Jeno menghampiri seorang gadis yang sepertinya juga seumuran dengannya, dia ingin meminta bantuan kepada gadis itu, yang sekarang juga sedang berada di rak supermarket dimana para pembalut berbaris rapi
“Permisi...?” ucap Jeno sopan pada gadis itu.
Gadis itu pun menoleh. “Saya?” balik bertanya pada Jeno, dan Jeno menyanggupinya dengan mengangguk.
Jeno berpikir sepertinya semua perempuan mempunyai sifat yang tidak bisa di baca. Jelas saja hanya ada mereka berdua di rak pembalut itu, dan gadis itu malah balik bertanya.
‘See... Beginilah perempuan!’ batin Jeno.
“Iya?”
“Gue Jeno!” mengulurkan tangannya basa - basi pada gadis itu memperkenalkan diri.
Tetapi gadis itu tak kunjung menjabat uluran tangan Jeno. Gadis itu manautkan alisnya bingung dengan tingkah Jeno, yang tiba-tiba mengajaknya berkenalan.
Seakan mengerti dengan ekspreksi wajah gadis itu Jeno menarik tangannya kembali. Kasihan.
“Maaf, gue cuma mau minta tolong, pacar gue minta di beliin ini!” jelas Jeno tidak ingin berbasa - basi lagi sambil menunjuk barisan para pembalut yang ada di depan mereka berdua.
Gadis itu masih setia mendengarkan Jeno.
“Tapi gue nggak tau yang mana, dia cuma bilang ukuran 35 cm. Bisa bantuin gue nggak?” sambung Jeno lagi meminta bantuan memilihkan pembalut yang di maksud oleh kakaknya, Metha.
Gadis itu pun langsung mengambilkan pembalut yang di maksud Jeno, dan memberikannya pada Jeno.
“Makasih...?”
“Olivia!” jawab gadis itu, yang ternyata bernama Olivia.
“Makasih Olivia!” ulang Jeno lagi dan kemudian gadis itu pun berlalu.
Tanpa pikir panjang lagi Jeno mengambil 5 bungkus pembalut yang sama dengan yang di pilihkan oleh Olivia.
“Beliin banyak, biar nggak kena suruh lagi,” monolog Jeno terkekeh pelan dan berlalu, berjalan menuju kasir.
...***...
Jeno memberikan kunci motornya pada pak Supri, supir pribadi yang bekerja di rumah itu. Karena dia sangat terburu - buru menuju kamar Metha, dia tahu sudah terlalu lama berada si supermarket.
“Kamu dari mana, Jeno?” tanya Sonia yang berada di ruang tamu sedang menunggu suaminya pulang.
“Dari supermarket, Mah,” jawabnya sambil mencium tangan Sonia. Tumben.
“Jeno ke kamar dulu ya, Mah,” pamitnya.
Jeno pun melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Metha, untuk mengantarkan pesanan Metha.
Setelah sampai di depan pintu kamar Metha, Jeno tidak mengetuknya melainkan langsung masuk tanpa permisi. Ketika masuk ke dalam kamar Jeno melihat Metha yang sedang tertidur pulas meringkuk di atas tempat tidur.
Selimut tebal membungkus tubuh kecil Metha, mungkin dia kedinginan.
Jeno pun duduk di samping Metha yang sedang tidur, menatap Metha dengan jarak dekat. Di lihatnya wajah damai Metha yang tertidur pulas. Jeno pun teringat bahwa begitu lama dia berada di supermarket.
Jeno tersenyum menatap wajah Metha, tangannya terulur ke wajah Metha, menjauhkan rambut Metha yang menutupi wajah cantiknya.
Jeno memberanikan dirinya untuk menyentuh lembut pipi Metha.
Metha merasa terganggu dengan sentuhan lembut di pipinya. Metha pun membuka matanya pelan, dan visual yang pertama matanya tangkap yaitu wajah tampan milik Jeno.
“Aku ganggu yah?” tanya Jeno lembut.
Metha manautkan alisnya bingung. 'Aku?'
Metha menggeliat merenggangkan ototnya, dengan masih menguap dan menutupi mulutnya dengan telapak tangan, Metha mendudukkan dirinya dan bersandar ke kepala tempat tidur.
“Tidur aja lagi! Masih ngantukkan?” ujar Jeno lagi dengan suara begitu lembut.
“Nggak!” jawab Metha ketus.
“Kenapa lama banget belinya? Beli dimana sih?” gerutu Metha pada Jeno yang sangat lama membeli pembalutnya. Dia sangat kesal pada Jeno yang ternyata tidak bisa di andalkan.
“Lama? Kenapa, kangen yah?” jawab Jeno terkekeh dengan percaya dirinya.
“Mana yang kakak suruh beli tadi?” Metha mengabakannya dan tidak menjawab perkataan Jeno yang tidak jelas.
Dengan terpaksa Jeno memberikan pembalut itu ke tangan Metha, usahanya untuk menggoda Metha saat ini belum berjalan lancar. Pikir Jeno mungkin Metha masih belum tersadar penuh karena baru bangun tidur.
“Berapa nih? Biar kakak ganti uang kamu!”
“Ehhh... nggak usah, sayang. Aku ikhlas!” jawab Jeno sambil mengedipkan sebelah matanya.
‘Dasar Aneh!’ batin Metha tidak percaya.
“Yaudah. Makasih!” ucap Metha sambil kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur.
“Cuma makasih doang?” tanya Jeno lagi yang masih duduk di samping Metha.
“Tadi katanya nggak usah bayar! Kok sekarang malah minta uang?” jengah Metha pada adiknya yang satu itu.
“Nggak pake uang, tapi pake tindakan!”
“Tindakan?” ulang Metha bingung.
Jeno menunjuk pipi kirinya. “Cium!” pinta Jeno dengan entengnya cuma nyengir kuda, menampakkan giginya yang putih dan rapi.
Metha geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya itu, yang setiap hari makin menjadi.
PLAKKK
Tanpa pikir panjang Metha langsung melayangkan tangannya menampar pipi Jeno.
“Tuh! Ciuman hot!”
...***...
Makan malam ini, di meja makan Metha tidak ikut bergabung karena perutnya yang masih sakit. Masih betah berada di atas kasur. Dia harus kembali segar besok pagi untuk berangkat kesekolah.
“Thata mana, Mah?” tanya Davin suaminya Metha.
“Di kamar, Pah. Perutnya masih sakit karena datang bulan,” jelas Sonia pada Davin. Sedangkan Jeno fokus pada makan malamnya.
“Jadi dia nggak makan? Tambah sakit nanti perutnya,” khawatir Davin.
Sonia mengusap lengan suaminya lembut. “Makan kok, Pah. Nanti Mama yang anterin makan buat Thata,” jelas Sonia pada Davin. Dan di angguki oleh Davin dengan tersenyum.
“Nggak usah, Mah! Jeno aja nanti yang bawain makan buat kakak!” sela Jeno, Jeno ingin dia yang mengantarkan makan untuk Metha.
“Oke,” tutup Sonia.
Mereka pun kembali melanjutkan makan malam mereka.
Setelah selesai makan malam, Sonia langsung menyiapkan makanan untuk Metha dan di antarkan oleh Jeno ke kamar Metha.
Ternyata Metha masih tidur di atas tempat tidur. Jeno hanya geleng-geleng kepala heran, karena sudah sangat begitu lama Metha tidur.
Metha jika sedang haid memang seperti itu, hari pertamanya di isi dengan tiduran karena tidak sanggup menahan sakit di perutnya.
“Bangun kak! Makan dulu!” ujar Jeno membangunkan Metha. Mengusap lembut rambut Metha.
“Eungh!” erang Metha menggeliatkan tubuhnya.
“Jam berapa sekarang, Jen?” tanya Metha masih berbaring di kasurnya.
Jeno melihat jam yang ada di nakas. “Jam 8 malam,” jawab Jeno menatap Metha.
“Kamu ngapain ke sini?” heran Metha.
“Nganterin makanan buat lo. Makan gih! Ntar sakit, gue yang repot,” sewot Jeno membantu Metha mendudukkan dirinya.
“Emang pernah kakak ngerepotin kamu?” heran Metha tidak terima juga di katakan sering merepotkan Jeno.
“Sering malahan. Tuh, kayak tadi suruh beli pembalut,” kesel Jeno karena masalah siang tadi.
“Iya iya. Besok nggak bakal minta tolong lagi,” sahut Metha, menutup tidak ingin berdebat dengan Jeno.
Jeno merebahkan tubuhnya di kasur Metha sambil menunggu Metha selesai makan.
_Ini cerita pertamaku, mohon dukungannya:')_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
❀TIWI☂
Always dukung kok thor,,,
Soalnya ceritanya keren, pembawaannya satuy bangt pas bacanya
2020-12-13
1