...Aku menemukanmu, namun aku masih ragu akan hal itu....
Rintikan hujan telah berhenti dan membuka tabirnya hingga cahaya matahari menembus awan-awan.
Siang di hari Minggu kembali menyinari Kota Paris.
Vivian memandang keluar mansion nya dan melihat taman-taman di mansion nya terlihat begitu segar setelah disirami air hujan.
Aroma hujan, adalah favorit Vivian. Aroma ini yang selalu membawa Vivian pada memori bahagia dan sedihnya di masa-masa lalunya.
Namun bagaimanapun, hidup tetap akan berjalan kedepan dan meninggalkan apa yang sudah terjadi.
Vivian memikirkan seorang pria yang tadi pagi memberikan payung padanya, mata birunya, dan kebaikannya pada Vivian.
"Entah bagaimana lututku akan membaik jika pria itu tidak memberikan plester ini. Eh, plester ini cukup imut," pikir Vivian memandang kearah plester dikaki kirinya.
Vivian melihat ke sekitar taman dan Vivian melihat Ayahnya duduk didekat pohon tak jauh darinya.
Vivian berjalan menghampiri Ayahnya yang berada di taman mereka.
"Sayang, apa yang terjadi pada kakimu?" Tanya ayah Vivian cemas sambil melihat kearah lutut kiri Vivian.
"Ah ini, aku hanya tergelincir saja Ayah. Tapi aku baik-baik saja," jawab Vivian dengan nada meyakinkan agar ayahnya takkan menanyakan penyebab dan lainnya.
"Ayah, aku ingin makan siang dengan Jeasy. Aku akan meminta Jeasy datang untuk menjemputku." Vivian membuka ponselnya lalu mencari nomor Jeasy.
"Baiklah sayang, hati-hati dijalan," tutup Ayah Vivian mencium kening putrinya dan pergi kedalam mansion mereka.
"Halo Jeasy kau ada dimana?"
"Oh halo kakak aku ada dirumah. Ada apa?"
"Jeasy, apa kau bisa menjemputku?"
"Tentu saja. Aku belum makan siang, temani aku makan siang di West Side Paris ya kak?"
"Baru saja aku mau mengajakmu makan siang. Hmm, West Side Paris tempat favoritku dulu. Baiklah aku akan menunggumu disini."
Tutup Vivian dan menunggu Jeasy sembari berteduh dibawah pohon taman mansionnya.
Vivian belum makan siang, jadi menurut Vivian itu bukanlah ide buruk.
Apalagi semua orang tahu bahwa restoran di West Side Paris itu memiliki Pizza terenak di dunia, ya setidaknya itulah yang dirasakan Vivian saat merasakan Pizza buatan mereka.
Vivian telah menunggu Jeasy selama 30 menit di tamannya.
"Oh anak itu dimana dia? Kenapa lama sekali," keluh Vivian dalam hati dibawah pohon di terik siang."
“Sebelah sini!" Panggil Jeasy dari seberang jalan raya didalam mobil Mini Coupe biru nya.
Vivian bergegas menyebrang dan masuk ke mobil Jeasy.
"Kenapa kau lama sekali Jeasy?" Gumam Vivian setelah menutup pintu mobilnya dan duduk menghela nafas.
"Ah kak, seperti tidak tahu gadis saja, aku perlu berdandan karena kudengar disana banyak pria tampan dan mungkin saja kan disana ada jodohku." Jeasy bercanda dan kembali menatap jalan raya.
Adik sepupu Vivian ini memang menyebalkan dan berisik.
Namun dia adalah adik yang baik, dia akan melakukan apa saja untuk membuat Vivian merasa senang.
"Nah itu dia, West Side Paris Restaurant." Jeasy menunjuk kearah restoran yang sedang direstorasi pada bagian depannya.
Jeasy membelokan mobilnya dengan tiba-tiba tanpa rasa bersalah dan perduli pada pengemudi dibelakangnya.
Jeasy tidak sadar jika dibelakangnya ada sebuah mobil, jadi Jeasy santai saja.
Jeasy terlihat sangat senang setiap kali mereka ke restoran itu.
Mereka duduk di pinggir jendela kaca restoran lantai 2, ruangan yang penuh dengan tanaman indah dan pohon-pohon kecil yang didesain modern dengan sentuhan minimalis.
Ketika melihat West Side Paris Restaurant, Vivian teringat akan masa-masa lalunya ketika Vivian masih anak-anak.
Saat Kakaknya, Jeremy Wisse masih hidup.
Jeremy selalu mengajak Vivian untuk pergi ke restoran itu dan Vivian bebas memesan apapun yang Vivian inginkan, ya apapun.
Karena setiap Jeremy mendapatkan gajinya sebagai seorang pilot, Jeremy mengabulkan apapun yang diinginkan adik kecilnya.
