Sepasang kaki kecil berjalan dengan mengendap-endap, cukup pelan agar tak menimbulkan suara. Di hadapannya berdiri sesosok wanita muda membelakanginya.
Wanita yang berjasa dalam hidupnya.
Rambut pendeknya di ikat seadanya di bantu sapu tangan yang di lipat segitiga untuk di jadikan bando dengan kedua ujung yang di ikat simpul. Baju longgar lengan panjang berwarna kuning pucat yang di gulung hingga siku, terhalang apron/celemek berwarna ungu lavender di bagian depannya. Ia juga mengenakan celana kulot gantung berwarna hijau botol di padukan dengan kaos kaki putih pendek beralaskan sandal rumah.
Wanita itu cukup serius mengerjakan pekerjaannya di dapur rumahnya yang sedang mencampur adonan kue di dalam wadah hingga tidak menyadari ada bocah tampan berusia 5 tahun sedang berjalan pelan tanpa suara mendekatinya.
"MAMA!"
Suara cempreng nan lucu khas anak kecil yang imut terdengar cukup lantang membuat wanita muda yang ternyata ibunya terkejut dan refleks berbalik untuk melihat siapa gerangan yang mengejutkannya dengan suara menggemaskannya itu.
"Astagaaa...! Noll, mama kaget tahu!" mengembuskan nafasnya seraya mengelus dada guna menetralkan keterkejutannya. Tapi, ia tetap tersenyum manis nan lembut begitu matanya menangkap makhluk kecil imut di depannya.
Dialah si 'Single Mama'.
Sherina Dalletra.
Tidak pernah dekat dengan laki-laki, tidak pernah punya pacar, tidak juga pernah terdengar di lamar. Tapi, dia sudah memiliki buah hati yang tampan.
Shienoll Dalletra.
Tentu membuatnya menerima begitu banyak caci-makian dan hinaan. Meski begitu bukan berarti tak ada yang masih memiliki hati untuk tidak berprasangka buruk tentangnya.
Bocah bernama Shienoll atau akrab dipanggil Noll untuk orang tersayang dan Shie untuk orang yang sekadar dekat, hanya menunjukkan cengiran lebarnya hingga deretan giginya yang sudah rapi terlihat jelas.
Bocah itu benar-benar menggemaskan. Tak heran mengapa Sherina tak kunjung jatuh cinta. Rasa itu sudah lebih dulu di jatuhkan sepenuhnya kepada sang putra.
Sherina berjongkok mensejajarkan dirinya dengan sang putra tercinta. "Kiss me." pinta Sherina sambil memajukan bibirnya minta di kecup. Dengan senang hati Shienoll melakukannya.
Cup.
"Morning ma!" sapanya dengan semangat pagi yang baik. Bocah itu sudah tampak segar.
"Morning too, dear!" balas Sherina senang. Ia kembali bangkit untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena ulah sang putra. Melihat putranya sudah rapi dan wangi ia bertanya.
"Mandi pagi lagi?" melirik si mungil tampan di sela-sela kegiatannya.
"Tentu. Mandi pagi itu sehat." jawab Shienoll antusias dengan logat anak kecil yang imut. Sherina terkekeh mendengarnya. Bocah itu masih mengamati sang ibu dari bawah.
"Tidak dingin?" tanya ibunya lagi. Shienoll yang mendengarnya malah memanyunkan bibirnya cemberut. Pasalnya pertanyaan seperti itu selalu ia dengar setiap pagi, entah apa yang membuat ibunya kehilangan topik untuk dibahas.
Sebenarnya ini sudah bukan kali pertama bocah itu mandi. Sherina selalu bangun pagi karena sudah menjadi kebiasaan sehingga kebiasaan itu tertular pada putranya, entah bagaimana. Mungkin turunan.
"Apa Mama tidak punya pertanyaan lain?" bocah itu balik bertanya dengan mode kesal yang justru membuat wanita muda itu tertawa renyah, gemas dibuatnya.
