Seminggu telah berlalu. Itu berarti, sudah seminggu Bulan bersekolah di SMA Mahardika dan sudah selama itu juga Bulan berkenalan dengan Bintang. Hubungan keduanya semakin akrab setiap harinya. Di samping itu, ada juga Renata dan Surya yang turut serta mengisi dan mewarnai masa putih abu-abu Bulan. Renata dan Surya, dua kepribadian yang tidak akan pernah bisa bersatu. Mereka layaknya tikus dan kucing, dimana dalam satu ruang ada mereka pasti akan terjadi adu mulut di antara mereka berdua.
“Bulan, ayo!” Ucapan penuh ajakan itu membuat Bulan yang termenung langsung tersadar dari lamunannya. Gadis cantik itu menyunggingkan senyum manisnya, lalu naik ke atas motor Bintang.
Merasa Bulan sudah duduk di jok belakang dengan aman, Bintang pun menjalankan motornya keluar dari lingkungan sekolah. Senyum kedua muda-mudi yang tengah kasmaran itu tak kunjung luntur dari bibirnya.
Seperti biasa, Bulan pulang diantar Bintang hari ini. Cowok itu sudah seperti supir pribadinya saja yang selalu mengantar-jemputnya setiap hari. Perasaan suka yang sudah ada sejak pertemuan pertama itu pun semakin tumbuh besar seiring berjalannya waktu. Walau demikian, mereka memilih untuk tidak mengungkap perasaan masing-masing. Tampaknya, mereka lebih nyaman dengan status mereka saat ini. Sahabat.
Cuaca hari ini tak sebagus biasanya. Langit biru yang biasanya terlihat cerah tampak gelap tertutup segumpalan awan abu.
Mendung.
Satu kata yang tepat untuk mendefenisikan suasana saat ini.
Di sepanjang perjalanan, yang terdengar hanyalah suara deru kendaraan yang berlalu lalang dan ringisan pelan yang keluar dari bibir sang gadis yang duduk di jok belakang. Sepertinya Bulan kedinginan, pikir Bintang.
“Lo ... baik baik aja, kan, Lan?” tanya Bintang pada Bulan memastikan keadaan gadis itu. Kepalanya sedikit menengok ke belakang.
“I-iya, g-gue baik-baik aja, kok,” sahut Bulan sedikit terbata. Efek kedinginan, mungkin. “Bi, ce-cepatan dikit! Entar kita kehujanan ...” seru gadis itu yang malah terdengar lirih di telinga Bintang.
Dan benar saja. Butiran-butiran cairan kristal itu jatuh dari langit dan mulai membasahi wajah kedua insan yang masih dalam posisi berboncengan di atas motor. Semakin lama, cairan kristal yang turun itu semakin deras dan berhasil membuat keduanya basah kuyup.
Bintang menghiraukan ucapan Bulan. Cowok itu mengendarai motornya tetap pada kecepatan rata-rata. Bintang tidak ingin mengambil resiko yang tinggi saat ini. Mungkin jika Bintang sendiri, bisa saja ia mengendarai motornya dengan ugal-ugalan. Tetapi, kali ini keadaannya berbeda. Bintang sedang bersama Bulan.
Cowok itu mengambil kedua tangan Bulan, lalu mengecupnya singkat. Setelah itu, dilingkarkannya ke perut sixpack-nya.
Bulan meremang diperlakukan seperti itu. Jiwanya terasa melayang-layang. Hatinya seketika menghangat. Desiran aneh itu kembali menggerogoti dadanya meninggalkan bekas geli di sana.
“Bu-buruan, Bi! G-gue u-udah kedinginan, nih!” lirih Bulan dengan suara serak.
“I-iya... iya, sabar Lannn! Ini juga lagi cari tempat berteduh,” ujar Bintang panik ketika merasakan tubuh Bulan yang menggigil hebat. Sedikit rasa menyesal terbesit di hatinya karena tak mendengarkan ucapan gadis itu tadi.
Lalu, Bintang menancap gas motornya guna menambah kecepatan agar bisa menerobos derasnya hujan.
Berselang menit kemudian, Bintang menemukan sebuah halte yang tak jauh dari posisi mereka sekarang. Bintang mendekati halte tersebut dan menepikan motornya di pinggir jalan.
Mereka turun dari motor dan bergegas ke halte tersebut untuk berlindung walaupun mereka sudah dalam keadaan basah kuyup. Mereka duduk bersebelahan di bangku halte tersebut dengan pandangan menengadah ke atas langit. Menunggu hujan reda.
