Bruk
Freya terduduk di lantai.
"Aww," Freya meringis memegangi bokongnya.
Uluran tangan itu membuat Freya mendongak ingin tau siapa yang ia tabrak.
Dan..
Alan.
"Bangun," ucapnya dingin.
Freya meraih tangan Alan. "Maaf, gak sengaja," Freya melangkah pergi tanpa ingin berurusan lebih lanjut dengan Alan.
Alan menatap kepergian Freya. 'Cantik, jutek, menarik. Aku suka,' dan ia akan mencoba meluluhkan hati cewek itu.
Bel istirahat sudah usai, saatnya memasuki kelas masing-masing.
Dua guru yang melangkah menyusuri koridor menuju kelas paling ujung terlebih dahulu untuk melakukan pemeriksaan.
11 Ipa satu yang akan menjadi target utama. Saat pak Hadi dan bu Rumzah memasuki kelas, hening, serta ada yang rusuh sendiri dan bingung.
Bu Erna yang tadinya menjelaskan materi pun menunda sejenak.
"Bisa minta waktunya sebentar?" tanya bu Rumzah dengan wajah ramahnya. Tapi di balik itu bu Rumzah tak akan tinggal diam dengan siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah.
"Iya bu," jawab mereka kompak. Meskipun panas-dingin dengan pemeriksaan mendadak ini. Tak ada yang sempat menyembunyikan barang-barang pribadi di tempat yang aman atau menitipkan kepada warung belakang sekolah yang sudah di percayakan.
"Semuanya ke depan, biar saya dan pak Hadi akan memeriksa tas kalian," ujar bu Rumzah memberikan intruksi. Semuanya pun menurut. Pemeriksaan dimulai.
Haula menggenggam tangan Freya. "Frey, mending di suntik campak atau rubela deh daripada pemeriksaan mendadak gini," lirihnya berbisik.
Sedangkan Kylie dan Sherina menelusup ke belakang, menyembunyikan barang pribadinya seperti liptint, bedak, maskara, serta cat kuku.
"Gimana kalau kita masukin di kaos kaki aja?" Kylie si ide cemerlang dengan segala cara.
Sherina mengangguk setuju. "Boleh juga tuh ide lo. Yaudah, ayo,"
Sherina dan Kylie mulai memasukkan barang pribadinya itu di dalam kaos kaki. Jorok? Lebih baik tidak di rampas daripada membeli lagi. Tidak akan di kembalikan, malah di buang pinggiran sungai dekat sekolah.
Tatapan nanar, sedih, bercampur marah saat parfum, masker wajah, bedak, liptint, fondation, sisir, shampo, handbody dan masih banyak lagi sudah di angkut dengan teganya di dalam kardus mie instan berjumlah dua itu.
"Yah, punya gue! Itu masih baru lagi,"
"Astaga, masa iya gue beli lagi. Gak adil banget ah!"
"Halah, percuma ah gue bawa gituan. Sekalian aja isi tas jajan semua,"
Bu Rumzah tercengang saat melihat tas Freya.
"Apa tidak capek bawa buku sebanyak ini Freya?" tanya bu Rumzah mengeluarkan novel, kamus, dan buku pengetahuan lainnya selain pelajaran.
Freya menggeleng. "Gak kok bu. Udah biasa, lagian bawa buku juga gak bikin capek hati kan,"
"Setuju Frey!"
"Maknyus! Sindir halus!"
"The best banget lo Frey!"
Kaum baperan selalu melibatkan perasaan. Freya memang sangat di segani di kelasnya, selain pintar, baik hati dan ramah, Freya itu ratu quotes.
Bu Rumzah, pak Hadi dan bu Erna menggeleng heran.
"Sekarang, saya periksa sesuai absen bagi yang cewek ke saya dan cowok ke pak Hadi. Faham?" tanya bu Rumzah.
"Faham bu," seru mereka kompak.
Setelah satu jam itulah mereka terbebas dari pemeriksaan namun derita menghampirinya. Meskipun sudah di sembunyikan di saku, dasi atau pun topi tetap saja di rampas.
Beralih di kelas SEBIGA, heboh, serta sibuk menata barang-barang pribadi yang seharusnya tak di bawa entah itu make-up, hp, dan yang lainnya.
