Episode 2

Sesampainya motor Jeno di depan rumah, Metha yang masih di landa rasa malu, langsung berlari masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai 2.

Jeno yang melihat tingkah kakaknya hanya tersenyum simpul, dia tahu kalau Metha sedang malu sekarang karena kejadian tadi.

Dia juga merasa bersalah dan juga malu, karena tidak peka pada Metha yang ternyata sedang haid. Jeno pun memilih melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Sonia, Ibunya Metha dan Jeno, menatap Metha heran karena berlari terbirit-birit dari depan rumah menuju kamarnya.

“Kakak kamu kenapa, Jen? Lari-lari masuk rumah?” tanya Sonia pada Jeno yang bingung dengan tingkah Metha.

“Nggak tahu mah. Lagi marathon kali,” ejek Jeno tertawa renyah.

Sonia yang gemas dengan Jeno mencubit perut anak bungsunya itu. “Mama tanya serius kamu malah becanda!”

Jeno yang di cubit pun malah semakin ketawa karena cubitan dari Ibunya yang geli-geli sakit.

“Jeno bener nggak tahu, Mah! Mama tanya langsung aja sama kakak!” elaknya tidak lagi mau meladeni Ibunya.

Kalau pun Jeno jelaskan pada Ibunya, tentu dia tidak enak hati dan Ibunya pasti akan malu. Secara itukan masalah perempuan.

“Jeno ke kamar dulu ya, Mah. Capek,” tutup Jeno dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang juga berada di lantai 2.

Lebih tepatnya di samping kamar Metha.

...***...

Metha gelisah di dalam kamarnya, entah sudah berapa kali dirinya memutari tempat tidurnya sendiri. Bagaimana tidak, pembalutnya sudah habis, untuk di pakai saat ini saja tidak ada lagi.

Metha merutuki dirinya sendiri karena merasa malu kalau belanja ke supermarket dan yang manjaga kasirnya seorang laki-laki. Metha akan membeli pembalut kalau yang menjaga kasirnya seorang perempuan, dan sangat jarang dia bertemu dengan penjaga kasir yang perempuan.

“Duh! Kan nggak mungkin minta tolong sama Jeno!” racau Metha sendiri di dalam kamar di landa gelisah.

Tapi kalau bukan Jeno siapa lagi yang akan membantu Metha? Ibunya? Tidak mungkin, jarak supermarket dari rumahnya lumayan jauh, dan Ibunya tidak bisa mengendarai motor. Pembantu? Dirumah Metha tidak ada pembantu kecuali supir, karena Ibunya lebih senang kalau pekerjaan rumah dia yang mengerjakan.

Pilihan terakhir Metha cuma Jeno. Terpaksa.

Dengan ragu Metha langsung saja masuk ke kamar Jeno lewat pintu penghubung kamar mereka. Di lihatnya Jeno tengah tiduran di kasur sambil bermani ponsel.

‘Pasti nonton Teletubbies’ batin Metha.

“J-Jen..?” lirih Metha memanggil Jeno.

“Yes?!” jawab Jeno antusias.

Jeno masih fokus pada ponselnya, dia terlihat lebih berminat menatap ponsel dari pada melirik Metha. Tentu saja, yang sedang di nontonnya dalam ponsel itu adalah film kesukaannya.

Jeno dan Metha memang suka menonton film Teletubbies, dan kalau mode akur, mereka saling memanggil dengam sebutan 'Po'.

“Bo-Boleh minta tolong nggak?” tanya Metha ragu.

Jeno pun mendudukkan dirinya di atas tempat tidurnya itu. Jeno menatap Metha bingung. “Kok, lo belum ganti baju, kak?” Jeno memandangi Metha yang masih memakai seragam, lengkap dengan jaket Jeno yang masih melekat di pinggangnya.

“Ceritanya panjang,” alibi Metha. Dia sangat mau jika menceritakan panjang lebar pada Jeno secara rinci.

“Boleh minta tolong nggak?” ulang Metha lagi.

Jeno menatap heran kakaknya itu, biasanya Metha kalau minta tolong padanya tidak pernah meminta izin atau bertanya terlebih dahulu.

Metha terlihat gugup dan memegang ujung roknya kuat, dia malu karena meminta Jeno membelikan pembalut untuknya. “Ba-Bantuin... b_”

“Buka baju?” ucap Jeno ngasal memotong perkataan Metha. Padahal bukan itu yang akan di katakan Metha.