Bintang menoleh ke sampingnya. Untuk beberapa saat terpaku dengan kondisi Bulan yang duduk di sana. Ada raut khawatir yang sulit terbaca yang terpampang di wajahnya. Gadis itu sedang mengusap-usap lengannya yang kini menggigil hebat. Jangan lupakan ringisan pelan yang terus berkumandang dari bibirnya.
Bintang melepaskan jaket levisnya yang sudah lumayan basah, berniat memakaikannya ke badan Bulan.
“Mau ngapain?!” tanya Bulan menyerobot panik kala melihat cowok itu melepaskan jaketnya. Bulan mendelikkan matanya tajam pada Bintang sekaligus siaga kalau cowok itu sampai melakukan hal yang tidak-tidak.
Bintang terkekeh geli melihat wajah sangar Bulan yang malah terlihat lucu di matanya. Sebelum berucap, cowok itu melayangkan senyuman manisnya sejenak. “Udah tenang aja, gue gak bakalan macam-macam, kok!” tenang Bintang seraya memakaikan jaket yang basah itu ke tubuh Bulan.
Bulan terenyuh dengan perlakuan Bintang. Cowok itu terlalu baik untuknya. Netra sendunya menatap cowok itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada raut penuh ucapan terima kasih yang Bintang tangkap di sana.
“Terus, kamu gimana?” tanya Bulan setelahnya. Meskipun Bulan sangat membutuhkan benda tebal penghangat ini, tetapi ia juga tak mau kalau Bintang yang akan jadi korbannya nanti.
Tatapan sayu itu berhasil menghanyutkan Bintang. Hatinya menghangat dengan geletikan aneh yang merambat dari hati ke perutnya. Tersenyum tipis, lalu berkata, “Tidak perlu. Kamu lebih penting dari segalanya.”
Bintang ikutan mengganti kosa kata panggilan mereka menjadi aku-kamu. Tangannya terangkat dan refleks mengusap surai hitam gadis itu.
Bulan meremang untuk kesekian kalinya. Kini kekuatannya jauh lebih hebat. Seperti ada sengatan listrik yang membuat dirinya gemetar bukan main. Hampir saja Bulan tidak bisa mengendalikan dirinya karena terlalu hanyut dalam pesona cowok itu.
“Makasih.” Bulan balas tersenyum. Tulus.
Masih dengan senyuman yang menghias bibir, Bintang menganggukkan kepala. Ia menurunkan tangannya dari kepala Bulan dan kembali merubah posisi duduknya lurus ke depan.
Setelahnya, keadaan menjadi hening. Benar-benar hening. Tak ada lagi percakapan yang terdengar di antara keduanya. Hanya suara rintik hujan yang mengalun begitu merdu bagai serentetan melodi yang sedang dilagukan sang penyair, mengisi area itu.
Bintang memejamkan matanya dengan kepala sedikit menyender pada punggung bangku. Ia begitu menikmati suasana sunyi nan mencekam ini. Tak peduli dengan hawa dingin yang menguar di sekitar.
Hal itu tak berlangsung lama. Bintang mengerjapkan matanya kembali kala mendengar suara ringisan pelan dari bibir seorang gadis yang duduk di sampingnya.
Bintang menolehkan wajahnya ke samping. Didapati tubuh Bulan yang menggigil hebat. Kerutan kecil menghias dahi cowok itu. Ia pikir Bulan akan merasa lebih hangat setelah memakai jaket itu. Namun ternyata, praduganya salah.
Nyatanya, gadis itu masih menggigil kedinginan.
Bintang mengembus napas kasar. Cowok itu sedikit menggeserkan tubuhnya lebih dekat ke arah Bulan. Dari jarak dekat ini, Bintang dapat melihat jelas paras cantik gadis itu. Bintang menatap manik gadis itu begitu dalam.
“Butuh penghangat, hm?”
Bulan menoleh saat pertanyaan itu terlontar. Alangkah terkejutnya Bulan kala mendapati jaraknya dengan Bintang yang tinggal beberapa senti.
“Ti-tida—” Baru saja Bulan hendak menjawab pertanyaan cowok itu, tubuh mungilnya sudah lebih dulu berada dalam dekapan cowok itu. Bintang menarik tubuhnya dengan kecepatan kilat.
Deg!
Bulan tersentak dengan perlakuan cowok itu. Secara refleks, kedua bola matanya membulat kaget. Jauh di dalam rongga dadanya, Bulan merasakan ketidak-normalan pada detak jantungnya.