"Hahaha... Sekedar basa-basi, dear." jawab Sherina sekenanya. Sebenarnya ia hanya sengaja bertanya pertanyaan yang sama karena senang menggoda putra semata wayangnya.
"Dan basa-basi Mama membosankan. Aku jadi ragu kalau Mama itu pintar." perkataan Shienoll sukses meledakkan tawanya yang renyah tadi. Ia benar-benar di buat gemas.
"Baiklah-baiklah. Besok Mama ganti pertanyaannya." katanya dengan sisa tawanya. Shienoll mendengus kesal karena godaan sang ibu, meski begitu tak dapat di pungkiri ia bahagia sekali.
Kebahagiaan kecil yang tak ada duanya.
Mata beningnya memindai setiap sudut ruang di dapur tersebut seperti sedang mencari seuatu. Tak lama ia menemukannya dengan gesit di hampiri benda tersebut.
Greekk...
Tangan kecil itu menarik benda itu yang ternyata adalah sebuah kursi kayu untuk ia duduki dan bermaksud membantu sang ibu membuat kue untuk dijual. Kursi itu memang miliknya, di sediakan khusus untuknya di dapur itu bila ingin menjangkau sesuatu yang tinggi. Sherina tidak keberatan selama putranya bisa berhati-hati.
"Noll bantu ma." katanya yang sudah tampak bersiap dengan mata jernihnya yang menyapu segala yang tersedia di atas meja.
Bisa ia lihat ada begitu banyak alat dan bahan untuk membuat kue, hal itu bukanlah pemandangan baru bagi bocah 5 tahun itu. Setiap pagi-pagi buta ibunya akan di sibukkan dengan semua itu, karena itu juga ia jadi terbiasa bangun pagi dan berakhir membantu sang ibu membuat berbagai macam kue. Padahal Sherina sudah sering melarang tapi putranya itu selalu bisa membuatnya mengalah.
Sherina tersenyum. Mendorong sebuah loyang yang sudah terisi beberapa cetakan kue untuk dihias setelah tadinya di oven. Ia menyerahkan tugas menghias pada sang putra sekaligus mengasah kreativitasnya dalam berimajinasi.
"Hiaslah. Masih ada banyak. Nanti Noll yang percantik, okay?!" kata Sherina tanpa menghentikan aktivitasnya membentuk adonan kue lainnya yang sudah siap untuk di bentuk.
"Dengan senang hati, Ma." balas Noll riang, tangan-tangan mungilnya langsung bergerak aktif melakukan tugasnya.
Bocah itu memang putra Sherina. Lihatlah dengan cekatan ia mulai menuang segala ide uniknya untuk menghias kue-kue tersebut. Ia bocah yang mudah terfokus pada sesuatu yang sedang di kerjakan, persis seperti ibunya.
Sherina tersenyum hangat melihat hal itu. Membuatnya teringat saat dulu ia berjuang mati-matian untuk belajar hingga tak jarang mengabaikan segala hal yang terjadi di sekitarnya. Ia menggeleng setelahnya, itu masa lalu dan masa di mana ia juga kehilangan segala yang sudah disusun rapi tak seharusnya ia mengingat masa lalu yang hanya membuat luka lamanya kembali terbuka.
Ia kembali melirik Shienoll yang masih asik dengan kegiatannya. Kini senyum sendu terukir.
"Anakku yang malang. Tidak seharusnya ini terjadi padamu. Mama janji akan berusaha untuk dapatkan kebahagiaan itu agar selalu menyertaimu. Kau pantas bahagia, sayang!" -batinnya lirih.
Sherina melangkah mendekati putranya dari arah samping. Kedua tangannya yang sudah ia bersihkan terlebih dulu kini terulur merangkul dari samping tubuh kecil itu untuk mendekat padanya dan masuk dalam dekapan hangatnya yang sangat bocah itu sukai. Shienoll tersentak kecil dibuatnya. Kemudian sebuah kecupan penuh cinta di layangkan di puncak kepala sang anak.
Cup.
