3. Deadly Social Sins

Bukan hanya Darick yang tenggelam diantara ribuan pertanyaan, aku juga tenggelam, bahkan diantara jutaan pertanyaan. Selagi tak ada orang yang menemui raja, aku bebas dari tugas. Ya, itulah perjanjian kami. Aku harus berpura-pura bermanja di hadapan semua orang dan membuat mereka percaya aku adalah wanita spesialnya. Pangeran itu  kembali ke meja kerjanya di tengah ruangan, berkutik dengan kertas dan dokumen yang disiapkan oleh Darick. Aku memilih menghabiskan waktuku dengan membaca buku yang ada di rak buku miliknya.

“Kenapa aku berada disini?” tanyaku dalam hati.

Namaku bukanlah Alice, ya itu memang nama yang baru diberikan padaku untuk menganggap diriku yang baru berbeda dengan yang lama. Tapi bukan itu saja, ini bukanlah tubuhku, dan aku tak seharusnya berada di zaman ini. Kastil ini bergaya abad pertengahan, tak ada listrik, dan seharusnya aku terbangun di restoran atau di rumah sakit.

Aku sedang melakukan pemeriksaan pada restoran yang diduga mencampurkan bahan berbahaya kedalam makanannnya. Aku sudah mengecek keamanan dan kesegaran bahan bakunya, lalu hal terakhir yang kulihat adalah senyuman wanita itu. Ia memberikanku makanan, lalu mataku buram dan kakiku lemas. Saat terbangun, kenapa ada orang yang menghunuskan pedang padaku?

Darick POV

“Yang Mulia, Kenapa kau menjadikan budak itu selir? Karna dia cantik? Karna Duke yang menghadiahkannya? Karna kau menyukainya? Atau kau ingin menggunakannya untuk rencana khusus?” Raymond dihujani pertanyaan oleh Darick.

Raymond tersenyum.

“Raymond, aku tahu kau bukanlah orang yang menyukai wanita, jadi tolong jelaskan!” Darick menegaskan.

“Kalau aku tidak mengambilnya, kau pasti akan menerimanya dengan senang hati bukan?” Raymond meletakkan pena bulunya di atas meja kayu penuh kertas.

“Tentu saja, Body-nya itu loh” Darick menggerakkan tangannya membentuk tubuh wanita di udara.

“Aku juga tak tahu alasan pastinya. Dia berani menatapku tanpa mata ketakutan walau aku sudah menghunuskan pedang. Rasanya aku seperti melihat cerminan diriku. Aku akui dia sangat cantik, dia sangat menggoda, tapi juga pribadi yang menarik. Dia berkata hanya membutuhkan tujuan hidup?” Raymond tertawa.

“Ya… dia menarik, dia juga mengerti pesan tersiratmu untuk menjadi selir kesayanganmu dihadapan orang lain.” Darick memperhatikanku yang tengah sibuk membaca buku.

“Selagi budak itu menuruti apa yang kubutuhkan dan tidak membahayakan, aku tak akan membunuhnya.” Raymond kembali dengan tumpukan kertasnya.

“Jangan bunuh dia, berikan saja dia padaku.” Darick tersenyum nakal kemudian memeriksa kembali dokumen yang telah ditandatangani sang pangeran.

"Dasar brengsek.” Ledek Raymond

“Brengsek ini sekertarismu, Yang Mulia” Darick tersenyum.

Alice POV

Aku tak bisa tersenyum, aku terus membalik kertas demi kertas dari buku yang berada di ruang kerja tersebut. Buku geografi dan buku sejarah tak ada yang tidak kusentuh. aku menyadari bahwa diriku benar-benar berada di tempat yang sangat berbeda. Aku meletakkan buku bacaanku dan bersandar di sofa, menghela nafas panjang. Nafas yang terasa sangat berat.

“Aku pernah mendengar teori yang menyatakan reinkarnasi itu ada, jadi aku benar-benar sudah meninggal ya? Konyol sekali dengan cara seperti itu.” Gumanku.

“Seharusnya kau bersyukur atas kematian konyolmu, kau bukan lagi seorang budak, melainkan selir yang dikelilingi kemewahan.” Darick menyodorkanku buku dengan sampul berwarna biru.

Seven Deadly Social Sins. Judulnya besar dengan tinta keemasan. Halaman awal buku itu terdapat tulisan berbingkai dengan nama Ganobi di bawahnya.

-   Politics without Principle

-   Wealth without Work

-   Commerce without Morality

-   Pleasure without Conscience

-   Education without Character

-   Science without Humanity

-   Worship without Sacrife

Aku terus membalik buku tersebut hingga halaman terakhir. Kemudian mengembalikannya kepada Darick.

“Sepertinya kau juga tidak menyukai buku sosial seperti ini ya?” Darick mengembalikan buku tersebut ke lemari kayu yang tinggi itu.

“Buku itu bagus, filosofi kehidupan yang dia dambakan sangat indah.” Alice tersenyum kemudian memejamkan matanya di sofa.

“Alice, saatnya bekerja.” Raymond menarik badanku hingga aku bersandar di bahunya.

