Happy Reading ❤
Amrita sedang duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. Tiba-tiba terdengar bunyi dari dalam perutnya yang menandakan bahwa ia sedang lapar. Amrita menghela napas dengan kasar.
"Aku lebih baik tidur, uangku sudah habis untuk membayar biaya grab ke sini" batin Amrita. Ia membaringkan tubuhnya, lalu memejamkan mata indahnya. Waktu sudah menunjukan pukul 22:00. Namun, Amrita masih gelisa di sofa. Segala macam gaya tidur sudah ia coba. Namun, ia masih tetap tidak bisa tidur.
Aziz yang sedari tadi memperhatikan Amrita dibuat bingung. "Ada apa dengannya? Apa dia tidak nyaman?" batin Aziz. Aziz pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Amrita, kamu kenapa?" tanya Aziz dengan pelan. Suara lembutnya membuat Amrita menghentikan kegiatannya yang tidak berfaedah.
"Aku sangat lapar dan uangku sudah habis" kata Amrita dengan memasang raut wajah sedih.
"Semoga Om berbaik hati membelikan aku makanan" batin Amrita penuh harap.
"Pakai saja uang yang tadi" balas Aziz dengan santai.
Amrita menghela napas panjang. "Kalau aku tahu uang itu untuk aku, sudah aku pakai belanja dari tadi" ujar Amrita dengan kesal. Usahanya memasang raut wajah sedih tidak mampan bagi Dokter Aziz.
Aziz hanya bisa menggeleng kepala mendengar apa yang baru saja dikatakan Amrita. "Uang itu memang untuk kamu, itu dari ibuku"
Amrita tak menggubris perkataaan Dokter Aziz. Ia sibuk memegang perutnya yang selalu keroncongan. "Aku tahu uang ini untuk aku. Fakri sudah membalas pesanku, hanya saja.. aku tidak mau ambil tanpa mengerjakan apa-apa. Aku tidak mau ambil uang sebanyak ini tanpa membuang keringat" ujar Amrita.
"Membuang keringat? Maksudnya" tanya Aziz. Ia mencoba membuang pikiran kotornya.
"Iya. Apa Om tidak paham!!" gerutu Amrita. "Cuci piring, memasak, menyapu, menyetrika, bekerja di kantor pun pasti meneteskan keringat" lanjutnya.
Aziz menghela napas legah. "Syukurlah, aku kira kamu wanita----" Aziz tak melanjutkan kalimatnya saat Amrita menatapnya tajam.
"Aku tidak bermaksud begitu" kata Dokter Aziz.
"Lupakan saja" balas Amrita. Ia kembali mencari tempat ternyaman. Tiba-tiba ponselnya berdering, membuat Amrita semakin kesal. Dengan kesal, Amrita menjawab panggilan telepon lalu menghujat orang yang menghubunginya.
"Maaf, apa benar ini dengan mbak Amrita?" tanya seorang pria dari balik telepon.
"Iya benar. Bapa siapa ya?" Amrita balik bertanya.
"Saya dari gofood mbak, saya sudah berada di depan Rumah Sakit Unhas sekarang. Di depan UGD" kata Pa gofood.
"Mungkin Bapa salah orang. Aku tidak memesan makanan di grab" ujar Amrita. Ia bertengkar dengan Bapa gofood. Hampir 15 menit mereka beradu mulut, Amrita pun menyerah dan turun mengahampiri Bapa gofood.
"Berapa tagihannya?" tanya Amrita.
"Sudah dibayar pakai OVO" balas Bapa gofood.
Amrita mengepal tangannya. "Kenapa dari tadi tidak bilang sih Pa..." Amrita terlihat geram. Ia berbalik dan berjalan menelusuri lorong rumah sakit. Sepanjang jalan, ia terus mengumpat hingga masuk ke dalam ruang rawat Dokter Aziz.
"Sekarang kamu makan, setelah itu tidur" titah Dokter Aziz.
Amrita meletakan makanan di atas nakas. "Aku tidak merasa memesan makanan ini, bagaimana mungkin aku memakannya" balas Amrita lalu kembali berbaring di sofa.
"Aku yang memesannya, aku minta nomormu pada Fakri. Makanlah, setelah itu tidur" ujar Aziz dengan santai.
"Kenapa Om tidak memberitahu sejak tadi..." gerutu Amrita. Ia beranjak dari duduknya, mengambil tempat di kursi yang berada di samping tempat tidur. "Aku lapar sekali" gumamnya sembari membuka satu bungkus nasi dan satu bungkus sate ayam.
"Amrita, aku juga lapar" kata Dokter Aziz, ia memasanga raut wajah sedih.
"Karena Om sudah membelikanku makanan, maka kita berdua akan berbagi" ujar Amrita. "Om" panggil Amrita sembari menyodorkan satu sendok nasi yang sudah tercampur sate.
"Om, sendoknya hanya satu. Jadi Om makan duluan, setelah selesai baru aku makan" kata Amrita.
"Apa kamu jijik padaku?" tanya Aziz.
Amrita menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak jijik"
"Satu suap untuk kamu dan satu suap untuk aku" jelas Aziz. Amrita pun mengikuti perkataan Dokter Aziz sampai sate ayam habis tak tersisa.
"Amrita" panggil Dokter Aziz saat melihat nasi di samping bibir Amrita. Padangan Dokter Aziz terfokus pada bibir Amrita yang bentuknya tipis. Entah setan apa yang menghasut Dokter Aziz hingga ia menarik tangan Amrita lalu mencium bibir Amrita.
Plak... satu tamparan mengenai pipi Dokter Aziz. "Apa Om sudah gila...! Om sudah mengambil ciuman pertamaku!" bentak Amrita. Wajahnya memerah menahan amarah.
"Maafkan aku Amrita. A-aku.. aku tidak bermaksud melecehkanmu. Aku akan bertanggung jawab, aku akan menikahimu" kata Dokter Aziz dengan bersungguh-sungguh.
"Tidak perlu, aku tidak mau menikah dengan pria yang suka cium perempuan tanpa izin" balas Amrita, ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan mulutnya. Selang 2 menit, Amrita ke luar dari kamar mandi tanpa melihat ke arah Dokter Aziz.
"Semoga saja aku tidak mimpi buruk malam ini" gumam Amrita, ia pun memejamkan matanya.
Aziz mematikan lampu kamar. Ia berdecak kesal saat menyadari tempat tidurnya masih dengan posisi siang tadi, ia pun kembali menyalakan lampu. Saat ia hendak memanggil Amrita, ia melihat Amrita sudah hanyut dalam mimpi yang indah. Dengan malas, Aziz menekan tombol yang ada dibagian kepala tempat tidur. Tak menunggu waktu lama, seorang perawat datang lalu mengatur tempat tidur, membawanya dalam posisi semula.
"Saya permisi dulu Dok" kata perawat tersebut lalu ke luar dari dalam.
Aziz merebahkan tubuhnya. Ia kembali teringat kejadian beberapa puluh menit yang lalu. "Ciuman pertama. Jadi dia tidak pernah melakukannya dengan pria lain"
Pukul 04:00, Amrita mengerjap. Ia membuka matanya, rasa takut menghampirinya saat ia melihat lampu kamar terlihat samar-samar. Dengan segera, Amrita kembali tidur. Ia memeluk erat kedua lututnya.
Pagi hari
Tante Eka sedang berdiri di depan jendela rumah sakit. Tak lama kemudian Tante Eka menggeser kain horden membiarkan sinar cahaya pagi menembus kaca jendela.
Amrita mengerjap saat sinar pagi mengenai wajanya. "Bagaimana mungkin aku di sini" gumam Amrita tak percaya. Kini ia berada di atas hospital bed. Amrita menatap Dokter Aziz. "Om" panggil Amrita.
Amrita menggoyang lengan Dokter Aziz saat Dokter Aziz tak menggubris panggilannya. "Aku mau menikah dengan Om" bisik Amrita.
Aziz menyungingkan senyum. "Siapa yang melamarmu" tanya Dokter Aziz. Ekpresi wajahnya kembali datar.
"Tapi semalam Om berkata akan bertanggung jawab" ujar Amrita menunduk. Ia berharap Dokter Aziz masih mengingat perkataannya.
"Benar, dan kamu menolakku" balas Aziz.
Amrita diam membisu, tiba-tiba air matanya menetes. "Senakal nakalnya aku, aku tidak pernah tidur seranjang dengan laki-laki" gumamnya sembari menyeka air matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
OMG hanyankarena satu ciuman??!!😂😂
2023-03-20
1
Ary Prasetyo
unik nih. gofood tapi pake ovo. untung cuma novel
2021-08-10
0
Erma Wahyuni
aziz suka anak kecil🤣🤣nikahin amrita aja aziz
2021-05-21
2