Seperti yang dikatakan Om Adinata semalam, pagi ini jam sepuluh Sean, Gendis dan Airin mengunjungi swalayan mereka di salah satu mall terkenal di Jakarta.
Sampai di tempat tujuan yaitu salah satu mall yang besar mereka menuju ke kantor swlayan yang berada di lantai dasar.
Saat Sean masuk, semua pegawai memberi salam, mereka bertiga menjawab salam mereka.
Di kantor itulah Sean menjelaskan cara kerja swalayan mereka,
" Kamu bisa pakai apa yang bisa diterapkan di Kawa Ndis, kalau misal nggak tepat ya nggak usah dipaksakan".
" Ya mas", jawab Gendis singkat.
Gendis tak banyak bertanya, sebab dianpaham benar apabyang dijelaskan oleh Sean, cara menjelaskan Sean begitu mengena sehingga semua mudah dipahami.
Sementara, Airin lebih sibuk dengan belanjaanya, disana bukan ilmu yang didapatkan tapi barang belanjaan puluhan paper bag.
" Sini Ka, aku bantu bawanya"
Sean tertawa sambil mengacak-acak rambut adiknya,
" Udah bawa aja mall-nya ke rumah, sampai rumah diacak-acak kamu sama papa".
" Jangan aduin dong ka, ini ada baju lucu-lucu buat dede, sayang kalau nggak dibeli kwkwkw".
" Dasar kamu", sambil sekali lagi mengacak-acak rambut adiknya.
Airin memberikan tiga paper bag buat Gendis
" Ini paper bag putih, pink sama biru, hadiah buat kamu, semoga suka".
" Ih, apaan ka..., makasih ya".
" Sama-sama".
" Aku nggak dibeliin?" Pungkas Sean
" Ih kaka kan bos masa ibu rumah tangga beliin barang buat bos".
" Kwkwkw bisa aja kamu jawab".
" Kita makan dulu ya ?"
" Dari tadi ke, sekarang baru bilang".
" Iriiiin urusan kan baru selesai".
" Yeeeee pahaaam"
" Hmmmm".
Sementara Gendis hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka, seandainya saja ia punya saudara, ia pasti sangat bahagia.
Mereka memasuki sebuah restoran yang menurut Gendis terlalu mewah buat dirinya.
Ah apaan si, jangan katro gitu, pikir Gendis
Sampai di tempat favorit Airin, mereka memesan makanan.
Sambil menunggu makanan siap, mereka ngobrol
" Gendis punya pacar ?", tanya Airin to the point
" Belum mikir Ka",
" Haaah yang bener aja, cewek secantik kamu masa ngga punya pacar".
" Dia bukan ngga ada yang mau tapi dia belum mikir, konsen dong sama kalimat orang" potong Sean.
" Ah emang kamu tadi bilang apa Ndis ?"
" Aduh adikku sayang yang telmi ini, kalau ada orang ngomong diperhatikan, jangan main handphone aja".
" Kwkwwkw ya ya, aku tadi habis tanya malah liat sosmed".
Makanan datang, mereka menghentikan pembicaraan untyk beralih menyantap makanan yang dihidangkan.
Sampai di rumah sudah malam, Sean mengajak adik-adiknya untuk berjalan-jalan di sekitar Jakarta.
" Sini yang baru puter-puter Jakarta, kita ngobrol dulu".
Mereka langsung gabung di ruang makan, dimana orang tua mereka berkumpul, kecuali Airin yang sudah kangen dan ingin bertemu anaknya di kamar.
Mereka ngobrol dengan ramai, sampai Papa ngobrol dengan serius.
" Sean dan Gendis, papa mau ngobrol serius dengan kalian berdua".
" Ada apa Pa ?" Tanya Sean.
" Kalian sudah sama-sama dewasa, bukam saudara, papa juga nggak memgangkat Gendis sebagai anak, tapi anak asuh, jadi tidak dilarang apabila kami menginginkan kalian menjadi pasangan. Papa melihat kalian merupakan pasangan yang cocok, kalian sama-sama smart, sudaah tahu latar belakang masing-masing, dan yang paling penting kalian berdua sama-sama singgle, kami menginginkan kalian berdua menikah".
Sepi, tak ada suara. Baik Sean maupun Gendis sama-sama terdiam. Mereka tidak menyangka pulang ke rumah akan mendapatkan surprise yang luar biasa dari papa.
" Gimana ? Jangan diam saja". pungkas mama
Gendis tak bisa berkata apa-apa. Mainset balas budi sudah terlanjur melekat kuat dalam otaknya, ia tak punya pilihan jawaban lain, selain memgiyakan apa yang diinginkan oleh orang tua asuhnya. Dan saat ini, ia hanya bisa menundukkan kepala.