Sherina tersenyum hangat begitu Shienoll mendongak untuk melihatnya. Shienoll yang kaget hanya bisa menatap bingung. Bahkan pekerjaannya sampai terhenti sejenak dan mengalihkan fokusnya pada sang ibu. Dapat dilihatnya kedua mata wanita tercintanya menyorot sendu.
"Berbahagialah, sayang." seru Sherina lirih tersayat. Bocah itu hanya diam bukan berarti ia tidak mengerti, ia hanya menunggu kelanjutannya. "Kamu segalanya untuk Mama. Jantung kehidupan dan kebahagiaan Mama. Maaf sudah membuatmu seperti ini." lanjutnya tergugu tertahan, dadanya sesak menahan sakit yang selama ini ia tanggung sendiri. Matanya pun tak kuasa menahan bendungan luka yang menggenang, tapi ia juga tak ingin menangis di depan putranya.
Ini yang tidak bocah tampan itu sukai. Ibunya selalu bersedih tanpa bisa di prediksi kapan itu akan terjadi. Iapun harus menelan kebingungan sendiri karena tak tahu apa penyebabnya.
Sherina selalu mengatakan apapun yang pada akhirnya membuatnya bingung tanpa ingin menjelaskan. Kalaupun ditanya, Sherina hanya akan menjawab kalau Putranya belum cukup besar untuk mengetahuinya.
"Mama... berapa kali Noll harus bilang. Noll tidak mau kalau harus bahagia sendiri. Karena bagi Noll mama juga jantung kehidupan dan kebahagiaan Noll. Mama segalanya bagi Noll. Lebih dari segala-galanya" balas Shienoll lugas dengan di akhiri kecupan singkat di bibir sang ibu. Agar ibunya tenang.
Cup.
Cara itu berhasil.
Sherina sungguh bahagia rasanya. Putranya memang segala-galanya di hidupnya. Senyumnya, suaranya, belaian dari tangan kecil mungilnya, derap langkah dari kaki kecilnya, pengertiannya, sikapnya yang tampak dewasa dari usianya, juga kepintarannya yang cukup kentara selalu mampu membuatnya menitikkan air mata bahagia penuh haru.
Tak pernah sedikitpun ada perasaan sesal atau marah ketika Shienoll hadir pertama kali di hidupnya yaitu, di rahimnya saat masih berupa janin kecil yang belum berbentuk.
Justru kehadiran Shienoll merupakan anugerah terindah dari Tuhan untuknya di saat ia sedang mengalami masa-masa sulit penuh dengan tekanan mental dan batin. Meski cara hadirnya bukan dengan cara yang benar.
Tapi, ia bisa apa? Segalanya telah terjadi dan berakhir dengan luka. Namun, itulah yang disebut takdir.
Luka tetaplah luka. Hatinya sudah tidak dapat terobati lagi, hanya saja untuk saat ini ia tak ingin putranya tahu.
"Ululu... Siapa yang mengajarimu gombal sayang?" goda Sherina setelah dirasa hatinya menghangat berkat putranya.
"No, mama... Ini bukan gombal. Tapi, fakta." bocah tampan itu cemberut menanggapi godaan sang ibu untuk kesekian kalinya dan sialnya ia selalu kecolongan karena ibunya selalu bertindak tak terduga. "Seperti kata mama sebelumnya, kalau Noll adalah jantung kehidupan dan kebahagiaan mama yang artinya mama juga jantung kehidupan dan kebahagiaannya Noll. Dan itu bukan gombal Mama... Itu sungguhan!" kedua bola mata jernihnya menyelami kedua bola mata Sherina yang sudah berembun.
Bisa ia rasakan sesak yang di rasa Sherina di hatinya, sesak yang bukan menjurus kepada penyakit tapi sesak batin. Meski ia sendiri tak tahu apa yang menyebabkan batin Ibunya terasa sesak.
Shienoll langsung memelukan erat penuh perasaan tubuh mamanya. "Noll sayang mama. Noll tidak tahu apa yang membuat mama sering bersedih sampai menangis tiap kali kita cuma berdua. Tapi, Noll tahu itu berasal dari hati mama yang mungkin sedang sakit." pelukannya semakin mengerat, matanya ikut berkaca-kaca. Sungguh ibunya adalah kelemahannya.
