Aroma bunga chamomile yang lembut dari parfumku tak dapat menenangkanku. Suara sahutan demi sahutan pendapat para bangsawan sangatlah berisik. Rapat ini tidak berjalan acak-acakan, semua orang berprilaku sopan, namun pikiran mereka sangatlah liar. Mata mereka tajam memandangiku seperti hewan buruan. Cakar-cakar mereka yang terus membolak balikan dokumen terasa tajam. Ya, ini adalah rapat pengangkatan raja baru yang akan diadakan satu bulan lagi.
Ornamen mewah di ruangan itu seakan mentertawakan kami, tak ada yang dapat menikmati keindahannya. Kening-kening mereka berkerut, tangan mereka mengepal dan saling menunjuk satu sama lain. Raymond menimpali ide-ide mereka dengan senyum percaya diri, dan tangan yang tak lepas memainkan rambut pirangku. Satu bulan lagi, orang yang berhasil mengepang rambut panjangku selagi rapat krusial itu, mungkin akan naik tahta menjadi raja.
“Huft… Rapat yang sangat melelahkan.” Raymond menghela nafas panjang setelah rapat itu berakhir.
“Haaaft…” Aku juga menghela nafas panjang menatapnya.
“Malam ini kau tidur bersamaku di ruanganku, ada banyak pertanyaan yang akan kuberikan padamu Alice.” Raymond mengelus kepalaku.
Aku menghela nafas panjang lagi, terlalu banyak yang kulihat hari ini. Rasanya sangat melelahkan. Aku memejamkan mata, saat aku membukanya aku tersadar ruangan ini juga sangat mewah. Warna putih dinding dengan ukiran indahnya hingga ke langit-langit, tempat tidur kayu dengan warna cokelatnya yang menghangatkan dibalut lembutnya tirai disekitarnya sangatlah indah. Arlo memasuki ruangan, pintu di kamar ini tidaklah berisik seperti ruangan besar tadi. Aku berjalan berkeliling menikmati indahnya ukiran di dinding tersebut.
Raymond yang telah mengganti pakaiannya tertawa melihatku yang sangat antusias dengan ukiran tersebut. Darick memasuki ruangan diikuti oleh beberapa maid yang menuntunku ke ruangan lain untuk berganti pakaian.
Aku memasuki ruangan itu kembali, mereka menyambutku dengan senyuman lalu kembali berdiskusi di sofa berwarna putih yang tampak sangat elegan. Tidak, sepertinya sofa-sofa itu tampak elegan karna diduduki oleh tiga pria yang sangat tampan.
“Silahkan Nona Alice.” Darick mempersilahkan aku duduk dengan sangat ramah.
“Jadi katakan, apa yang kau inginkan sebagai bayaranmu hari ini.” Raymond menodongkan pedangnya ke arahku.
Sepertinya sofa ini tidak seelegan yang kubayangkan. Raymond menatapku dengan mata yang cukup mengintimidasi. Pandangan Arlo yang duduk paling jauh dariku juga sangat menyeramkan. Aku terheran kenapa Darick masih tersenyum ramah kepadaku.
“Haft… Kalau tujuanku yang baru sudah tercapai, aku tak butuh apa-apa.” jawabku.
“Bayaranmu hari ini, adalah kebaikanku untuk mengampuni nyawamu.” Raymond menarik mundur pedangnya.
“Tidak butuh, bunuh saja aku.” aku memalingkan mataku darinya.
“TIDAK SOPAN!!! Aku akan dengan senang hati mengambil nyawa jalang yang menggoda pangeran dengan badannya.” Arlo menghunus pedangnya sangat cepat ke arahku.
“Siapa kau? Apa tujuanmu yang sesungguhnya?” Raymond kembali menghunuskan pedangnya.
“Aku tak tahu siapa aku, sepertinya aku terkena amnesia selama perjalanan, dan sudah ku katakan aku tak memiliki tujuan, jadi cepat segera bunuh aku.” Jawabku.
“Clang…”
Suara hunusan pedang yang tegas, diikuti tetesan darah yang membasahi bajuku. Kini bukan tangan lagi, melainkan leher. Ya… aku sudah tak peduli dengan hidup. Aku sudah tak memiliki tujuan. Kemanapun aku pergi tak ada yang menganggapku, seberapa keras usahaku tetap ada orang yang memandangku curang. Sudahlah, aku tak ingin berusaha.
Mataku masih belum berkedip, tapi hanya ada tetesan darah dibajuku. Darick menghampiriku dan memasangiku perban. Arlo membantunya mengikat, tapi bukan perban melainkan tali. Sekarang sofa ini benar-benar tidak elegan. Aku duduk diatasnya sebagai tahanan.
“Sepertinya malam ini akan menjadi mimpi buruk untukku.” Darick memandangku dengan iba.
“Kami akan memberikan waktu untuk berfikir. Hidupmu bergantung dengan apa yang akan kau katakan.” Arlo memandangku sinis.
“Bagaimana dengan ide Count Ferdinant?” Raymond menghiraukanku, sibuk dengan dokumen di meja tersebut.
Mereka sibuk mendiskusikan hasil rapat tadi. Kerajaan ini memang sedang dilanda krisis ekonomi yang sangat parah. Raja yang meninggal tiba-tiba tanpa menunjuk penerus, meninggalkan dua pangeran berkompeten yang dikenal akur oleh rakyatnya. Pemerintahan sementara dijalankan oleh pangeran kedua, Raymond. Pengangkatan raja baru akan dilakukan sebulan lagi. Semua sibuk mempersiapkan strategi untuk menghadapinya, karna ada dua orang pangeran yang berhak akan tahta tersebut. Mereka sepakat untuk tetap menjalankan adat, yaitu melakukan kompetisi untuk menilai raja yang berkompeten.
“Kita harus merebut data pelanggaran dari Duke Gustav, entah benar atau salah tapi nama-nama yang tercantum didalamnya bisa menjadi ancaman bagi fraksi pangeran pertama.” Darick berwajah sangat serius.
“Bukan hanya ancaman untuk fraksi mereka, tapi juga para bangsawan di fraksi kita. Mereka bisa saja berkhianat untuk memusnahkan dokumen tersebut. Itu juga ancaman untuk kita, dia mengingatkan tidak semua di fraksi kita adalah orang yang loyal. Kita harus hati-hati dalam memberi informasi.” Jelas Raymond.
“Darisa…. Ferdinand… Rafferty… Prostitusi… Pengedaran obat terlarang… Penyelundupan barang…. Arghhh… dia menunjukkan terlalu sebentar, aku tak dapat mengingatnya hanya dengan melihatnya sekilas. Maafkan aku pangeran.” Kesal Darick
“Salahkan si jalang itu yang mendesah ditengah rapat.” Kesal Arlo.
“Heee… aku ingat kenapa kertas sepenting itu hanya kulihat sekilas, rupanya itu saat Nona Alice mendesah cukup nyaring karena diraba olehmu, ya kan pangeran?” Darick tersenyum nakal menggoda pangeran.
“Aku memegang pahanya, bukan meraba.” Raymond menghunuskan pedangnya ke arah Darick.
“Lihat, kita kehilangan kesempatan melihat dokumen penting karna jalang ini, bagaimana caramu bertanggung jawab, Cih.” Arlo menodongkan pedangnya ke arahku.
“Berkatnya juga isi dokumen itu tidak terlihat sempurna oleh orang lain.” Raymond kembali memeriksa kertas yang berserakan di meja.
“Viscontess Darisa Prishtina membuka prostitusi dibawah umur di pinggir ibu kota, Marquis Rafferty Kuznetso mengedarkan obat terlarang di sepanjang perbatasan perbukitan Estelle, Count Ferdinand Ivanov terlibat penyelundupan barang berpajak tinggi di selat Sirius… Count… Ducess… dan yang terakhir Duke Darick Lugwig Mengencani tiga wanita bergantian di waktu yang sama dan tidur dengan lima wanita sekaligus di hari yang sama.” Aku menyebutkan seluruh isi dari kertas tersebut.
“BAJINGAN !!!” Sahut Raymond dan Arlo bersamaan kepada Darick.
“Apa maksudmu menyebutkan semua data itu?” Arlo memandangku dengan tegas.
“Kau bilang aku harus bertanggung jawab kan?” Jawabku.
“Darimana kau tahu semua data tersebut?” Tanya Raymond.
“Aku melihatnya saat rapat.” Jawabku.
“Sebutkan perlahan, Arlo akan mencatatnya.” Darick memberikan pena dan kertas kepada Arlo.
Aku menyebutkan kembali nama-nama di daftar tersebut. Arlo sibuk mencatat kembali daftar tersebut. Darick tak berhenti memandangiku, Raymond juga. Dua pria berambut pirang dengan mata hijau gemilau tersebut terasa sangat silau bagiku. Walau malam ini bulan tidak purnama, mereka tetap jelas terlihat tampan.
“Jangan tulis bagian terakhir itu, Arlo.” Darick menarik kertas yang dipegang Arlo.
“Diam kau penjahat wanita, tidak menulis namamu sendiri itu adalah pelanggaran.” Arlo berusaha mengambil kertasnya kembali.
“Alice, sepertinya kita harus menghukum Darick seperti Duke Chayton Dvorakova yang termutilasi karena berselingkuh dengan Ratu negeri ini.” Raymond memandangiku.
“Duke Chayton Dokvadze lah yang berselingkuh dengan Ratu negeri ini, Dvorakova itu adalah nama bangsawan di negara sebelah, tak ada kewenangan untuk kita menghukumnya.” Jawabku yang kesal karna hal aneh seperti itu ditulis di buku sejarah kerajaan.
“Persiapkan dirimu Darick, akhir hidupmu akan tragis.” ledek Arlo.
“Hey Alice, coba sebutkan ‘7 Deadly Social Sins’ kepada Darick.” ledek Raymond.
Aku menyebutkannya dengan wajah kesal,
- Politics without Principle
- Wealth without Work
- Commerce without Morality
- Pleasure without Conscience
- Education without Character
- Science without Humanity
- Worship without Sacrife
Menyebutkan kalimat yang terbingkai di buku biru tersebut. Arlo tertawa keras, kemudian merangkul Darick. Raymond masih menatapku dengan diam. Darick juga terdiam dan memandangiku.
“Pleasure without Conscience, dengarkan itu Duke Darick Lugwig.” Ledek Arlo.
“Nona Alice~ bisakah kau jelaskan pada Arlo si otak otot ini Pleasure without Conscience itu bukanlah seperti apa yang ku lakukan.” Darick berusaha melepaskan rangkulan Arlo.
Aku menjelaskan perbedaan pandangan filosofis di bab tersebut dengan datar. Aku tidak peduli dengan apa yang ku katakan lagi, sepertinya hidupku tak akan lama lagi. Raymond terlihat sudah memegangi pedang berukiran elang yang cantik itu. Seketika pedang terhunus kembali ke leherku, tetesan darah dibajuku kini lebih banyak. Namun leherku tidak terluka.
“Pangeran, ini adalah sindrom hyperthymesia” Seru Darick.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
RinteiHan
sepertinya punya sindrome kyk Alice asik ya... ga susah kalo mau ujian
2021-04-02
0
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-08
1