Andri sebagai pemimpin si penyembunyi barang handal, mereka percaya saja. Andri selalu di andalkan dan terpercaya.
Para cewek-cewek pun berebut meletakkan barang pribadinya.
"Eh gue duluan dong! Banyak nih!"
"Ngantri woy!" akhirnya Vera si cewek galak angkat suara. Akhirnya mereka mengantri.
Setelah selesai, Andri menutupi barang pribadi para cewek itu dengan buku paket milik kelas.
"Nah beres. Kalian balik deh, anteng. Jangan panik," tutur Andri memberikan wejangan. Para cewek di kelas itu hanya mengangguk patuh.
Antonio sebagai penjaga berada di ambang pintu memastikan keadaan. Hingga...
"Woy! Dateng orangnya!" seru Antonio heboh. Ia berlari menuju tempat duduknya.
Suara langkah sepatu itu memacu adrenalin hati SEBIGA saat pemeriksaan dadakan setiap satu bulan sekali ini.
Bu Rumzah memasuki kelas, lalu pak Hadi dengan wajah datarnya namun terkesan sangar di mata semua murid.
"Semuanya ke depan. Tas akan di periksa langsung oleh pak Hadi. Silahkan pak,"
Pak Hadi mengangguk. "Ayo semuanya ke depan," titahnya galak. Tak akan ada pergerakan sebelum di gertak. Siapa yang tidak takut dengan guru killer seperti pak Hadi? Tapi untungnya beliau hanya mengajar Matematika di kelas sepuluh.
Semuanya menurut, dengan hati jedag-jedug bin gugup, pemeriksaan pun dimulai. Pak Hadi memprioritaskan isi tas laki-laki.
Tepat saat pak Hadi berada di tas Andri, tangan guru killer itu menganggkat tinggi-tinggi sebuah pelicin rambut dan sisir.
Andri yang melihat itu pun lemas di tempat. "Astaga, kenapa gue bisa lupa sih," geramnya frustasi. Tirta tersenyum senang. "Makanya jangan sibukin diri ngurus cewek terus," cibir Tirta gemas.
Pak Hadi memasukkan pelicin rambut dan sisir itu ke dalam kardus mie instan.
"Niat ke sekolah apa mau kondangan? Ada aja yang bawa beginian," celetuk pak Hadi setelah menggeladah tas Andri.
"Biar tampil maksimal pak,"
"Ya dong, masa gak boleh sih perfecto gitu loh,"
"Cewek cowok di kelas ini sama aja. Ribet!" seru pak Hadi ngegas. Membuat celotehan cewek SEBIGA diam seribu bahasa.
Setelah pemeriksaan selesai, sekarang bu Rumzah memeriksa pakaian seragam bagi cewek-cewek. Yap, merabanya jika benda-benda yang tak seharusnya di bawa ke sekolah itu di kantongi dalam saku.
Gerutuan, protesan, serta sanggahan mengelak membuat bu Rumzah tak akan percaya begitu saja.
"Kalian ini, kalau mau aman ya gak usah bawa," nasehat bu Rumzah.
"Kalau gak bawa bedak, masa wajah kita kucel bu. Gak glowing bin seger gitu?" kali ini dari si cewek menor penyuka dandan.
"Dari rumah kan bisa. Tujuh lapis aja sekalian, di jamin gak luntur," saran bu Rumzah bijak.
"Yang ada ngehabisin bedak seminggu tuh bu,"
"Iya, sekarang serba mahal. Jadi apa-apa harus nabung dulu,"
"Dari uang jajan pula. Gak uang bulanan, miris-miris,"
Begitulah curhatan cewek-cewek 11 Ips tiga kepada bu Rumzah. Selalu dengan alasan yang sama.
"Gak perlu protes. Semua make-up, skincare, parfum, sisir, shampo, sabun, masker wajah, serum dan yang lainnya akan di buang tanpa perlu protes! Karena sebelumnya saya sudah mengingatkan agar tidak membawa barang-barang seperti itu di sekolah. Ingat! Kalian bersekolah itu belajar, bukan dandan atau kondangan dan buka salon dadakan!" tekan bu Rumzah ngegas. Menasehati sekaligus emosi, sudah tau peraturan masih berani melanggarnya. Resiko di tanggung sendiri.
"Emang tahu bulan dadakan ya?"
"Bulat dodol!"