Dalam dekapannya, Bulan mendongak dan melayangkan tatapan penuh protesnya pada Bintang yang ternyata kini sedang menatapnya juga. Senyuman manis yang terukir indah di bibir cowok itu membuat debaran pada jantung Bulan semakin menggila. Bukannya marah, gadis itu malah salah tingkah. Pipinya merah merona.
Tatapannya berubah lekat pada cowok itu. Kini, kedua insan itu malah terkunci dalam satu tatapan jebakan yang telah mereka buat. Saling melempar pandang satu sama lain, seolah sedang berkomunikasi lewat mata.
Pernah dengar lagu berjudul ‘Dari Mata’ yang dipopulerkan oleh Jaz? Bulan dan Bintang sedang mengalami hal yang hampir sama persis dengan lirik dalam lagu tersebut.
Dari matamu, matamu, ku mulai jatuh cinta
Ku melihat, melihat ada bayangnya
Dari mata, kau buatku jatuh
Jatuh, terus jatuh ke hati...
Hingga tak terasa, hujan telah reda. Suara merdu sang rintik hujan menghilang, meninggalkan jejak berupa kabut abu juga hawa dingin.
Hari sudah sore. Semburat cahaya berwarna jingga sudah mulai tampak di ufuk Barat. Sang surya sudah hampir terbenam pertanda bahwa sebentar lagi petang akan datang.
“Ayo, pulang! Hujannya sudah reda,” ajak Bintang kala melihat hujan mereda. Ia menatap Bulan yang kini masih betah dalam pelukan hangatnya.
Saat itu juga, Bulan tersadar. Cewek itu melepas diri dari pelukan Bintang dengan tampang kejutnya.
“A-ayo!” sahut Bulan terbata.
Bulan memalingkan wajahnya ke samping, tak berani menatap Bintang. Lalu cewek itu bangkit dari duduknya, diikuti oleh Bintang yang kini geleng-geleng kepala karena tingkah lucunya. Keduanya berjalan menuju tempat motor Bintang terparkir.
Suara deru motor terdengar. Bulan menyusul Bintang ke atas motor dan duduk di jok belakang. Merasa sudah siap, Bintang pun melajukan motornya. Terasa angin sepoi-sepoi datang menerpa tubuh dua insan yang masih dalam keadaan basah itu. Sangat dingin rasanya.
Diam-diam, dua orang itu sama-sama menyunggingkan senyuman. Sebuah prolog cerita baru saja mereka buat tanpa sadar.
Di sore hari penuh kabut itu, di bawah cahaya sang surya yang kian meredup menjadi saksi bisu kisah Bulan dan Bintang.
...***...
Perjalanan mereka begitu tidak terasa. Kini, mereka sudah sampai di depan gerbang rumah Bulan. Bulan turun dari motor, melepas helm yang dikenakannya, lalu mengembalikannya pada Bintang.
“Thanks, Bi!” ucap Bulan sembari menggugah senyum tipis.
Bintang mengangguk pelan setelah menerima helm itu dari tangan Bulan. “Kalo gitu, gue balik!” pamit Bintang.
“Gak mampir dulu?” tawar Bulan dengan kedua alis yang saling menekuk.
Bintang menggeleng. “Lain kali aja deh,” tolak Bintang halus. Ia melirik seragamnya yang basah kuyup, lalu kembali berucap. “Ya kali, gue masuk dengan kondisi basah kayak gini,” ujarnya terkekeh pelan.
“Yaudah, deh!” pasrah Bulan menggusah napas kasar.
Bintang memakai helm-nya kembali. Ia membunyikan mesin motornya sembari menggas-gasnya. Sebelum melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Bulan, cowok itu menolehkan kepalanya sejenak ke arah Bulan.
“Gue balik.”
Bulan mengangguk singkat. Lalu tangannya terangkat ke atas melambai ke arah cowok itu. “Bye, sampai jumpa besok!”
“HATI-HATI!” teriak Bulan pada Bintang yang sudah semakin menjauh darinya. Hal itu membuat Bintang diam-diam menyunggingkan senyum.
Setelah punggung cowok itu sudah tak terlihat lagi di pandangannya, Bulan berbalik dan melangkahkan kakinya ke teras rumah. Dengan was-was, Bulan membuka pintu rumah lebarnya.
Ceklek!
