"Siapa namamu?" tanya Aziz pada Amrita. Amrita tak menjawab bahkan dia tidak menatap Dokter Aziz. Amrita justru membenturkan kepalanya di bibir tempat tidur rumah sakit.
"Kenapa hidupku sial begini. Aku menolongnya dan dia malah mengancam masa depanku" gumam Amrita dengan pelan, membuat Aziz tersenyum saat mendengarnya.
Tiba-tiba, seorang Dokter dan dua perawat datang menghampiri Dokter Aziz. Mereka memindahkan Dokter Aziz di ruang VVIP. Sesampainya di dalam ruangan VVIP, Amrita duduk di sofa dan hanya menatap kedua perawat serta Dokter yang tengah memeriksa keadaan Dokter Aziz.
"Apa anda istrinya?" tanya Dokter Hendri, Dokter yang menangani Dokter Aziz.
"Apa aku terlihat tua, Dok? Aku masih sekolah dan besok dengar hasil" Amrita memegang kedua pipinya lalu mengambil ponselnya. Ia menatap wajahnya lewat camera ponsel.
"Maafkan saya. Saya tidak tahu kalau kamu masih sekolah" kata Dokter Hendri dengan senyum.
"Tidak apa-apa, Dok. Lain kali jangan diulang lagi" kata Amrita dengan senyum manisnya.
"Dok," panggil Amrita saat Dokter Hendri hendak ke luar. "Semoga kita bisa bertemu lagi" lanjutnya sembari mengedipkan sebelah matanya.
Aziz membulatkan mata memperjelas penglihatannya. "Apa kamu tidak punya malu, kamu baru mengenalnya tapi sudah main mata padanya" ujar Dokter Aziz tak percaya.
Hendri terkekeh. "Datanglah di rumah sakit dan kamu akan terus melihatku" balas Dokter Hendri. Ia membalas senyuman Amrita lalu ke luar dari dalam ruangan. Di dalam ruangan tinggalah Amrita dan Dokter Aziz.
"Om, kenapa kita harus pindah di ruangan ini? Bukankah bayarannya mahal. Apa Om punya uang untuk membayar biaya rumah sakit? Aku yakin, mobil yang semalam Om kendarai adalah mobil rental" tuding Amrita, ia duduk di samping Dokter Aziz.
"Apa dia pikir aku akan memintanya untuk membayar tagihan rumah sakit" batin Dokter Aziz.
"Ahhaa... aku punya ide" kata Amrita dengan girang. Dokter Aziz menoleh menautkan kedua alisnya. "Bagaimana kalau nanti malam kita ke luar dari rumah sakit. Om bisa tidur di kosanku dan nanti aku tidur ditetangga kamar" jelas Amrita mendekat menatap wajah Dokter Aziz.
"Jangan berpikiran yang aneh-aneh" balas Aziz. Ia memilih memejamkan matanya dibandingkan mendengar rencana gila Amrita.
"Om, bagaimana? Aku tidak punya uang. Aku yakin, Om pasti akan memintaku membayar biaya rumah sakit!" gerutu Amrita saat Aziz tak kunjung membuka matanya.
Cek-lek... suara pintu terbuka. Amrita menoleh, ia melihat seorang wanita paruh baya yang elegan hendak melangkah masuk. Dibelakangnya ada seorang pria yang Amrita kenal.
"Pak Sofyan" Amrita membulatkan mata. Begitupun dengan Pak Sofyan. Pria paruh baya itu tidak menyangkah akan bertemu siswinya di rumah sakit.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Pak Sofyan.
"A--aku---" Amrita terlihat gugup dan takut.
"Papa, jangan menakutinya. Dia pasti gadis yang menolong anak kita" kata Tante Eka. Istri Pak Sofyan.
"Apa benar apa yang dikatakan istri saya?" tanya Pak Sofyan dengan dingin.
"I-iya, Pak" balas Amrita menunduk.
Pak Sofyan mendekati Amrita lalu memegang kedua bahu Amrita, membuat tubuh Amrita gemetar. "Terima kasih karena kamu sudah menyelamatkan anak saya" kata Pak Sofyan dengan suara halusnya lalu menjauhkan tangannya dari bahu Amrita.
"Apa aku mimpi? Tapi bagaimana mungkin" gumam Amrita. Ia mencubit pipinya. "Awww... sakit sekali!" gerutunya.
"Hahahahahaha. Kamu lucu sekali" ujar Tante Eka disertai tawa. "Apa suami saya terlalu kejam padamu hingga kamu begitu takut padanya?" tanyanya.
"Tidak Tante, Pak Sofyan sangat baik" balas Amrita dengan senyum.
"Ibu, aku lapar. Minta wanita itu untuk membelikan aku nasi padang" ujar Aziz.
"Dasar manja!!" umpat Amrita di dalam hatinya.
Tante Eka membuka tasnya lalu mengambil uang 100 ribu. "Siapa namamu?" tanya Tante Eka sembari menyerahkan uang pada Amrita.
"Amrita, Tante" balas Amrita dengan ramah.
Tante Eka tersenyum. "Minta tolong belikan nasi padang dua bungkus dan kamu beli apa yang kamu mau beli" kata Tante Eka.
Amrita mengangguk ke luar mencari rumah makan. Ia berjalan menelusuri lorong rumah sakit Unhas. Rumah makan sangat jauh, dengan terpaksa Amrita berjalan sampai di depan jalan raya. Ia menyebrang lalu mencari rumah makan nasi padang. Amrita berhenti di depan Restoran sederhana masakan padang. Ia memesan dua bungkus nasi padang lalu duduk di kursi yang ada di dalam rumah makan.
"Pantas saja Om itu mengancamku, ternyata dia anak Pak Sofyan. Dan sepertinya aku pernah melihat Om itu. Tapi di mana?" gumam Amrita, ia mengingat di mana ia bertemu dengan pria yang ia panggil "Om".
"Ahhaa... aku ingat. Om itu yang duduk di sampingku kemarin. Ya ampun... baru juga kemarin dan aku sudah melupakannya" gumamnya sembari memukul kepala pelan.
"Ini pesanannya, 24 ribu semuanya" kata pegawai restoran sembari menyerahkan bungkusan nasi padang yang berada di dalam kantong plasik.
Amrita menyerahkan selembar uang merah kemudian menunggu kembalian. Selang beberapa detik, pegawai restoran yang tadi datang menyerahkan uang kembalian pada Amrita. Amrita beranjak dari kursi lalu menyebrang jalan menuju rumah sakit. Hampir 10 menit, ia pun sampai di depan ruangan VVIP.
Amrita membuka pintu, ia melihat Tante Eka sedang duduk disebelah kanan tempat tidur sedangkan Pak Sofyan dibagian kiri. Amrita melangkah masuk ke dalam. Ia melihat Fakri sedang duduk di sofa. Amrita meletakan bungkusan nasi padang di atas nakas.
"Tante, ini kembaliannya" kata Amrita sambil menyerahkan kembalian uang belanja nasi padang.
"Ambil saja Amrita, kamu gunakan uang ini untuk bayar gojek atau grab saat kamu pulang ke rumah nanti" kata Tante Eka.
"Tidak perlu Tante, aku masih punya uang untuk bayar grab" ujar Amrita. Dengan terpaksa, tante Eka mengambil uang kembalian dari tangan Amrita. Amrita tersenyum, menghampiri Fakri yang tengah berbaring di sofa.
"Fakri, kamu di sini juga" bisik Amrita.
Fakri bangun lalu duduk di samping Amrita. "Iya Amrita. Sebenarnya Pak Sofyan adalah Papa aku" jelas Fakri dengan pelan.
"Apa...!" Amrita membulatkan matanya dengan mulut terbuka. Pak Sofyan, Tante Eka maupun Aziz menatap Amrita dengan penuh tanya.
"Maafkan aku, aku sedikit terkejut" kata Amrita. Ia tersipu malu saat mendapatkan tatapan dari Tante Eka dan Pak Sofyan.
"Jangan bilang kamu selalu melapor pada Papa kamu saat kami menjelek jelekannya" tanya Amrita menyelidik menatap Fakri dengan intens.
"Amrita, Fakri selalu bercerita tentang kamu yang ingin memukul botak saya, menelan saya hidup-hidup dan bahkan ia berkata, kamu akan memberi pelajaran pada saya" ujar Pak Sofyan yang sedari tadi memperhatikan Fakri dan Amrita.
Amrita menelan salivanya dengan susah payah sedangkan Tante Eka dan Aziz tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun sayang, sebegitu bencinya kamu sama suami Tante" Tante Eka hanya menggelengkan kepala.
" Ma--aafkan aku Pak" ujar Amrita dengan gugup.
"Pak Sofyan, Tante Sofyan, aku pamit pulang. Banyak cucian di kos" pamit Amrita. Ia memilih pulang daripada berlama-lama dengan Pak Sofyan.
"Amrita" panggil Pak Sofyan.
Amrita menoleh menatap Pak Sofyan. "Ingat! Istriku namanya Eka, bukan Ibu Sofyan" kata Pak Sofyan yang disambut tawa oleh Tante Eka, Aziz dan Fakri.
JANGAN LUPA LIKE, SHARE, VOTE SERTA KRITIK DAN SARAN 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Adita Maharani
ceritanya bagus..aq suka
2022-08-25
0
Elizabeth Zulfa
mau Bu Eka / ibu Sofyan itu sama aja Bambang...
toh dia tetap istrimu kn..
2022-05-10
0
Siti Latifah
murah banget ya 2 nasi padang cuma 24 rebu😂
2022-03-01
0