"Di goreng limaratusan!"
"Gak pake ketan!"
"Ji ro lu pat mo nem pitu wolu. Tak gitak gitak. Asik, tak gitak!"
"Tarik sis. Semongko!"
Bu Rumzah, pak Hadi dan bu Erna melihat itu pun menggeleng heran. SEBIGA memang korban ambyar.
Andri memimpin joget. "Yok, tarik sis semongko. Ayo, sobat ambyar mana suaranya?"
Tak ada yang menyahut, namun satu celetukan dari Algi bak jangkrik itu meledek Andri.
"Krik, krik, krik, krik,"
"Tega lo!" seru Andri dramatis mengusap kedua matanya. "Hiks, tega!"
Dan Tirta pun mengusap surai Andri. "Jangan nangis, nanti biar Alan yang beliin balonnya,"
Merasa namanya di sebutkan, Alan melotot tak terima.
"Ye! Enak aja. Males ah, mending buat top-up berlian Free Fire aja deh," sanggah Alan se-enteng remahan biskuit Khong Guan saja.
Andri semakin memelas. "Kok lo tega sih lan? Masa gue di jadiin kedua. Siapakah prioritasmu?"
Kelas SEBIGA semakin ramai, menyoraki Alan bisa saja cowok itu punya gebetan diam-diam.
"Hayo siapa lan?"
"Eh, pasti gue lah. Kan syantik!"
"Enak aja. Alan pasti milih gue! Permak dulu tuh wajah lo pakai skincare!"
Sahutan debat memperebutkan Alan membuat bu Rumzah dan pak Hadi memilih keluar dari SEBIGA.
"Sudah-sudah. Kalian balik ke tempatnya masing-masing. Kita mulai lagi pelajarannya," lerai bu Erna. Sahutan kecewa karena biasanya seusai pemeriksaan semua guru ke kantor entah apa yang di lakukan dengan barang tersita itu.
...❄❄❄...
Bel pulang berbunyi, saatnya surga terindah bagi para siswa SMA ANDROMEDA.
Setelah sang guru pamit undur diri, saling rebut keluar kelas dan protesan karena terhimpit seringkali terjadi bagi si kecil yang bertubuh pendek.
Namun berbeda dengan Freya dan ketiga temannya itu. Mereka masih menyalin catatan di papan tulis dengan tenang.
Haula mempercepat tulisannya bak ceker ayam saja.
"Yes! Gue udah kelar nih. Kuy pulang lah!" Haura mengemasi buku tulis dan pulpennya. Jangan sampai lupa ya, jika di tinggal kemungkinan nasib malang si pulpen itu akan raib begitu saja.
Kylie menggerutu. "Gue masih dapet setengah nih! Sabar dong!" protesnya. Sampai tulisannya tak lagi se-lurus jalan raya menjadi naik-naik ke puncak gunung.
Sherina sudah selesai. "Gue selesai nih. Duluan ya, kayaknya supir pribadi gue nungguin deh," namun saat Sherina akan keluar dari lingkaran tempat duduknya, roknya tersangkut di sebuah paku laknat itu.
"Aduh! Pake acara nyangkut segala sih! Ck, untung gak sobek," Sherina melepaskan sangkutan roknya dengan penuh kehati-hatian.
Kylie dan Haula menertawakan nasib malang Sherina.
"Hahaha derita lo Sher," Haula paling senang jika sahabanya itu menderita entah tersandung, terbentur, dan tersangkut.
"Makannya jangan buru-buru. Sekalian nungguin kita-kita lah. Biar bareng," ucap Kylie setelah tawanya mereda. Tertawa terus-terusan nanti suduk'en dalam istilah bahasa Jawa mungkin di sebut sakit perut.
Freya menutup bukunya. "Selesai. Yaudah, yuk pulang,"
"Bentar! Gue tinggal se-baris nih," ucap Sherina kesal.
Haula mendengus. "Cepetan!"
Sherina menutup buku tulisnya. "Nah, selesai! Marilah pulang, marilah pulang bersama-sama," Sherina bersenandung senang. Masih ingat saja lagu anak-anak itu.
"Gak usah nyanyi!" protes Haula kesal. "Suara pas-pasan aja," kritiknya se-pedas cabai saudaranya sambel.