Terdengar suara knop pintu yang diputar. Bulan mendorong pintunya ke dalam. Pintu pun terbuka lebar. Pemandangan ruangan yang gelap, sepi dan sunyi menyambut kedatangan gadis itu. Bulan menolehkan kepalanya menelisik seluruh penjuru ruangan yang dalam pencahayaan remang. Benar-benar sepi. Sepertinya, penghuni rumah pada tidur atau lagi keluar.
Bulan mengembus napas lega. Huh, bukankah itu jauh lebih bagus baginya?
Lalu, gadis itu melangkahkan kakinya pelan dan penuh hati-hati masuk ke dalam rumah. Bulan berjalan mengendus-ngendus dengan tatapan penuh waspada akan sekitar bak seorang pencuri.
Satu hal yang ditakutkan gadis itu. Irawan, sang ayah. Jangan sampai pria yang kini sudah berkepala empat itu mengetahui kedatangannya, apalagi dalam keadaan basah kuyup seperti ini!
Bulan bisa-bisa diamuk habis-habisan. Untung baik kalau hanya dibentak-bentak, bagaimana kalau sampai dituduh yang enggak-enggak? Bisa panjang urusannya, mengingat tempo hari sang ayah sudah mewanti-wantinya agar tidak melakukan hal-hal di luar batas.
“Kenapa baru pulang? Dari mana saja kamu?”
Deg!
Rasanya, Bulan ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga. Langkah kakinya secara refleks terhenti. Bulan seolah tak punya tenaga untuk berlari dari tempat itu. Tubuhnya mendadak kaku di tempat.
Bulan menolehkan wajahnya ke samping, mencoba mencari dari mana asalnya sumber suara berat khas lelaki itu. Di detik berikutnya, Bulan meneguk salivanya susah payah kala melihat punggung tegap seseorang yang sangat dihindarinya kini duduk membelakanginya di sofa. Mampus!
Pria itu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah Bulan. Langkah lebarnya yang kian mendekat ke arah Bulan bagai bunyi detik bom yang sebentar lagi meledak. Tatapan tajam yang diberikannya membuat Bulan bungkam tak bisa berbuat apa-apa.
Irawan tidak langsung mengomel atau memberi hukuman padanya. Pria itu menelisik penampilan putri semata wayangnya dari atas sampai ke bawah terlebih dahulu. Lewat tatapannya seolah sedang mengintrogasi Bulan. Hal itu membuat Bulan merundukkan kepala dalam-dalam.
“Ada apa dengan seragammu itu?” Hening sejenak. Hanya deru napas memburu yang terdengar dari pria itu yang kedengarannya seperti tengah menahan emosi.
“Kenapa bisa sampai basah kuyup kayak gitu, hah?” tanya Irawan lagi dengan nada lebih tinggi.
Bulan masih diam, belum angkat bicara. Hal itu membuat Irawan menggeram tertahan.
“BULAN, JAWAB PERTANYAAN PAPA!” bentak pria itu terlampaui emosi.
Bulan meringis dalam hati mendengar bentakan itu. Gendang telinganya serasa ingin pecah.
“BULAN!!!” bentak Irawan lagi karena tak mendapat respon dari Bulan.
“Ba-baru pulang, Pa. Ta-tadi kehujanan,” ungkap Bulan jujur.
Irawan memicingkan matanya. Tampak kurang percaya dengan jawaban yang diberikan Bulan.
“Siapa cowok itu?”
Deg!
Bulan langsung mengangkat kepala dan menatap sang ayah dengan wajah pucat pasinya. Tubuhnya gemetaran. Melihat wajah garang ayahnya saja sudah membuatnya takut bukan main.
“Di-dia teman Bulan, Pa.”
“JANGAN BOHONG KAMU!” bentak Irawan lagi. Kali ini menunjuk muka Bulan.
“DIA PACAR KAMU, KAN?! NGAKU KAMU!” tudingnya enggak-enggak.
Hal itu dibalas dengan gelengan kepala oleh Bulan. Gadis itu sudah beruraian air mata. Menangis tanpa isakan.
“Bu-bukan, Pa! Di-dia cuma teman Bulan.” Bulan mencoba memberi pembelaan.
PLAK!
Sebuah tamparan mendarat mulus tepat di pipi kiri Bulan. Hal itu membuat tangisan Bulan pecah. Ia menangis tersedu-sedu sembari memegangi pipinya yang memanas.
“MASUK KAMAR KAMU! JANGAN COBA-COBA UNTUK KELUAR!”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments