cemburu
Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Maya, tentang pria yang bersamanya di lorong waktu itu, pria yang dengan mesra memeluk dan hendak menjamah bibir lembutnya.
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu, May??" Tanyaku kepada Maya.
"Jika kau menanyakan pria yang bersamaku waktu itu, maka lupakanlah" jawab Maya enteng.
"Bukan.....Bukan soal itu" elak ku.
"lalu, apa yang ingin kau tanyakan??" tanya Maya santai.
"apa nanti malam kau ada waktu?"
"Sepertinya aku sibuk, Rend"
"Oh begitu ya.... baiklah." aku tak lagi melanjutkan perkataan ku.
Aku dan Maya sama-sama terdiam, tak lama setelah itu Maya berpamitan.
Aku melihat ada sebuah mobil sport berhenti di depan Cafe, tempat ku dan Maya bertemu. Aku lihat Maya masuk kedalam mobil tersebut, dan segera berlalu.
Memang akhir-akhir ini, pria itulah yang sering mengantar Maya pulang. Dia pria yang sama seperti yang kulihat waktu itu, pria yang membuat hatiku tercabik cabik.
Melihat kedekatan mereka waktu itu, aku yakin jika pria tersebut adalah kekasih Maya. Aku tak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan Maya saat bersama kekasihnya.
Hatiku menjerit, rasanya sakit. Aku benar-benar cemburu. Bayangan itu selalu melintas di benakku, aku tidak terima jika ada pria lain menyentuh Maya.
Tapi siapa aku... aku hanya teman baginya, lebih tepatnya teman yang diam-diam menaruh hati padanya, namun tak punya keberanian untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
Aku mencoba untuk menerima kenyataan jika memang Maya tak membalas cintaku. Namun bagaimana aku tahu jika ia tak membalas cintaku, sedangkan aku sendiri belum pernah mengungkapkan perasaanku.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan, sedangkan aku dan Maya semakin jarang bertemu. Mungkin dia sibuk dengan kekasih barunya.
Selama ini Maya begitu manis terhadap ku. Banyak yang mengira kami adalah sepasang kekasih. Aku selalu berharap anggapan itu menjadi kenyataan.
Aku putuskan untuk diam-diam mengikuti Maya, bahkan tak jarang aku menghabiskan waktu seharian untuk mengawasinya. Mungkin Maya akan marah jika tahu apa yang aku lakukan, namun aku tak punya pilihan.
Aku hanya bisa bertemu Maya di kantor, itupun jika Pak David tak membuatnya sibuk. Aku sering dibuat kesal olehnya. Tak jarang Pak David mencoba menggoda Maya.
Lagi lagi aku melihat Maya pergi dengan kekasihnya, kali ini mereka terlihat sangat mesra. Mereka duduk di kursi taman. Saling bercengkrama dan sesekali berpelukan.
Ingin rasanya aku berada di antara mereka. Sehingga mereka takkan sedekat itu.
Semakin lama membuatku tak tahan, rasanya lebih sakit dari sakit gigi. Sebelum aku jatuh pingsan, aku putuskan untuk berhenti mengikuti Maya.
Aku kembali ke kosanku, dan merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Kubayangkan saat Maya beradu cium dengan kekasihnya, sungguh tak sanggup. Aku menutupi wajahku dengan telapak tanganku. Segera kutepis khayalan bodoh yang ku buat sendiri.
Hingga akhirnya aku terlelap, hanyut bersama rasa cemburu yang mendera ku.
Pagi menjelang, kuharap ada seberkas cahaya cinta menerangi ku. Ketika hendak bergegas ke kantor, ada panggilan masuk ke handphone ku.
Drett..... Drett.....
"Iya May, ada apa❓"
"Aku ingin bertemu dengan mu sekarang. Hiks... Hiks.... " kudengar suara isak tangis Maya.
"Oke May kau dimana, kau tenang dulu ya May, aku segera kesana. " ucapku sedikit panik
"Aku dirumah, Rendy" jawab Maya masih terisak.
Tanpa menunggu lama, aku melajukan motorku ke arah tempat tinggal Maya. Setelah sampai, aku buru buru masuk ke dalam rumah dan mencari Maya.
"May.... aku sudah datang, dimana kau??" Aku menelusuri setiap ruangan di rumah itu.
Sampai akhirnya aku mendapati Maya di dalam kamarnya. Melihatku datang, Maya menghamburkan dirinya dan memelukku. Dia membenamkan kepalanya tepat di dadaku.
Aku ragu saat akan membalas pelukannya, namun melihat kondisinya, aku yakin dia tengah membutuhkannya. Aku membalas pelukannya, tanganku melingkar di atas bahunya.
Sungguh sangat menenangkan, aku merasakan sebuah kehangatan. Aku memeluknya semakin erat, tak kulihat ada penolakan darinya.
Maya pun semakin membenamkan kepalanya. Merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Aku merasakan dengan jelas gundukan itu menempel di atas perutku.
Aku terbawa suasana, hingga aku lupa dengan pekerjaanku. Tak dapat ku pungkiri tubuh bagian bawah ku menegang, aish.... malu rasanya.
Aku yakin Maya merasakannya.
Setelah tenang dan berhenti menangis, Maya melepaskan pelukannya. Begitu juga denganku. Dia membalikkan tubuhnya dan membelakangi ku.
Sesuatu yang tak kusadari sebelumnya, kini tengah aku nikmati.
"Apa Maya sedang menggodaku??"
Gumamku dalam hati.
Siapa yang tak akan tergoda jika melihat pemandangan indah di depanku kini. Bersama seorang wanita cantik di dalam kamar, hanya mengenakan pakaian tipis lagi mini.
Nampak jelas dalaman hitam yang dia kenakan. Ditambah pancaran sinar mentari pagi dari luar jendela, membuat setiap lekukan tubuhnya terlihat semakin jelas.
Jika dia kekasihku, mungkin aku sudah memangsanya.
Degup jantung ku semakin tak beraturan, membuat nada bicaraku menjadi gugup.
Belum sempat aku menenangkan adik kecilku, sudah meronta lagi.
Aku harus bisa mengendalikan diri, tujuan kedatangan ku kemari tak lain untuk menolong Maya. Aku tak mau mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Kini Maya membalikkan badannya, dia menghadap ke arah ku, dan duduk di atas tempat tidur. Seakan-akan dia sengaja sedang mempertontonkan kemolekan tubuhnya kepada ku.
Terlihat amat sangat jelas, sesuatu yang padat berisi dengan belahan ditengahnya hanya tertutup setengah cup saja, nampak begitu sempurna.
Posisi duduk yang asal, membuat segitiga pengamannya sedikit terlihat.
Jika ada pria normal di posisiku, aku yakin pasti akan merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan saat ini.
Belum sempat aku membuka mulutku, Maya mulai bercerita.
"Terimakasih sudah menemuiku, aku tak tahu harus berbagai kesedihan dengan siapa." Kata Maya.
"Tidak masalah May, kau bisa bercerita padaku."
"Aku adalah temanmu... "
Sebenarnya aku berharap lebih dari itu, batinku.
"Aku hanya ingin ada pria yang tulus mencintaiku."
"Menerima ku apa adanya, aku sangat kesepian, Rend. Hiks.... Hiks.... "
Maya menangis lagi, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Aku tak tega melihatnya, aku menghampirinya dan duduk di sampingnya, menurunkan tangannya dan menggenggam nya.
"kau tidak sendirian Maya, aku akan selalu ada untukmu. " Ucapku berusaha menenangkannya.
"aku akan selalu menemanimu dan menjagamu. "
"Apa kekasihmu melakukan sesuatu terhadapmu? " Ku beranikan diri untuk menanyakannya.
Maya hanya mengangguk, tanpa ada penjelasan.
Entah apa yang telah dilakukan kekasihnya kepadanya, hingga kini aku tak tahu.
Aku benar-benar mendapat kejutan di pagi hari, walaupun akhirnya aku harus bolos kerja. Aku menemani Maya seharian, menyenangkan sekaligus menyakitkan. Ada makanan siap saji, namun tak bisa ku nikmati.
Jangan lupa vote like and comment
Tunggu episode berikutnya ya.... Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
like
2021-02-21
1