"Hush, biarin. Siapa tau kan Sherina jadi penyanyi," Kylie membela.
Freya menghela nafasnya. "Terus kapan pulang? Kalau kalian aja masih ngebacot," tubuhnya sudah lelah ingin membanting diri di kasur empuknya, lalu selimut hangat dan berteman dengan mimpi-mimpi.
Akhirnya keempat cewek-cewek cantik itu keluar kelas. Dalam perjalanan menuju gerbang utama, geng AVATAR masih mengobrol di parkiran.
Dan Freya memindahkan dirinya di ujung, agar terhindar dari Alan. Cowok yang menabraknya tadi. Freya tak ingin terlalu ikut campur dengan laki-laki yang nantinya timbul perasaan suka sama suka dan berujung jadian.
Andri si cowok genit cap buaya blasteran badak itu memulai aksi menggodanya.
Andri bersiul genit dan mengedipkan matanya dengan imut. "Eh ada cewek cantik. Mau pulang bareng gak? Lumayan hemat ongkos, gratis kok," Andri menyisir rambutnya menggunakan tangan, membenarkan jambul khatulistiwanya. Siapa tau salah satu dari mereka ada yang tersangkut menaruh hati padanya.
Haula memutar bola matanya malas. "Cewek banyak kali! Gak kita doang!" ujarnya ngegas. Memang ada beberapa siswi yang masih berkeliaran di halaman sekolah, entah sedang melakukan ekstrakulikuler atau sekedar duduk menunggu jemputan datang sembari numpang wi-fi gratis.
'Astaga ganas banget temen gue,' batin Kylie. Haula sedikit sensi memang.
Algi tertawa ngakak mendengar penolakan dari cewek galak itu.
Algi menepuk bahu Andri memberikan kesabaran. Wajah sahabatnya ini berubah sedih. "Kasihan banget lo bro. Di tolak, emang enak?"
Andri menyingkirkan tangan Algi kasar. "Biarin! Masih banyak cewek cantik yang mau sama gue! Wlee!" Andri menjulurkan lidahnya, meledek Algi.
Dan Alan tak henti menatap Freya. Cewek yang menarik perhatiannya.
"Itu yang di ujung ngapain ngumpet? Gak usah takut kali mbak. Kita gak gigit kok," celetuk Alan.
Merasa tersindirkan, Freya mempercepat langkahnya.
'Semoga bang Yahya udah stay di warung makan,' batin Freya merapalkan doa.
"Wey Frey! Jangan tinggalin kita dong!" teriak Haula. Freya tak menggubrisnya.
"Yaudalah sih. Lagian Freya kan di jemput kayak biasanya," ujar Kylie membenarkan. Terkadang Haula itu pikun.
"Iya juga ya. Yaudah deh,"
Dan disinilah Freya, warung makan mbok Yayuk. Dimana warung ini menyediakan rujak, nasi pecel, seblak, dan wedang-wedang bersama kopinya yang mantul itu.
F
reya melirik arlojinya, sudah 5 menit berjalan.
"Ck. Jadi gk sih jemput aku?!" Freya mengirimkan spam chat pada abangnya.
^^^Anda^^^
^^^Bang jemput aku dong! Lama nih nunggu ampe lumuten 😤^^^
^^^1.05 pm^^^
^^^Oyyy😑 bang Yahya!^^^
^^^1.06 pm^^^
^^^Awas aja ya guling raksasanya aku colong ah biar mmpus gk meluk apa2 huahaha😈^^^
^^^1.06 pm^^^
Suara deru motor yang berhenti tepat di depan Freya.
Freya mendongak. Helm full face itu terbuka, dari bentuk mata ke mata Freya bisa menebak jika itu Alan. Menawari pulang ya? Eh.
"Nungguin jemputan ya? Boleh aku temenin?" tawar Alan berbaik hati. Mungkin cowok lain setelah menawarkan itu dan tau si cewek menunggu sudah di tinggal atau di paksa naik. Alan beda bung.
"Gak usah. Sana pulang!" usir Freya galak.
'Kamu galak gitu aku makin cinta,' Alan terkekeh di balik helm-nya.
Alan turun dari motornya. Mengambil posisi di dekat cewek jutek ini.
"Aku temenin sampai kamu bener-bener di jemput," tegas Alan tak terbantahkan.
...❄❄❄...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments