Seperti yang sudah Arga janjikan sabtu siang sekitar jam 2 dia datang ke rumah. Penampilannya sedikit berbeda tak ada lagi rambut gondrong yang ada kini rambut pendek khas pegawai kantoran, tapi tetap saja penampilannya terkesan cuek.
“Jadi masih sama Irene?”
“Masih dong, hehehe.” Aku melihat senyum bahagia menghiasi wajahnya.
“Irene tahan juga.”
“Hahaha… kepaksa kayanya, Key.”
“Kayanya, Ga, gak tega mau putusin kamu takut gak laku lagi.”
“Hahaha.”
Saat ini kami sedang duduk di teras depan sambil makan bakso malang yang lewat depan rumah.
“Letnan gak ke sini?”
Aku tersedak ketika Arga tiba-tiba bertanya tentang sang Letnan yang beberapa hari ini tak ada kabarnya itu.
“Waktu hari rabu ke sini, kok tahu dia suka ke sini?”
“Ya tahulah, kalau ke sinikan suka barengan, nebeng makan hehehe.”
“Hehehe dasar… pas dia datang aku kaget, Ga, kok dia bisa deket sama keluarga Kak Dimas? Kan mereka baru ketemu.”
“Mereka pernah bertemu sebelumnya.”
“Kapan?”
“Pas kamu pergi ke Jepang.”
“Oooh.”
Aku ingat hari itu Kak Dimas memang datang ke Bandung tapi dia gak sempat mengantarku ke bandara karena sudah terlanjur ada janji, sedangkan Teh Widy tetap di rumah karena Al tidur.
“Terus masa dia cuek aja, maksudku benar-benar kaya teman yang sudah lama gak ketemu gitu, ya kaya kamu gini.”
“Memang harusnya gimana? Kan kalian sekarang temenan, kalau teman ya kaya gitu.”
“Maksudku kok dia gak canggung gitu ketemu sama aku.”
“Hahaha, emang kamu canggung ketemu sama dia.”
“Ya iyalah, Ga, gila aja kalau enggak… secarakan dulu kita pernah…” aku tak bisa melanjutkan perkataanku, “Ya, kamu tahu sendirilah.”
“Dia juga pasti sama cuma tak mau saja ngelihatin di depan kamu, kalau dia lihatin dia canggung juga kalian berdua gak bakalan nyaman, seharusnya kamu bersyukur kalau dia biasa-biasa depan kamu jadikan kamu-nya juga nyaman dan kebawa biasa-biasa aja.”
“Iya sih.”
“Iyalah, makanya udah biasa saja sama dia… kasihan, dia kan sebenarnya gak salah-salah banget, tapi memang dianya saja terlalu baik jadinya ya gitu deh dimanfaatin orang-orang egois macam mereka itu.”
“Iya sih, tapi tetap saja aku sedikit kecewa sama dia, Ga, karena mentingin kebahagian orang lain daripada kepentinganku.”
“Yah wajar kecewa, tapi ingat bukan cuma kamu yang menderita, Key, dia juga sama menderitanya, terus jangan lama-lama keselnya tar kamu yang nyesel juga sudah galak-galak sama dia.”
“Hehehe… tapi tahu gak, Ga, dia santai banget pas aku cerita tentang Rey.”
“Rey? Siapa?”
“Aku belum cerita ya?”
“Belum.”
“Rey itu cowok yang lagi deket sama aku sekarang.”
“Pacaran?”
“Hmmm… iya kali.”
“Kok ragu?”
“Dia pernah bilang sayang sama aku, tapi aku gak jawab.. aku cuma senyum aja, tapi dia pernah nanya mau gak jadi pacarnya dia?”
“Kamu jawab apa?”
“Aku bilang aku tak percaya lagi cinta, terus dia bilang kalau dia akan membuatku kembali memercayai cinta asal diberi kesempatan.”
“Kamu kasih kesempatan itu?”
“Dia baik, Ga, dia memerlakukanku seolah aku ini prioritas utama dalam hidupnya.”
“Jadi kamu kasih dia kesempatan?”
Aku terdiam kemudian mengangguk menjawab itu, “Aku memberinya kesempatan untuk membuatku percaya akan cinta, tapi rupanya itu dianggap kalau aku bersedia menjadi pacarnya.”
Arga terdiam terlihat berpikir kemudian mengangguk mengerti, “Jadi dia menganggap kalau kalian sudah berpacaran?”
“Iya… dia baik, Ga, dia suka ngasih bunga, coklat sama hadiah-hadiah lain juga, aku dikenalin juga sama teman-temannya.”
“Terus kamu suka, dia kasih hadiah-hadiah kaya gitu? Kenapa kamu gak kasih penjelasan yang tegas tentang status kalian?”
“Karena aku ingin membuktikan pada diri sendiri kalau aku masih bisa mencintai pria lain selain… dia, dan aku ingin membuktikan kalau aku bisa bahagia dengan pria lain.”
Arga menatapku beberapa saat terlihat berpikir kemudian membuang napas berat.
“Kenapa?”
“Dan apa itu berhasil? Maksudku kamu sekarang bahagia dengannya?”
Aku terdiam berpikir kemudian mengangguk, “Aku menyukai perhatian-perhatian yang dia berikan padaku, dan ku harap perlahan aku bisa mencintainya seperti dia mencintaiku.”
Arga kembali terdiam menatapku sebelum akhirnya bertanya.
“Jadi kamu cerita sama Letnan soal cowok itu?”
“Iya, tapi masa, Ga, dia cuek saja.”
“Terus harusnya gimana?”
“Ya gimana kek, kaget kek atau apa gitu.”
“Cemburu maksudnya?”
“Ya engga cemburu juga, tapi ya gimana ya, maksudnya bereaksi apa kek, ini mah cuek saja makan.”
“Hahaha… kamu mau dia cemburu? Jangan jadi temannya kalau gitu, pacaran saja pasti dia bakalan ngamuk-ngamuk.”
“Iiih! Apaan sih, Ga, yang kemarin saja masih belum sembuh kali sakit hatinya.”
“Hahaha… kamu cerita juga kalau dia suka ngasih hadiah-hadiah?”
“Engga-lah… aku cuma bilang kalau aku punya pacar di Jepang, terus dia nanya baik gak? Aku bilang baik, dia nanya lagi sayang sama kamu? Aku bilang sayang, terus nanya lagi kamu bahagia gak? Aku bilang bahagia, ya udah gitu aja, kata dia yang penting aku bahagia.”
Arga tersenyum mendengarku, “Terus?”
“Ya udah, dia main gitar lagi.”
“Terus dari rabu itu dia belum ke sini lagi atau ngehubungin kamu?”
“Belum.” Aku membuang napas berat sambil menaruh mangkuk bakso di meja, “Dia bilang hari ini mau ke sini sudah janji sama Kak Dimas, tapi sampai sekarang belum datang juga.”
“Mungkin dia pulang dulu ke rumah, kenapa gak telpon aja tanyain.”
“Nhapain? Biarin saja kalau mau ke sini juga tar datang sendiri.”
Aku bisa melihat Arga menahan tawanya tapi aku tak peduli, aku hanya pura-pura tak melihatnya saja. Dan ternyata tebakannya benar sekitar jam 5 sang Letnan turun dari mobil Land Rover hitam miliknya.
“Dari tadi, Ga?”
“Iya, sudah kenyang ngebakso, sudah kenyang juga dengar yang curhat.”
“Curhat apaan?”
“Curhat katanya ada yang cuek deng… Aaww!!!”
Aku langsung menginjak kaki Arga sekuat tenaga dengan mata melotot menyuruhnya diam.
“Hahaha... tenang saja, Ga, kamu bukan satu-satunya yang pernah diinjak kaya gitu.”