Vivian dan Kakaknya selalu memilih duduk di ruangan lantai bawah, karena disana dulunya ada sebuah ayunan dan mainan kanak-kanak, namun sayangnya sekarang sudah diganti dengan tanaman hias dan bar.
Di restoran ini jugalah Vivian untuk yang terakhir kalinya ditemani Kakaknya sebelum Kakaknya pergi untuk membawa pesawat ke Bali, Indonesia.
Pesawat yang sama yang dinaiki oleh Keluarga Collins lengkap dengan Ayah Morgan, Ibunya, Adiknya, hingga Pamannya.
Setelah dari restoran ini, biasanya Jeremy mengajak Vivian untuk membeli buku, pakaian, parfum, hingga yang paling disukai Vivian figur King Julien dari kartun Pinguin of Madagaskar.
Menurut Vivian, King Julien ini sangat lucu, tindakannya benar-benar membuat Vivian tertawa bahkan saat Vivian menangis ketika masih kecil hanya dengan menonton King Julien Vivian dapat menjadi tersenyum lagi.
"Kak, setelah kau kembali, aku punya kejutan untukmu. Berjanjilah Kakak akan pulang dengan selamat ya kak!" Vivian berteriak melambaikan tangannya ke Jeremy, dan Jeremy membalas, "baiklah, dah." sehabis membuka kaca mobilnya dan melambaikan tangannya ke Vivian.
Vivian bukanlah pribadi yang cengeng dan suka mengeluh, Vivian selalu menangis ketika merasa dirinya berada ditempat yang cocok untuk menangis.
Tapi ketika menyangkut mengenai masalah seorang pria culun semasa SMA dan kakaknya, Jeremy Wisse, dada Vivian selalu terasa berat dan kadang tanpa sadar menangis.
Ketika ada yang menanyainya kenapa menangis, Vivian selalu mengelak dan mengatakan semua baik baik saja.
Di restoran ini juga Vivian menghilangkan sebuah gelang yang diberikan anak culun itu kepada Vivian.
Ketika Vivian berjalan menaiki tangga, dia tidak sengaja tergelincir hingga jatuh ke bawah tangga.
Kejadian itu membuat Vivian jatuh pingsan hingga dibawa ke rumah sakit. Setelah Vivian sadar, Vivian sudah tidak melihat gelang itu lagi ditangannya.
Entah itu terputus ketika jatuh, atau menghilang karena diambil orang.
*****
Setelah memesan Pizza, Vivian mengalihkan pandangannya kearah tangga, namun ada seseorang yang terlihat tidak asing bagi Vivian.
Dan benar saja, mata birunya, dagu berbalut rambut-rambut halus dan tatapannya yang tajam membuat pria itu mudah dikenali oleh siapapun, terlebih Vivian yang baru bertemu dengannya tadi pagi.
Namun Vivian masih belum yakin apakah itu benar-benar pria yang tadi pagi.
"Hei kak, kenapa kau melamun melihat pria itu? Oh tunggu dulu, apakah kau sedang memikirkan pria itu kak?" Jeasy tersenyum curiga kearah Vivian setelah melirik pria menawan itu.
"Tentu saja tidak!" Jawab Vivian dengan nada tegas seolah menegaskan bahwa dia tidak memikirkan pria itu, setidaknya Jeasy tidak perlu tahu kejadian pagi tadi.
"Oh astaga, aku tidak percaya. Apa kau tahu bahwa dia adalah penyanyi solo yang terkenal di kota ini, Morgan Collins. Astaga dia sangat menawan kak. Tapi siapa gadis yang duduk di depannya itu? Mereka terlihat akrab, dan kenapa tatapan mereka seolah-olah mengatakan bahwa mereka seperti sepasang kekasih. Kenapa mereka bersama? Kenapa harus dia dan bukan diriku?!" Jeasy melirik kearah Morgan dan seorang wanita bersamanya dari kejauhan.
Mereka sedang terlihat asik bercakap-cakap dan kadang tersenyum.
"Anak ini mulai lagi. Dia menjadi banyak bicara saat melihat pria tampan, sungguh menyedihkan," keluh Vivian menghela nafas.
"Oh ini dia Pizza kita." Tutup Jeasy dengan gembira dan mengalihkan pandangannya ke Pizza didepan mereka.
Vivian memandang pria itu dari tempatnya duduk dan merasa cukup yakin jika itu adalah pria yang tadi pagi membantunya.
"Mata birunya ... Apakah itu dia?"
"Jika itu benar dirinya, aku akan mendatanginya atau jika dia sadar lebih dulu, dia yang akan mendatangiku ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
syafridawati
aku mampir salinh dukung ya makasih
2021-08-01
0
Twitria
like mendarat thor :)
semangat trs yaa ✨
yuk kunjugi karyaku juga ..
2021-02-16
0
Clarisa
Second meet emang debestt 😍
2021-01-14
0