“Ihh.. bukan!!” jawab Metha tegas yang terdengar manja oleh Jeno.

Jeno tersenyum miring melihat Metha yang sudah menunduk karena malu. Dia berdiri dan berjalan ke arah Metha.

“Jadi?”

Metha tidak akan bertele-tele dengan Jeno, dia tidak suka jika selalu di goda oleh Jeno. Metha pun menghela nafasnya berat. “Tolong beliin pembalut di supermarket yang ukurannya 35 cm!” jawabnya dengan satu tarikan nafas seperti sedang nge-rap.

Setelah mengatakan itu Metha membalikkan tubuhnya, tidak berani menghadap Jeno. Sedangkan Jeno melongo mendengarnya, dan kemudian dia berusaha menahan tawanya, gemas sendiri dengan tingkah Metha.

“Gue cowok, kak. Masa di suruh beli pembalut. Yang iya-iya aja lah, kak!” jawab Jeno tidak terima dan tidak mau di suruh oleh Metha.

“Mau minta tolong sama siapa coba? Masa sama Mama?”

“Ya itu masalah lo, kak!” cuek Jeno.

“Jeno, kali ini... aja. Bantuin kakak, besok nggak lagi,” pintanya memohon pada Jeno dengan wajah lesu, sambil memegang perutnya yang sangat sakit.

Metha rasanya sudah begitu lelah, dia ingin menidurkan dirinya. Hari pertama haid Metha memang selalu begini, sakit perutnya tidak dapat di tahan jika berdiri.

Metha memang tidak pernah meminum obat ketika haid, dia hanya butuh berbaring dan meringkuk di atas tempat tidur. Dia merasa jika tidur meringkuk di tempat tidur sakit di perutnya berkurang.

Jeno menautkan alisnya menatap Metha merasa ada yang aneh. “Lo beneran sakit ‘kan, kak? Lo pegangin perut dari tadi,” khawatir Jeno kumat lagi.

Metha merasa lelah dengan semua ini. “Kakak nggak pa pa. Beliin aja pembalutnya sana, cepetan!” bentak Metha pada Jeno.

“Iya, kak!” seru Jeno tanpa ba - bi - bu lagi, Jeno segara meraih kunci motornya di nakas dan berlari keluar kamar. Dia takut, karena kakaknya sudah mengamuk.

...***...

Metha tidak tahan lagi, sudah 20 menit dia menunggu Jeno berdiri di dalam kamar mandi. Namun belum juga ada tanda-tanda akan kehadiran Jeno.

Dengan berat hari Metha mencari Ibunya di dapur.

“Mah?” panggil Metha yang melihat Sonia tengah hanyut dalam dunia masaknya.

“Iya sayang?” jawab Sonia membalikkan badannya menatap Metha.

“Mama ada pembalut nggak? Boleh minta? Pembalut Thata abis belum di beli,” ujar Metha pada sang Ibu sambil menahan sakit di perutnya.

“Ada kok, sayang. Bentar Mama ambil ya!” seru Sonia dan beranjak dari dapur menuju kamar tidurnya.

Metha bersyukur karena Ibunya masih ada pembalut, kalau tidak entah apa yang akan terjadi dengannya sekarang, karena sudah lama menunggu Jeno.

'Po versi tengil!' dumel Metha dalam hati.

Beberapa saat kemudian pun Sonia kembali lagi ke dapur dan memberikan pembalut itu kepada Metha.

“Makasih ya, Mah.”

“Iya. Masih sakit ya perutnya?” tanya Sonia khawatir.

Sebenarnya Sonia tidak awam lagi dengan keadaan Metha kalau haid di hari pertama, dia sudah sering melihat Metha sakit perut karena haid, dan dia juga sedih melihatnya.

Metha tersenyum dan menggeleng kecil. “Nggak terlalu kok, Mah. Nanti di bawa tidur pasti juga ilang sakitnya,” jawabnya mencoba membuat Ibunya tidak khawatir.

“Thata ke kamar dulu ya, Mah. Mau mandi,” tutupnya pamit pada Sonia dan di angguki oleh Sonia.

_Ini cerita pertamaku, mohon dukungannya:')_

Terpopuler

Comments

Alriani Hespiapi

Alriani Hespiapi

lanjut

2022-10-20

0

❀TIWI☂

❀TIWI☂

Hadeehhh,,, udh gede nontonnya teletubbies

2020-12-13

1

Syafkal Alfiah

Syafkal Alfiah

untuk karya pertama.....kamu keren thor.....👍👍

2020-12-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!