Aku mentap sang Letnan yang masih tertawa melihat Arga kesakitan.
“Masuk dulu ya.” Sang Letnan mengacak-acak rambutku pelan seperti malam itu sambil berjalan masuk ke dalam meninggalkanku yang langsung memukuli Arga.
“Dasar bawel! Awas ya aku gak bakalan cerita-cerita lagi.”
“Kan tadi ngomongnya belum beres kamunya saja sudah GR duluan.”
“Emang tadi mau ngomong apaan? Pasti ngomong aku yang bilang dia cuek dengar aku punya cowokkan?!”
“Iiiih! GR siapa yang mau bilang gitu? Aku mau bilang ada yang cuek dengar kamu pulang sampai gak telpon apa lagi pulang ke rumah. Kan tadi kamu bilang Mas Juang belum telpon padahal tahu kamu sudah pulang.”
Aku tadi memang sempat bilang gitu ke Arga kalau Mas Juang yang lagi di Aceh sibuk banget sampai belum telpon.
“Beneran mau ngomong gitu?” aku menatap Arga galak.
“Iya beneran.”
Arga berdiri sambil mengibas-ngibaskan kakinya yang tadi ku injak.
“Sudah ah, mau jalan dulu.”
“Kemana?"
“Pacaran… jangan ikut!”
“Siapa yang mau ikut, malesin jadi kambing conge.”
“Ciee.. bilang saja ada dia makanya gak mau ikut.”
“Iiiih enggak! Aku gak ikut kan Kak Dimas mau pada pulang hari ini.”
“Alasan padahal mah bukan Kak Dimas tapi.. aww-aww ampun-ampun!”
Aku mencubit pinggang Arga kencang karena terus menggodaku dengan sang Letnan. Hah! Dia tak tahu apa kalau aku sama sang Letnan sudah benar-benar berakhir... case closed!!! Sekarang kami hanya teman… ingat cuma te-man!!!
Aku menemani Arga masuk ke rumah untuk pamit pulang tapi tak ku temukan Sang Letnan, Ayah maupun Kak Dimas di ruang keluarga.
“Dia di belakang,” kata Kak Wulan sambil tersenyum.
“Aku gak nyariin Mas Yudha kok!”
“Siapa yang bilang Yudha, Teteh kira Arga nyariin Kak Dimas mau pamitan.”
“Naah! Teh Wulan benar, Arga memang nyariin Kak Dimas gak tahu kalau Kekey.”
Aku langsung menatap Arga tajam yang hanya membuatnya tersenyum jahil penuh kemenangan.
“Salamin saja deh, Teh, sudah ditunggu soalnya.”
“Ya sudah, nanti Teteh salamin ya.”
Aku kembali masuk ke dalam setelah mengantar Arga pergi dan mereka sepertinya belum selesai bicara, entah apa yang mereka bicarakan tapi itu membuatku sedikit… hanya sedikit penasaran. Ingat, hanya sedikit penasaran!
Mereka baru selesai bicara pas adzan magrib, seperti biasa sang Letnan, Ayah dan Kak Dimas akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah dan kembali lagi untuk bersiap-siap pergi ke stasiun mengantar keluarga Kak Dimas. Yap! Kami berdua yang mengantar mereka menggunakan mobil sang Letnan, sedangkan Ayah dan Ibu hanya dadah-dadah di teras setelah sebelumnya peluk cium dan sedikit mellow khas orangtua.
****
*S**elamat makan siang semuanya*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
bener ga😄 emang ruwet ya cewek2 ini,aku merasa gitu juga soalnya...
ini keyza pengen temenan aja tp pengen dicemburuin juga aslinya🤭 itumah ujungnya ttm ya
2025-04-22
0
bunda endang
perlahan dam pasti cinta sang letnan pd keyza
2022-12-27
0
AS
teh Wulan..?
2022-07-02
1