Sementara Sean, berusaha untuk berfikir keras, bagaimana supaya pwrjodohan ini tidak perlu terealisasi.
" Papa serius ? kita kan nggak tahu Gendis sudah punya pacar atau tidak, atau dia setuju atau tidak, jangan memaksakan diri gitu pa".
Sebetulnya pernyataan Sean lebih mewakili hatinya sendiri, tapi karena kurang berani menyampaikan pendapatnya kepada kedua orang tuanya sehingga ia mengalihkan pertanyaan itu pada Gendis.
" Oke kalau begitu, kamu nggak ada masalahkan? sekarang, papa tanya ke Gendis, kamu sendiri gimana Nduk ?"
Gendis masih menundukkan kepalanya. Ia mendongak dan melihat ke arah ibunya. Ibunya tampak menganggukkan kepala.
" Saya.... terserah Om, tante dan ibuk".
"Nggak bisa begitu Ndis, kamu harus punya sikap", jawab Sean dengan cepat.
Gendis melihat Sean sekilas, dari apa yang disampaikan barusan Gendis paham betul bahwa Sean sebenarnya menolak, tapi ia tak berani bicara.
" Ka Sean sendiri bagaimana ?", Gendis tak.mau dipojokkan oleh Sean.
Mendengar itu Sean gelagapan.
" Kalau aku. aku terserah papa mama".
Gendis memandang Sean dengan kecewa. Awalnya ia sangat ingin mendengar jawaban jujur dari Sean, tapi kenyataanya....
" kesimpulannya sudah jelas ya, kalian berdua mau menikah, Oke kita akan segera mempersiapkan semua, dua bulan lagi kalian akan menikah, setelah Gendis diwisuda".
" Alhamdulillah..." Jawab mama dan ibu serentak.
Gendis minta izin untuk kembali ke kamar,
" Mohon maaf saya minta izin masuk ke kamar dulu".
" Ya Nduk, sana kamu istirahat duluan, nanti ibuk nyusul".
Saat Gendis mulai berjalan kearah kamar tamu, dibelakangnya ada langkah kaki yang mengikuti.
" Ndis, tunggu ", suara Sean
Gendis menghentikan langkahnya, dan membalikkan badan.
Sean sudah ada di depannya.
" Kenapa kamu nggak nolak, kamu kan nggak mau menikah sama aku".
" Ka Sean sendiri gimana ? Kenapa cuma aku yang harus nolak, kalau kaka nggak mau kenapa nggak bilang saja ?".
Sean mati kutu, gadis ini cantik, bahkan dilihat secara sekilas pun gadis ini jauh lebih cantik dibandingkan dengan Alexa kekasihnya.
Tapi penampilanya yang sederhana sangat jauh dibanding Alexa, walaupun gadis ini lebih cantik tapi dia tak semenarik Alexa.
Alexa gadis milenial, dimanapun ia muncul, ia selalu menjadi pusat perhatian. Gayanya yang sangat percaya diri, membuatnya memiliki banyak pengagum.
Gadis ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan Lexa-ku.
" Aku sudah punya pacar",
Sunyi...
Hanya ada suara jangkrik yang berbunyi dari balik rerumputan.
" Lalu .... ?"
" Aku nggak bisa nikahi kamu".
" Kenapa tadi di depan mereka kaka nggak bilang, apa yang kaka takutkan ?".
" Aku berharap kamu yang bicara".
Gendis memandang Sean, ia menggeleng-gelengkan kepala tak percaya, Sean yang ia lihat seharian ini begitu tampan, gagah, penyayang dan percaya diri, ternyata tidak bisa berbuat banyak di depan orang tuanya.
" Aku tidak mau mewakili hatimu, kalau kaka ingin menjelaskan pada kedua orang tua kaka, silahkan", Gendis menantang tatapan mata Sean.
Sean hampir frustasi, gadis di depanya yang berasal dari kota kecil ini, ternyata memiliki kepribadian yang kuat.
Sean merasa kalah, sebelum masuk dalam arena. Sementara Gendis dengan mata biru pekatnya, masih memandang dirinya lekat-lekat, seolah mengejek kepengecutannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Neulis Saja
i like you dis
2022-10-20
0
Sofhia Aina
Laki ,laki kok takde percaya diri 😃😃😃😃
2020-12-12
0
DeputiG_Rahma
hmmm bau bau konflik nantinya nih lihat nama alexa, kasihan... seannya dah punya pacar.. 😑😑
2020-12-01
0