika ekspresinya berubah lagi.

“HAHAHA… Menarik!” Raymond tertawa lepas sembari memandangiku.

“Jadi… Apa kelebihanmu sehingga Duke menghadiahkanmu padaku?” Tanya Raymond.

“Bukankah kau sudah melihat kelebihanku Yang Mulia?” Aku tersenyum, mengibaskan rambutku perlahan.

Pria bernama Raymond yang juga Pangeran dari kerajaan ini berhenti tertawa. Mengurungkan senyumnya. Menarik nafas panjang. Memperhatikan diriku, dengan detail, ya memperhatikan lekuk tubuhku dengan detail.

“Cih, yang benar saja orang tua itu.” Raymond memandangiku dari kepala hingga kaki kembali.

“Yang… Mulia…?” Darick tenggelam diantara ribuan pertanyaan.

“Nona… Alice…?” Darick memandangku dan raymond bergantian.

Terpopuler

Comments

RinteiHan

RinteiHan

anjay MCnya badassss

2021-04-02

1

Mutie Cutie

Mutie Cutie

like kakak

2021-02-16

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!