Namaku Gendis Wilhelmina
Pov Gendis
Namaku Gendis, tepatnya Gendis Wilhelmina. Aku berasal dari Blitar, kota kecil di daerah Jawa Timur. Ibuku memiliki usaha membuat telur asin, hidup kami tidak kekurangan, tetapi tidak pula berlebihan.
Usiaku enam belas tahun, saat ada orang datang ke rumahku, sepasang suami istri yang menginginkan aku menjadi anak asuh mereka.
Bapak dan Ibu Adinata, beliau berdua sama denganku berasal dari kotaku, tapi kehidupan kami sangatlah berbeda.
Mereka berdua merupakan orang dari kota kecil kami yang berhasil hidup di rantau.
Dengan banyaknya swalayan yang mereka miliki, tak mengubah sifat baik mereka. Ibu Adinata nama aslinya adalah Diana. Saat kecil ibuku dan bu Diana merupakan sahabat baik.
Mereka berdua bagaikan sahabat yang tak dapat dipisahkan, ibuku cerdas, sedang bu Diana kaya.
Tapi hal tersebut tidak menyurutkan persahabatan mereka, mereka saling menyayangi, bila salah satu sakit yang lain juga akan merasakannya.
Sampai pada suatu ketika, saat ibu lulus SMU ia harus pasrah pada nasib, Ibu Diana kuliah di kota Malang sedang ibuku harus bekerja.
Ekonomi keluarga ibulah yang memaksa beliau untuk pergi meninggalkan kota serta negaranya tercinta.
Ibu sebetulnya ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi, karena beliau adalah wanita yang cerdas dan berwawasan luas, tapi mbah yang hanya pemilik bengkel kecil tidak sanggup membiayai anaknya untuk kuliah.
Jadilah ibuku mengalah dengan keadaan, ia terpaksa mengubur mimpinya untuk hidup yang lebih layak, demi keluarga supaya hidup lebih mapan.
Saat itu, kebetulan ibu membaca koran, ada iklan yang menunjukkan bahwa ada lowongan khusus untuk orang Indonesia yang ingin bekerja di Belanda, sebagai asisten rumah tangga di salah satu keluarga bangsawan di Belanda.
Tepatnya kota kecil Delft. Gajinya lumayan tinggi untuk ukuran orang Indonesia, tetapi spesifikasinya harus dipenuhi, yaitu lulusan SMA, bisa bahasa Inggris aktif, dan bahasa Belanda pasif. Dan ibuku punya syarat itu.
Akhirnya, jadilah ibuku mendaftar untuk bekerja di salah satu rumah tangga bangsawan di sana.
Kembali ke aku,
Saat ini usiaku dua puluh tahun, aku hampir merampungkan kuliahku dengan bantuan sepenuhnya dari keluarga Adinata.
Kuliahku tak pernah mulus walaupun aku cerdas, bukan aku tak bisa mengikuti matkul, IP -ku selalu summa cum laude di setiap semester, tapi ada saja permasalahan hidup yang menimpaku, terutama ini soal lawan jenis.
Di kampus ini bukan hanya aku yang cantik berkulit putih, tapi yang memiliki mata warna biru gelap hanya aku, yang memiliki hidung mancung bak artis korea secara alami, hanya aku.
Di kampus ini bukan hanya aku yang cerdas, tapi yang mewakili debat internasional dengan tema global warming hanya aku.
Tapi aku bukanlah wanita yang membanggakan kelebihanku pada orang lain.
Ibuku tetap mengajarkanku untuk menjadi wanita yang rendah hati, dan memandang semua manusia sama di mata Dzat-nya.
Hanya amal dan perbuatanyalah yang membuat mereka berbeda di mata Sang Khalik.
Dari semua kelebihanku, tak ada satu orangpun yang tahu, bahwa aku menyimpan satu kengerian. MENIKAH.
Aku lebih baik sekolah dan bekerja mengumpulkan uang untuk usia tuaku, daripada harus berakhir seperti ibuku, yang harus ditinggal pergi oleh suaminya atau bapakku, disaat perutnya ada bayi meringkuk berusia enam bulan.
Dia memilih menikahi wanita pilihan orang tuanya, dibanding mempertahankan keluarga kecilnya.
Aku benci dengan pernikahan, aku tidak bisa membayangkan menikah dengan laki-laki yang akhirnya akan meninggalkanku.
Di kampus, ada banyak pria yang tergila-gila padaku. Ada yang terang-teranngan memunjukkan cinta padaku, ada yang diam-diam mencintaiku.
Semuanya aku anggap teman, aku ramah pada semua orang, sehingga tak ada yang bisa menyalah artikan keramahanku.
Dan mereka menyadari itu. Dengam cukup ngobrol dan bercanda denganku, mereka sudah merasa sangat beruntung.
Adapun teman perempuanku, tentu saja aku punya squad, aku punya sahabat baik, Citra, Rebecha, Adriana, Ocha dan Jasmine, mereka berasal dari keluarga yang berada, beda denganku yang berasal dari keluarga biasa saja.
Mereka sangat menyayangiku, layaknya aku adalah saudara mereka sendiri. Setiap membeli baju atau sepatu, tak lupa mereka selalu sisihkan satu untukku.
Tentu saja lima orang ini memiliki watak yang berbeda, Citra anaknya cantik dan pendiam, dia hanya tersenyum jika teman-temanya berisik.
Rebecha, paling lemot diantara kami, tapi ia memiliki kepercayaan diri yang amat tinggi, dialah anak pengusaha paling kaya diantara mereka.
Kenapa mereka, sebab ibuku bukanlah pengusaha, tapi pembuat dan penyetok telur asin di beberapa toko di kota kami, tapi tentu saja aku bangga dengan ibuku.
Andriana, anaknya kocak, lucu banget, walaupun dia gendut, tapi kepercayaan dirinya juga luar biasa, tapiiiii si tambun ini akan bercucuran keringat dan gemetar bila ketemu dengan Ale, pria yang digilainya.
Ocha dan Jasmine, mereka berdua adalah cewek terberisik yang pernah aku kenal, kelakuan mereka tengil, usil dan nggak bisa diam, kayak ulet nangka.
Tapi secara keseluruhan, dimataku mereka baik, perasaanku juga nyaman saat berada di dekat mereka.
Kami biasa jajan di kantin bersama,
Oh ya, kami memiliki motto, pantang ngomongin matkul saat kita kumpul. Kwkwkw .....
Kami tidak punya musuh, kalaupun ada itu hanya mereka sendirilah yang memusuhi kami.
Seperti hari ini, saat kami memasuki kantin, banyak pria memandang kami dengan kagum tapi tak sedikit wanita yang sirik memandang kami.
Dengan pelan aku berbisik pada teman-temanku,
" Stay cool, jangan hiraukan yang nggak suka sama kita, tetap tersenyum ramah pada yang kita kenal, baik cowo maupun cewe".
Seperti saranku mereka bersikap biasa dan tersenyum pada yang mereka kenal.
Bahkan ada beberapa teman, baik cewek maupun cowok yang mempersilahkan kami untuk duduk di samping tempat duduk mereka, yang masih kosong.
Kami pandai berbaur dengan mereka, sehingga meskipun ada yang kurang kenal pada kami, mereka akan cepat akrab dengan keramahan kami.
Dikampungku aku juga aktif bersosialisasi. Olah raga bulu tangkis dan bola volly aku ikut, aku suka kedua cabang olah raga itu. Rame aja kalau main volly bareng teman-teman di kampungku.
Tiap sore, dari hari senin sampai jumat mengajari anak-anak kecil untuk mengaji, bukan cuma aku tentu saja, tapi pemuda-pemudi yang lain dalam kampung kami ikut serta.
Senyampang aku nggak sibuk di kampus, aku pasti berusaha ikut.
Malam hari, aku biasa bantu ibu, mengurus telur bebek yang dibuat telur asin oleh ibu. Berat ?? nggak ah, aku suka, sebab pada dasarnya aku orang yang nggak bisa diam.
Harus ada pekerjaan yang harus aku lakukan, mumpung tenagaku masih diperlukan oleh orang sekitar, pasti aku bantu.
Simple....
Bermanfaat untuk orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
mampir Thor
2023-01-28
1
khey
hay Gendis 🖐️
2022-12-12
0
khey
waahh,, kalah tuh Ayana 🤭
2022-12-12
0