"Noll cuma berharap, sakitnya bukan karena Noll. Noll tidak mau mama sakit karena Noll. Noll maunya mama bahagia karena Noll. Jangan sedih lagi, ma... Hiks!" mendengar penuturan sang putra juga isak tangisnya membuat Sherina merutuki kebodohannya yang masih belum bisa menenangkan hatinya yang terluka hingga ia lupa kalau putranya bukan bocah 5 tahun pada umumnya. Dia peka meski masih kecil. Dan sudah mampu memahami sedikit demi sedikit dunianya orang dewasa.
Mengelus punggung kecil itu dengan sayang. "Tidak. Noll tenang saja. Mama tidak akan pernah sakit karena Noll kalau Noll mau menjadi anak baik untuk Mama." mengurai pelukan haru di pagi hari, Sherina mengusap air mata yang mengalir di pipi chubby putranya di balas dengan hal yang sama oleh Shienoll.
"Maaf, karena Noll harus ikut merasakan apa yang Mama rasakan. Yang pasti sakitnya Mama bukan karena Noll. Mama justru selalu bahagia karena ada Noll. Anak Mama yang luar biasa ini." senyuman sejuta rasa terukir di bibirnya begitupun dengan senyuman Shienoll sebagai balasannya.
Sherina berusaha menekan rasa sesak di hatinya karena luka di masa lalu, tapi Shienoll yang justru ingin mengetahui penyebab ibunya tersakiti. Karena sesungguhnya, ia marah pada siapapun yang sudah membuat ibu tercintanya terluka.
"Noll janji, ma. Selamanya akan jadi jantung kehidupan dan kebahagiaannya Mama. Noll tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Mama. Mama cuma boleh bahagia dan Noll akan dapatkan itu untuk Mama." janji Shienoll dengan keyakinan penuh membuat Sherina terharu. Bocah itu benar-benar serius dengan kata-katanya.
Menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Iya, Mama tunggu Noll tepati janji itu. Tapi, sebelum itu Noll harus janji sama Mama kalau Noll juga akan mencari kebahagian Noll sendiri." terang Sherina. "Nak, tidak selamanya Mama akan selalu ada untuk Noll di kehidupan ini. Tidak selamanya juga Mama mampu memenuhi keinginan Noll, tapi Mama tetap berusaha untuk membuat hidup putra Mama ini tercukupi dalam segala hal. Karena Mama yakin Noll akan berumur panjang, jadi Noll juga harus tahu apa yang bisa buat Noll bahagia. Mama sudah pasti akan bahagia bila melihat Noll bahagia. Mengerti 'kan?" jelas Sherina lembut sembari menakup wajah Shienoll lembut. Shienoll mengangguk paham.
Cukup paham dan cukup mengerti membuat Shienoll tidak perlu bingung ataupun kesulitan menanggapi percakapan orang dewasa. Justru orang dewasa itulah yang harus berhati-hati bila ingin berbicara apalagi dihadapan Shienoll. Karena bagi Shienoll si jenius, tidak ada rahasia yang bisa di tutupi darinya.
Seperti yang selama ini ia amati dari sang ibu. Sherina selalu bersikap tenang namun tersirat sesuatu didalamnya yang membuat Shienoll meyakini bahwa ada hal yang ibunya tutupi darinya. Sesuatu yang besar dan tidak sepele.
Dia tak ingin bertanya karena ibunya sudah pasti takkan mau bicara. Baginya sesuatu yang disembunyikan ibunya berkaitan dengan dirinya. Kalau tidak, Sherina tidak akan menangis tiap kali mereka hanya berdua.
Tangis dalam diam yang begitu menyayat hati Shienoll.
Sejak saat itu ia bertekad mencari tahunya sendiri meski harus memerlukan waktu yang lama.
"Ya sudah. Sekarang bantu mama menyiapkan semuanya. Sebentar lagi tokonya harus kita buka. Ok, boy?" seru Sherina menepis kegundahan hatinya dan menggantikannya dengan keceriaan. Ia lepaskan pelukannya dan kembali ketempatnya dengan semangat.
"Yes, Mama! Let's do it!" Shienoll ikut berseru dengan lantang penuh semangat mengikuti sang mama, bahkan sampai melompat kecil dengan mengangkatkan kedua tangannya ke udara.
Sherina sampai terbelalak kaget melihatnya dan refleks memegang erat putranya. Bagaimana tidak?! Shienoll berdiri diatas kursi yang tadi ia duduki kemudian berdiri melompat untuk mengekspresikan semangatnya.
Jantung orang tua mana yang tidak nyaris lepas karenanya. Bocah itu hanya menyengir bersalah.
Seorang wanita berjalan keluar dari bandara. Dengan tas punggung mengantung di belakangnya. Dia sudah tampak seperti seorang 'Back Packer'. Wanita itu berpenampilan tomboy namun tetap elegan dan masih terlihat sisi perempuannya.
Di bukanya kacamata hitam dengan gerakan kerennya membuat rambut panjang sepunggungnya yang curly sedikit bergoyang. Sebelah tangannya yang lain tengah memainkan ponsel canggihnya, tak lama setelahnya di bawa ponsel itu mendekati telinganya.
Ia sedang melakukan panggilan telpon.
"Halo, Mi! Nami sudah sampai."
"..."
"Iya, Mi. Semoga saja." katanya penuh harap.
"..."
"Haha... Iya, pasti. Lakukanlah yang Mami suka nanti. Eum... Dia masih terlalu sungkan." matanya berubah sendu.
"..."
"Iya, Mi. Terima kasih. Oke, Nami tutup dulu. Nanti di kabari lagi. Bye, Mi..."
Klik.
Di tutupnya sambungan telpon itu sembari menghentikan langkahnya. Wanita cantik itu pun mengangkat wajahnya tegak. Memandang lurus kedepan kemudian matanya terpejam sesaat dan sedikit menghela nafas pelan. Hatinya kembali terasa nyeri.
"Sudah cukup kau lari, Nana. Ini kota terakhir yang harus aku datangi untuk menemukanmu. Awas saja kalau kau tidak ada di sini." katanya kesal yang sebenarnya tersirat kerinduan luar biasa terhadap Sherina yang menghilang tanpa pesan. Tapi, juga sedih campur rindu yang sudah tak lagi terbendung.
Dialah si tomboy dari keluarga Jou.
Namika Jou.
Sayangnya pada Sherina membuatnya memiliki tekat untuk mencari sahabatnya yang ia ketahui memikul beban seorang diri dan sampai kini malah menghilang entah kemana.
Ia tahu kebenarannya, itulah mengapa ia pun memaklumi tindakan sahabatnya yang memilih menanggungnya sendiri.
Jujur saja, bagi Namika mengingat saat-saat Sherina jatuh kedalam kehancuran sudah mampu menyakiti hatinya. Ia merasa gagal sebagai sahabat untuk menjaga dan melindunginya, hingga sahabatnya harus menanggung beban yang begitu berat karena kesalahan orang lain yang tak punya hati.
"Untuk kesekian kalinya aku mengutukmu, brengs*k! Aku sampai tidak tahu lagi sudah sebanyak apa aku mengutukmu." geramnya dengan hati yang bergemuruh karena amarah, tangannya mengepal kuat seperti ingin memukul orang yang di maksud hingga mati.
"Kau tidak akan bahagia. Tidak akan pernah. Lihat saja!" yakinnya yang di tujukan kepada orang yang dengan tega menghancurkan hidup sahabatnya. Padahal jelas-jelas orang yang di maksud tidak ada di sana.
Kemudian ia berjalan untuk melanjutkan tujuannya dalam mencari keberadaan sang sahabat tersayang dengan keponakan yang sudah ia rindukan.
