Tidak terasa kehamilanku menginjak usia 7 bulan, tentu saja saat-saat menegangkan buatku menunggu kelahiran sang calon bayi yang sangat aku idam-idamkan.
Saat akan tidur sekitar pukul 21.00 Malam.
Aku mengobrol dengan suamiku....
"Mas aku tinggal sama ibu saja ya," pintaku pada suamiku.
"Kenapa Dik?" tanya suamiku sembari memandangku dengan mesra.
"Biar aku ada yang jaga Mas, aku takut kontraksi saat kamu lagi kerja Mas," jawabku sembari menatap suamiku.
"Iya sudah Dik," ucap suamiku dengan tegas.
"Tapi kamu jenguk aku ya Mas," pintaku.
"Iya, seminggu tiga kali aku jenguk kamu Dik," ucap suamiku.
Keesokan harinya....
Sekitar pukul 07.00 Pagi, aku pulang ke rumah orang tuaku di antar oleh suamiku, aku lakukan ini demi menghindari bertemu dengan mas Teguh, aku ingin melupakannya.
Di rumah orang tuaku aku memulai Kehidupan baru, tanpa adanya nama mas Teguh di dalam kehidupanku.
Jarak kontrakan ku dengan rumah orang tuaku lumayan jauh sekitar 40 Kilometer, jadi suamiku masih tetap tinggal di kontrakan, karena tempat kerjanya dekat dengan kontrakan kami, hanya satu minggu tiga kali suamiku melihat keadaanku di rumah orang tuaku.
Tapi jika aku menghubungi dia untuk pergi periksa kandunganku, suamiku langsung datang, memang suami yang SIAGA, siap antar dan jaga.
Di usia kehamilanku yang ke 7 bulan ini, ada kabar buruk sekaligus membahagiakan buatku.
Pada hari Sabtu, saat suamiku pulang dari kerja, suamiku menyampaikan kabar itu kepadaku saat kami makan malam.
"Dik, aku mau bicara," ucap suamiku dengan suara datar.
Tampangnya begitu serius, aku jadi penasaran, apa yang akan di bicarakan suamiku, aku khawatir jika hubunganku dengan mas Teguh di ketahui oleh suamiku.
"Bicara apa mas, serius sekali?" tanyaku penasaran.
"Begini Dik, aku di ajak teman kerja di luar kota," ucapnya seraya menatapku dengan sendu.
"Kerja apa mas?" tanyaku.
"Kata temanku proyek Dik, bagaimana menurut kamu?" tanya suamiku meminta pendapatku.
"Aku lagi hamil begini, masa mau di tinggal Mas?" jawabku dengan lirih.
"Iya aku ngerti Dik, tapi aku harus cari modal buat persalinan kamu, kita harus punya simpanan Dik, kalau mengandalkan hasil dari aku ngojek nggak cukup Dik," ujar suamiku menjelaskan.
"Iya Mas, berapa lama Mas?" tanyaku menatap wajah suamiku.
"Sampai proyek selesai Dik, tapi aku pasti pulang sebelum anak kita lahir," jawab suamiku dengan tegas.
"Iya Mas, kapan berangkat Mas?" tanyaku lagi.
"Besok Lusa Dik." ucap suamiku.
Berat rasanya hati ini melepas kepergian suamiku untuk merantau, tapi mau bagaimana lagi, kebutuhan ekonomi memaksaku melepas kepergian suamiku.
Dua hari kemudian...
Tiba hari dimana suamiku akan berangkat, Senin Pagi sekitar pukul 08.00 Pagi, suamiku menyiapkan barang-barangnya di dalam kamar, aku hanya duduk di atas tempat tidur melihatnya dengan wajah sedih.
"Jangan sedih Dik," ucap suamiku seraya menatapku.
"Iya Mas, hati-hati di sana ya Mas, jaga kesehatan, jangan lupa ibadahnya," pintaku, tidak terasa air mataku menetes membasahi pipiku.
"iya Dik, kamu juga jaga diri, jaga anak kita," kata suamiku sembari menghampiriku kemudian memelukku dengan erat.
Tepat pukul 09.00 Pagi, suamiku berangkat dari rumah menggunakan jasa transportasi online, kebetulan yang mengantar suamiku adalah bapak Riyan suami dari Ibu Lisa.
Ibu Lisa (25) dan Bapak Riyan (26) adalah tetanggaku.
Setelah suamiku berangkat....
Aku duduk di ruang tamu dengan perasaan sedih karena di tinggal suamiku, hari-hari ku kini aku jalani tanpa suamiku yang sudah berada jauh di perantauan, awalnya aku begitu kesepian, tapi seiring berjalannya waktu aku jadi terbiasa.
Sudah 2 Bulan berlalu aku di tinggal suamiku....
Tidak terasa kehamilanku menginjak usia 9 bulan, tentu saja saat-saat menegangkan buatku menunggu kelahiran sang calon bayi.
Dan tibalah hari di mana aku siap melahirkan bayiku ke dunia ini.
Sekitar pukul 05.00 Pagi. Di awali dengan ketika aku bangun tidur aku panik cairan ketubanku terus mengalir, langsung saja aku berteriak memanggil ibuku dan menghubungi bidan terdekat.
"Bu...." Aku memanggil ibuku dari dalam kamar, karena aku sangat panik cairan ketubanku terus mengalir.
Mendengar teriakan ku ibuku masuk ke dalam kamarku.
"Ada apa Nak?" tanya ibu sembari menghampiriku di dalam kamar.
"Bu Restu sepertinya mau melahirkan," ujar ku kepada ibuku.
Melihatku yang meringis kesakitan ibu ku panik dan segera membawa ku ke Bidan terdekat.
"Ayo Nak ke Bu Bidan," ucap ibuku.
Dengan naik becak aku pergi ke tempat praktek Bu Bidan yang tidak jauh dari rumahku.
Setelah sampai di tempat praktek Bu Bidan.
Sekitar pukul 08.00 Pagi, Bu Bidan mengatakan bahwa aku harus segera dilarikan ke Rumah sakit karena kondisiku yang harus segera diberi penanganan medis, karena air ketubanku hampir habis padahal aku baru saja pembukaan satu.
"Ini harus segera di bawa ke Rumah sakit," ujar Bu Bidan.
"Iya Bu," ucap ibuku dengan panik.
Aku pun segera di bawa ke Rumah sakit memakai mobil Bu Bidan.
Setibanya di Rumah sakit....
Aku langsung diberi tindakan medis yaitu diinduksi agar mempercepat proses kelahiran bayiku, namun setelah 5 jam berlalu aku gagal di pembukaan empat yang artinya tidak maju ke tahap pembukaan berikutnya, Dokter menyarankan agar aku segera dioperasi cesar,
"Harus di operasi ini Bu," ujar Dokter kepada ibuku.
Aku panik luar biasa tidak bisa membayangkan, jangankan dioperasi melihat jarum suntik pun aku ketakutan, tetapi aku hanya bisa berserah diri kepada Tuhan yang terpenting aku dan bayiku bisa selamat.
"Sabar ya Nak, ibu akan terus mendoakan kamu, supaya kamu dan bayi selamat," ujar ibuku sembari matanya berkaca-kaca menahan tangis.
"Iya Bu, Restu mau telepon mas Dadang," ucapku kepada ibuku yang berdiri di sampingku.
"Iya ini HP nya Nak," kata ibuku sembari memberikan HP kepadaku.
Aku pun menelepon suamiku...
Aku : Halo Mas.
Suamiku : Iya Dik, ada apa ?
Aku : Mas, aku mau melahirkan Sekarang ada di Rumah sakit, sudah pembukaan empat Mas, Kata Dokter harus di operasi.
Suamiku : Oh iya iya Dik, besok aku pulang, aku sekarang minta ijin sama Bos.
Aku : Kalau nggak di beri ijin nggak usah Mas.
Suamiku : Anakku lebih penting Dik.
Suamiku begitu panik mendengar kabar kalau aku akan melahirkan, suamiku langsung pulang hari itu juga.
Dan tibalah waktunya aku akan di operasi.
Saat tiba di meja operasi aku merasa sangat ketakutan karena aku hanya dibius setengah badan saja yang artinya aku bisa melihat proses operasi berlangsung.
Ditambah aku tidak boleh ditemani ibuku atau saat operasi berlangsung aku hanya bisa terkulai lemas dan hampir saja putus asa, takut nyawaku tidak bisa diselamatkan, tetapi semua rasa itu sirna.
Hari Senin tepat pukul 15.00 Sore, aku mendengar suara tangisan bayiku.
Lega dan bahagia sekali rasanya, tetapi aku tidak bisa melihat langsung bayiku karena perawat langsung membawa bayiku untuk segera diberi perawatan khusus.
Akhirnya perjuanganku berbuah manis operasi berjalan lancar kemudian aku dibawa keluar ruangan operasi disambut tangis haru ibuku.
Tidak lama kemudian suamiku datang, dia langsung masuk ke dalam ruang perawatan dan menghampiriku yang terkulai lemas di atas tempat tidur, sungguh suami yang siaga, bahkan dia langsung ke Rumah sakit untuk melihat keadaanku dan bayiku.
"Kapan datang Mas?" tanyaku melihat suamiku berdiri di sampingku.
"Ini aku baru nyampe langsung kesini Dik," ucap suamiku sembari menggenggam tanganku dengan mesra.
"Dimana anak kita Dik?" tanya suamiku.
"Masih di bawa perawat Mas, karena masih perlu perawatan," jawabku.
Tidak lama kemudian perawat membawa bayiku, syukurlah bayiku ternyata berjenis kelamin laki-laki,
betapa bahagianya suami dan ibuku melihat bayiku.
Tidak henti-hentinya aku mengucapkan syukur, sedih rasanya aku tidak bisa langsung menyusui bayiku karena aku masih kesulitan untuk bergerak dan tidak boleh bangun dari tempat tidur selama 12 jam.
Terpaksa bayiku diberi susu formula terlebih dahulu, setelah 12 jam berlalu aku masih saja kesulitan untuk menyusui karena aku masih kesakitan akibat dari operasi dan belum bisa menggerakkan badanku.
Tetapi aku tidak pantang menyerah, aku terus berusaha bergerak sedikit demi sedikit dan menyusui bayiku meskipun harus selalu dibantu suami atau ibuku.
Bahagia sekali rasanya saat pertama kali menyusui bayiku tidak bosan aku terus memandangi wajah bayiku seolah tak percaya bahwa dia telah lahir.
Aku dan suamiku sepakat memberi nama anakku "Tegar,"
BERSAMBUNG KE EPISODE 6
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Salsa Bela
ku menangis
2020-12-01
0