“Pangeran Raymond,  Count Ferdinand hadir menemui anda.” Seru Prajurit di depan pintu.

“Masuk.” Seru Raymond.

Pintu Kayu bersar itu berderit. Bangsawan dengan rambut lurus panjang sebahu itu memasuki ruangan dan duduk di sofa yang berhadapan denganku. Tangan Raymond mulai mengelus kepalaku, lalu turun ke bahu, hingga akhirnya berhenti di pinggang. Pria bernama Ferdinand itu mengeluarkan dokumen dari tas kulitnya, namun matanya tak berhenti memandangiku. Mereka memulai berdiskusi mengenai bisnis baru yang akan dibuka Count Ferdinand. Ketika mereka sudah sangat serius bekerja, sudah saatnya aku juga serius dengan pekerjaanku.

“Hmmmn...” Aku mengendorkan salah satu tali dress-ku di bahu.

Raymond tertegun, Ia mengelus kepalaku dengan sangat lembut, menarik halus rambutku, mendekatkannya kewajahnya, kemudian menciumnya. Ia tersenyum dan menyenderkan kepalanya di atas kepalaku. Aku dapat mencium aroma parfumnya yang lembut namun sangat maskulin. Count Ferdinand juga menatapku dengan lembut, tapi terasa cukup dalam. Mereka kini membahas dengan detail lokasi bisnis tersebut.

“Haaaa…..” Aku menatap mata Raymond, menurunkan tali dari dress yang kugunakan hingga lekuk tubuhku cukup terlihat.

Lonceng jam berbunyi nyaring, namun mereka berdua masih terdiam, menatapku dalam. Count Ferdinand merapihkan dokumennya yang berada di atas meja saat mendengar bunyi lonceng jam. Raymond masih menatapku. Matanya yang hijau gemerlap itu sangat indah bagiku, mungkin memang matahari sudah cukup tinggi, rambutnya yang pirang juga tampak gemerlap.

“Yang Mulia, Untuk detailnya kita dapat membicarakannya lebih lanjut setelah pertemuan ini, sa… sa… saya permisi dahulu.” Rambut sebahunya bergoyang meninggalkan ruangan ini dengan terburu-buru.

Pintu kayu itu selalu berderit saat dibuka. Langkah kaki Count Ferdinand terdengar menjauh, namun pandangan sang pangeran padaku tidak menjauh. Rasanya aku juga mendengar deru detak jantung yang cukup cepat, apakah ini milik Raymond? Atau diriku? Suara langkah kaki lain terdengar mendekati kami.

“Pangeran Raymond, Arlo akan mengantar anda ke ruangan…” Mata  pria berbadan tegap itu terkejut melihatku.

“Yang Mulia, Izinkan aku menghabisi wanita jalang ini!” Sangat cepat, pedang dari pria berambut perak itu sudah berada di hadapanku.

“Jangan, perkenalkan ia Alice, dia adalah selirku. Bersikaplah baik padanya karna kalian akan banyak bersama.” Raymond tersenyum, kemudian membenarkan tali dari dress yang ku kendorkan.

“Alice, ini pekerjaanmu yang sesungguhnya.” Ia mengulurkan tangannya, mengajakku pergi.

“Dan jangan coba-coba membuka bajumu seperti tadi” “TAKK” Raymond menyentil keningku.

“Aaaa… Iyaa… Yang Mulia” Aku memegangi kening yang terasa linu.

Kami berjalan keluar dari ruang kerja itu, meninggalkan lemari buku dan buku-bukunya yang belum sempat kubaca. Meninggalkan pertanyaan di benak Arlo yang berusaha tetap tenang memegangi pedangnya selagi menuntun kami. Meninggalkan Darick yang berjalan kewalahan di belakang kami sambil membawa beberapa dokumen. Prajurit yang berjaga di antara koridor memandangi tangan sang pangeran yang bertengger di pinggulku. Patung-patung berseni tinggi disetiap lorong tetap diam, tak berani menanyakan siapa wanita disamping sang pangeran. Pintu kayu besar terbuka, dengan deritannya yang khas, memperlihatkan ruangan besar dengan meja besar di tengahnya.

Lukisan kerajaan berukuran besar kini ikut memandangi kami. Begitupula para bangsawan yang duduk di meja itu. Ada yang tersedak dengan minumannya, ada yang menjatuhkan dokumen yang dipegangnya. Pria di kursi terujung memegangi dagu tanpa janggut miliknya.  Pria yang duduk terdekat dengan pintu terbelalak. Darick pun duduk di bangku terdekat dengan Raymond, rambut pirang sepinggulnya jatuh dengan lembut di kursi merah yang tampak sangat empuk. Lalu aku, duduk dipangkuan sang pangeran.

“Hah, yang benar saja!?” Aku berguman dalam hati, dan tersenyum menatap semua orang di meja panas itu.

Terpopuler

Comments

RinteiHan

RinteiHan

Ghanobi itu budha ya kan?
apakah author terinspirasi dari sana?

2021-04-02

0

Aiqhu Robert

Aiqhu Robert

seru jangan sampai gantung ceritax

2021-02-15

1

Wolf sora

Wolf sora

seru banget

2021-02-14

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!