Ya, Namika mengetahui hal itu begitupun keluarga Jou. Memikirkan bagaimana Sherina melewati semuanya sendiri sungguh perasaan salut dan kagum terasa, tapi kesedihan dan iba juga hadir disana.
Bagaimana tidak?! Bukan perkara mudah ketika hidup yang sebelumnya tenang tiba-tiba berubah drastis ke dalam hidup yang penuh kesulitan terutama akan pandangan orang lain yang menjadi tekanan.
Tapi, Sherina mampu melewatinya.
Di tengah-tengah langkahnya, ponselnya kembali berdering. Dilihatnya siapa yang menelpon. Begitu tahu ia hanya mendengus jengkel seraya memutar bola matanya.
Segera di rejeck panggilan tersebut dengan kesal. Sambil mengumpat.
"Mati saja kau!"
ia kembali melangkah dan menghampiri salah satu taksi yang tersedia dari sekian banyak.
"Pak, taksi..." menyapa dengan gaya tomboy nya. Supir taksi yang di sapa segera menghampiri rejeki yang datang.
"Ya, nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya supir taksi itu ramah.
"Tolong, antarkan saya ke hotel ini." sambil memperlihatkan sebuah alamat yang tertera di layar ponselnya.
"Baik, nona! Silahkan masuk." sang supir segera masuk kedalam mobilnya begitupun Namika. Setelah siap, mobil taksi tersebut di nyalakan dan langsung melaju ketempat tujuan.
Sesaat setelah itu sebuah pesan masuk muncul. Dilihat siapa pengirimnya, dengan menghela nafas berat ia membuka pesan itu.
"Honey, kenapa di rejeck telpon ku... Apa aku sudah berbuat salah? Aku bingung kau tahu... Tolong jangan begini... Kau membuatku serba salah, di tambah kau yang tidak ingin terbuka. Bagaimana aku bisa tahu dan mengerti tentang yang apa yang terjadi?! Kau pergi begitu saja, membuatku berpikir yang tidak-tidak." -isi pesan tersebut.
Namika jengkel di buatnya meski tidak dapat disangkal kalau ia senang dengan perhatian kecil itu sampai-sampai ia tersenyum geli, dengan kesal campur senang ia membalas. Sabar, itu yang ia lakukan sekarang ini.
"Tidak. Tidak ada masalah apapun di antara kita. Aku hanya tidak ingin di ganggu untuk beberapa hari kedepan. Kau tak perlu bertanya apapun. Nanti aku sendiri yang akan jelaskan. Kau mengerti?!" -isi pesan balasan dari Namika.
Send.
Usai pesan itu terkirim, ia langsung menonaktifkan ponsel-nya. Ia tak ingin di ganggu selama ia melakukan pencarian atas sahabatnya.
Hatinya benar-benar kacau. Persahabatan dan percintaan sungguh masalah yang pelik. Dan sialnya itulah yang kini melandanya.
"Hati sialan. Kenapa harus jatuh cinta dengan teman pria brengs*k itu. Seperti tidak ada kaum adam yang lain saja." -batinnya mengumpat dan menggerutu kesal.
"Sorry, Honey. Persahabatanku lebih penting. Aku tidak tahu seberapa penting sebuah persahabatan untukmu. Jika nantinya kau membela sahabatmu sedemikian rupa, aku pun bisa. Lagipula, cinta kita baru bersemi setelah semua kekacauan yang si kepar*t itu lakukan terjadi. Jadi, tidak ada alasan bagiku mengutamakanmu. Oke, fix. Mari selesaikan yang harus di selesaikan terlebih dulu." terangnya sendiri sambil melihat keluar jendela menatap hiruk-pikuk kota kecil yang ia kunjungi.
"Sherina, i'm coming!"
***Visual Cast...
Shienoll Dalletra.
Sherina Dalletra***
*Namika Jou.
sumber gambar dari pinterest*.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Desilia Chisfia Lina
ih sosweet noll🥰🥰🥰
2022-06-26
1
Cahaya Cita
the best deh
2021-07-05
1
mcqueen
aku suka banget dgn prinsip pertemanan nya nami
2021-03-02
3